Menuju konten utama

Tantangan Puasa di Dunia: dari Durasi Panjang Hingga Dilarang

Durasi puasa paling panjang terjadi di Murmansk, Rusia selama lebih dari 20 jam.

Tantangan Puasa di Dunia: dari Durasi Panjang Hingga Dilarang
Periksa Data Tantangan Berpuasa Umat Muslim di Dunia. tirto.id/Quita

tirto.id - Umat muslim di seluruh dunia sedang menjalani ibadah puasa. Namun, tidak semua belahan dunia menjalani ibadah puasa dengan durasi yang sama.

Di Indonesia, umat Islam rata-rata berpuasa selama 12 jam sehari. Di Jakarta misalnya, waktu Imsak 1 Ramadan jatuh pada pukul 4.25 WIB dan waktu berbuka pada pukul 17.48 WIB. Dengan demikian, warga Muslim di Jakarta akan menahan lapar dan haus selama 11 jam 23 menit.

Jika Indonesia memiliki durasi berpuasa yang sama setiap tahunnya, tidak demikian dengan negara-negara lain di dunia. Perbedaan durasi puasa disebabkan oleh perputaran Bumi saat mengelilingi Matahari yang miring. Hal ini membuat pada waktu-waktu tertentu, seperti misalnya Maret hingga September, negara-negara di belahan bumi utara menerima cahaya matahari lebih lama dibanding belahan bumi selatan. Hal ini menyebabkan berpuasa di kawasan bumi bagian utara jadi lebih menantang.

Tirto menghimpun durasi berpuasa 2019 dari berbagai wilayah di dunia. Data diperoleh dari Gulfnews dengan menghitung waktu imsak hingga Magrib berbagai kota di belahan dunia pada hari pertama Ramadan, 6 Mei 2019.

Sebagai contoh, Murmansk di Rusia hanya memiliki waktu berbuka puasa hingga sahur selama 3 jam sebelum matahari terbit lagi pada pukul 1.41 pagi. Sementara Ushuaia di Argentina memiliki waktu puasa terpendek di dunia, yakni 11 jam. Matahari terbit pada pukul 6.57 pagi dan terbenam pada pukul 5.57 sore.

Infografik Periksa Data Tantangan Berpuasa Umat Muslim di Dunia

Infografik Periksa Data Tantangan Berpuasa Umat Muslim di Dunia. tirto.id/Quita

Di Rusia, ada sekitar 15 sampai 20 juta penduduk yang beragama Islam. Jumlah itu mencapai sekitar 5-6 persen dari total populasi negara itu berdasarkan sensus 2010. Murmansk merupakan salah satu kota di bagian barat laut Rusia (Lingkaran Arktik). Kota ini merupakan permukiman terpadat di Lingkaran Arktik dengan populasi sekitar 795,40 ribu jiwa menurut sensus 2010. Sementara warga Muslim di Murmansk terhitung sebanyak 7,95 ribu jiwa atau 1 persen dari total populasi.

Murmansk merupakan kota yang sangat dingin di awal bulan Mei ini dengan suhu udara sekitar 7 hingga 12 derajat celcius. Kota ini masih akan dihujani salju setidaknya hingga akhir Mei nanti. Cukup berat berpuasa dengan udara dingin dan durasi yang demikian panjang.

Selain Murmansk, Moskow juga menjadi kota di Rusia dengan durasi berpuasa cukup lama, yakni 16 jam. Moskow adalah ibukota Rusia sekaligus pusat politik, ekonomi, budaya, dan sains utama di negara tersebut. Moskow berpenduduk terbanyak di Rusia dan Eropa, berdasarkan estimasi pada 2018, Moskow memiliki penduduk sebesar 12,5 juta jiwa. Populasi Muslim di Moskow sendiri hampir mencapai 3 juta orang.

Di Moskow, pusat peribadatan Muslim berpusat di empat masjid, yakni Masjid Agung, Masjid Historis, Masjid Memorial, dan Masjid Yardem. Meski banyak masjid lainnya yang lebih kecil, jumlah tersebut tidak cukup menampung peribadatan umat Muslim di Moskow. Sehingga banyak dari mereka yang beribadah di tanah lapang yang lebih luas.

Beralih ke Fairbanks, Alaska, umat Muslim di sana berpuasa selama sekitar 19 jam. Fairbanks merupakan sebuah kota di negara bagian Alaska, Amerika Serikat. Jumlah penduduk di kota ini pada 2016 diperkirakan sekitar 32,75 ribu jiwa.

Alaska sendiri merupakan negara bagian terbesar di Amerika. Biro Sensus Amerika memperkirakan populasi di negara bagian itu sebanyak 738.432 jiwa pada 2015. Dari total jumlah penduduk itu, hanya 0,5 persen yang beragama Islam. Kebanyakan dari mereka adalah imigran dari Afrika, Timur Tengah, dan Asia.

Suhu rata-rata Alaska di bulan Mei berkisar antara 3 hingga 12 derajat selsius. Pada bulan Mei ini, Alaska masih mendapatkan salju, tetapi kadang cuaca di wilayah ini juga bisa cukup hangat.

Menjalankan puasa di Alaska penuh dinamika, terutama untuk urusan waktu berbuka puasa yang berbeda. Saat Ramadan bertepatan dengan musim dingin, umat Muslim Alaska hanya berpuasa lima jam. Sebaliknya, jika bertepatan dengan puncak musim panas, mereka akan berpuasa hingga 22 jam.

Warga Muslim di Alaska memiliki jam berbuka puasa yang berbeda. Semua berawal ketika pada 2009, Dar al-Ifta al-Misriyyah, lembaga fatwa yang berpusat di Mesir, mengeluarkan fatwa bahwa mereka yang berpuasa di Alaska dan negara-negara Skandinavia boleh mengikuti waktu berpuasa di Mekah, Arab Saudi.

Dewan Mesjid Alaska pun membuat keputusan sesuai fatwa tersebut. Sejak saat itu, sebagian Muslim Alaska menjalankan puasa mengikuti waktu Mekah. Apapun musimnya, mereka akan sahur sekitar pukul 4 pagi dan berbuka pukul 6 sore. Namun, ada beberapa umat Muslim di Alaska yang mengikuti waktu lokal, pada tahun ini mereka berpuasa sekitar 19 hingga 20 jam sehari.

Larangan Puasa dan Beraktivitas

Selain tantangan waktu puasa yang panjang, muslim di negara mayoritas non-muslim juga menghadapi tantangan lain. Misalnya di Denmark, muslim yang berpuasa dilarang beraktivitas. Menteri Imigrasi, Integrasi, dan Perumahan Denmark, Inger Stoejberg seperti dilansir dari Washington Post, pada Ramadan 2018 lalu melarang umat Muslim yang berpuasa di bulan Ramadan untuk beraktivitas. Ia menilai, muslim yang sedang puasa dan beraktivitas dapat membahayakan warga Denmark lainnya. Menurut argumennya, muslim yang bekerja sebagai supir bus misalnya, tidak akan fokus jika belum makan.

Pernyataan Stoejberg memicu reaksi dari komunitas muslim di wilayah Skandinavia. Pia Jardi, ketua Persatuan Muslim Finlandia, menyebut larangan Stoejberg sama sekali tidak masuk akal. "Tidak ada informasi atau statistik yang menunjukkan bahwa supir bus atau pekerja muslim lainnya akan membahayakan saat berpuasa. Di sebagian besar negara muslim, bisnis terus beroperasi saat Ramadan."

Danish Muslim Union, persatuan Muslim di Denmark, merespons aturan Stoejberg dengan berterima kasih kepada Menteri tersebut atas perhatiannya. Namun, ia menegaskan bahwa Muslim masih mampu beraktivitas, bahkan ketika berpuasa.

Stoejberg merupakan politisi kanan-tengah yang berada di balik aturan ketat imigrasi Denmark. Pada 2016, pemerintah Denmark menerapkan aturan kontroversial, di mana pihak berwenang dapat mengumpulkan dan menyita barang-barang berharga imigran untuk membayar sewa mereka di negara itu.

Sementara itu, sejak 2012 pemerintah Cina telah melarang Muslim di Xinjiang dan Urumqi untuk berpuasa. Pemerintah meminta agar restoran muslim tetap buka di siang hari dan masyarakat tetap makan dan minum di waktu berpuasa. Wilayah Xinjiang Selatan dan Urumqi memiliki banyak warga Muslim Uighur yang sering bentrok dengan etnis Han.

Aturan tersebut membuat komunitas muslim di dunia geram. Sebagai contoh, muslim di India, seperti yang diberitakan Reuters, melakukan protes dengan membakar patung Presiden China Xi Jinpin pada 2016.

Tahun ini, protes terhadap Cina terus dilakukan, termasuk di sosial media. Tagar #FastFromChina menjadi ramai di Twitter untuk mengkampanyekan boikot terhadap produk buatan Cina sebagai protes terhadap pelarangan berpuasa dan kekerasan terhadap Muslim Uighur.

Pelajaran yang dapat kita petik adalah bahwa berpuasa memiliki tantangan dan menjadi sangat problematik bagi umat muslim di luar Indonesia. Tidak hanya soal iklim dan durasi yang lama, akan tetapi juga larangan resmi dari otoritas yang berkuasa.

Baca juga artikel terkait RAMADAN 2019 atau tulisan lainnya dari Irma Garnesia

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Irma Garnesia
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti