Menuju konten utama

Teknologi Berbasis AI, Insan Pers Diminta Patuh pada Kode Etik

AI hanya boleh digunakan sebagai alat bantu. Keputusan editorial sepenuhnya menjadi tanggung jawab manusia.

Teknologi Berbasis AI, Insan Pers Diminta Patuh pada Kode Etik
Diskusi Literasi Media bertajuk ‘AI dan Masa Depan Jurnalisme: Menguasai Tools, Mempertahankan Etika’ di Gedung Lokantara Budaya RRI Bandung, Senin (13/10/2025). Tirto.id/Akmal

tirto.id - Kemajuan teknologi berbasis Artificial Intelligence (AI) menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi jurnalis yang bekerja dituntut kecepatan, ketepatan, dan kode etik. Dalam merespons situasi ini, jurnalis harus sadar bahwa AI adalah sebuah alat bantu atau tools.

Komisi Kemitraan, Hubungan Antar Lembaga, dan Infrastruktur Organisasi Dewan Pers, Rosarita Niken Widiastuti, mengatakan bahwa kemajuan teknologi menyebabkan lembaganya mengeluarkan pedoman penggunaan teknologi informasi dan merespons perkembangan AI.

Regulasi penggunaan AI dalam karya jurnalistik diatur oleh Dewan Pers melalui pedoman Nomor 1 Tahun 2025. Niken menjelaskan, setiap karya jurnalistik yang melibatkan AI wajib mematuhi kode etik jurnalistik.

AI hanya boleh digunakan sebagai alat bantu. Niken menegaskan, keputusan editorial sepenuhnya menjadi tanggung jawab manusia.

Pedoman pers ini juga menjadi perhatian khusus bagi insan pers baik perusahaan atau jurnalis atas setiap karya jurnalistik, termasuk melibatkan akal imitasi, sebab AI bukan subjek hukum.

"Apabila ada kesalahan [publikasi], yaitu perusahaan pers atau pimpinan redaksinya jadi kembali ke manusianya," kata Niken dalam diskusi Literasi Media bertajuk ‘AI dan Masa Depan Jurnalisme: Menguasai Tools, Mempertahankan Etika’ di Gedung Lokantara Budaya RRI Bandung, Senin (13/10/2025).

Niken lantas menguraikan tantangan risiko serta etika penggunaan AI. Tantangan yang dihadapi yaitu tranparansi dan potensi disinformasi. Menurutnya, penggunaan akal imitasi seharusnya sebagai alat bantu, bukan untuk menggantikan jurnalis profesional.

"AI itu hanya sifatnya membantu ya, tapi tidak menghapuskan fungsi dari jurnalis atau wartawan. Jadi AI itu bisa digunakan misalnya untuk analisis data atau kita akan melihat data dari tahun ke tahun," ungkapnya.

Niken turut memaparkan, beberapa media yang telah mengadopsi akal imitasi secara etis jurnalistik. Dampaknya, efisiensi kerja redaksi meningkat tanpa mengorbankan standar jurnalistik.

"AI membantu mempercepat produksi berita. Namun prinsip akurasi dan etika tetap dijaga," tegas Niken.

Ia juga menyoroti mengenai potensi AI yang digunakan untuk memanipulasi data serta menyebarkan disinformasi. Oleh sebab itu, Niken menekankan perlunya melakukan verifikasi data sebelum mempublikasikan berita.

Niken mengungkapkan mengenai data pengaduan produk jurnalistik yang bermasalah selama 2025. Pertengahan tahun ini, terdapat sebanyak 625 kasus. Dewan Pers, lanjut Niken, harus menangani atau memediasi tiga sampai empat kasus.

Oleh karena itu, diskusi literasi ini sangat penting. Sebab, sebagian besar pengaduan berasal dari ketidaksesuaian informasi yang dipublikasikan dengan fakta yang diberikan oleh narasumber.

"Kami harapkan para jurnalis, media, dan masyarakat semakin mengetahui bagaimana membuat berita yang akurat, sesuai data dan fakta. Kalau jurnalisnya profesional dan paham kode etik, pengaduan akan semakin berkurang," tegasnya.

Era Media Baru, AI sebagai Tools Cek Fakta dan Etika Jurnalisme Radio

Pimpinan Redaksi Tirto, Rachmadin Ismail, mengatakan bahwa pemeriksaan fakta menjadi nilai utama di kemajuan teknologi berbasis AI. Pemeriksaan fakta ini dilakukan dengan memakai beberapa alat AI, seperti mengecek konteks berbasis data daring menggunakan Wayback Machine.

Hal ini berangkat dari banyaknya disinformasi yang beredar, terutama mengenai isu kesehatan yang berseliweran di media sosial. Seperti banyaknya hoaks mengenai klaim penemuan obat diabetes, penggunaan deepfake untuk promosi obat, dan lain-lain.

"Jadi, dampaknya bukan hanya sosial atau politik, tapi juga kesehatan masyarakat. Yang paling fatal adalah disinformasi soal vaksin. Di beberapa daerah, ada korban yang jatuh karena percaya hoaks vaksin, sehingga angka penyakit meningkat," kata lelaki yang akrab disapa Madin ini.

Pola konsumsi konten dan industri media yang makin sulit. Pimred Tirto ini memilih untuk tidak bersaing dalam kecepatan berita, melainkan berfokus menjadi kurator informasi.

"Kami cek studi, data, dan membandingkan dengan konteks lokal. Jadi bukan sekadar cepat, tapi akurat," tutur Madin.

Saat ini, media dengan logo tokoh pers Indonesia ini memfokuskan pada tiga hal, yakni pembelajaran berkelanjutan, kemitraan dengan pakar, dan pemanfaatan teknologi AI.

"Kami menggunakan teknologi dan AI bukan untuk menggantikan jurnalis, tapi untuk membantu proses pembelajaran dan verifikasi fakta," ungkap Madin.

Ke depan, Tirto memperluas jangkauannya dengan kolaborasi dengan homeless media dan konten kreator di berbagai daerah. Ada pun konsepnya itu pelatihan cek fakta, kolaborasi konten, dan tukar menukar audiens dengan followers.

"Kami menggunakan teknologi dan kolaborasi untuk melawan disinformasi yang ujung-ujungnya memang bisa menyehatkan kami secara editorial maupun secara bisnis," imbuhnya.

Tantangan di era digital dan pemanfaatan teknologi AI dialami juga oleh jurnalisme audio. Kepala RRI Bandung, Soleman Yusuf, menjelaskan pihak juga melakukan edukasi kepada publik dan memiliki tim cek fakta untuk verifikasi audio, guna memastikan apakah suara yang beredar benar-benar asli atau hasil manipulasi.

Soleman juga menyebutkan, mengenai ancaman dan peluang voice cloning. Media berita plat merah itu mengaku tak pernah menggunakan voice cloning untuk menipu.

"Kalaupun digunakan, kami beri watermark audio agar jelas bahwa itu bukan suara asli," ujar Soleman.

Ia menyoroti etika suara dalam jurnalistik radio. Menurutnya, menambahkan efek suara bisa dianggap penipuan semua suara latar harus diproduksi sendiri.

"Jadi kalau dia produk jurnalistik, bahkan ambience atau atmosphere itu mesti diproduksi sendiri," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KECERDASAN BUATAN atau tulisan lainnya dari Akmal Firmansyah

tirto.id - Flash News
Kontributor: Akmal Firmansyah
Penulis: Akmal Firmansyah
Editor: Siti Fatimah