tirto.id - Perjanjian kerja sama pengelolaan sampah antara Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dan Pemerintah Kabupaten Pandeglang menuai gelombang penolakan.
Berbagai elemen masyarakat Pandeglang menjadi yang paling vokal terkait inisiatif tersebut. Kritik tajam bermunculan, menyoroti ketimpangan sistem pengelolaan sampah serta kekhawatiran terhadap dampak jangka panjang bagi lingkungan dan kesehatan warga.
Koordinator Nalar Pandeglang –perkumpulan pemuda lokal yang berfokus pada pelayanan publik, Shobana Ilham, menilai kerja sama tersebut tidak adil. Menurutnya, infrastruktur pengelolaan sampah di Pandeglang masih belum memadai. Bank sampah tidak berkembang dan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) masih menggunakan metode open dumping tanpa teknologi modern.
“Kenapa kita yang baru "belajar berjalan" malah disuruh menggendong sampah dari kota lain yang sistemnya sudah lebih maju?” ujar Shobana, Minggu (3/8/2025), kepada Tangsel_Update.
Ia menegaskan bahwa masyarakat Pandeglang tidak menolak kolaborasi antardaerah, namun kerja sama semestinya diawali dengan kesiapan internal. “Kerja sama yang sehat dimulai dari rumah yang sehat. Pandeglang bukan tempat buangan. Ini rumah kami, dan rumah seharusnya dijaga, bukan dikotori demi rupiah,” tambahnya.
Kolonialisasi Lingkungan dan Kompromi Rp40 Miliar
Sikap serupa disampaikan D. Nuryana dari Keluarga Mahasiswa Pandeglang (Kumandang) Banten. Ia menuding Pemkot Tangsel mengambil jalan pintas alih-alih menyelesaikan persoalan sampah dari hulu ke hilir. Menurutnya, pemindahan sampah ke daerah dengan daya tawar lemah bukanlah solusi.
“Ini bukan kolaborasi, ini kolonialisasi lingkungan dengan dalih birokrasi. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp9 miliar per tahun, tidak sebanding dengan risiko jangka panjang yang ditanggung Pandeglang pencemaran udara, air, dan kerusakan tanah,” ucapnya kepada Tangsel_Update, Senin malam (4/8/2025).
Nuryana juga mengkritik keputusan menerima kompensasi sebesar Rp40 miliar selama empat tahun. Ia menyebut kebijakan tersebut sebagai kompromi yang membahayakan kesehatan warga.
“Apakah hanya karena kompensasi Rp40 miliar, pemerintah bersedia menukar udara bersih dengan bau menyengat, tanah subur dengan limbah, dan kesehatan warganya dengan risiko jangka panjang?” tegasnya.
Ia juga menyinggung catatan buruk pengelolaan sampah oleh Pemkot Tangsel yang sebelumnya pernah tersandung kasus korupsi.
“Jika publik hanya menonton dan abai terhadap proses pengawasan, maka sampah dan potensi korupsi akan menjadi warisan paling busuk yang ditinggalkan,” tandasnya.
Sejarah Buruk Pengelolaan Sampah Tangsel
Kerja sama terkati pengelolaan sampah antara Tangsel dan Pandeglang resmi dilakukan di Puspemkot Tangsel, Jumat (25/7/2025). Sekretaris Daerah Tangsel, Bambang Noertjahyo dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pandeglang, Ratu Tanti Darmiasih menjadi perwakilan dari kedua daerah.
Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie menyebut nilai kerja sama ini mencapai Rp40 miliar yang akan disalurkan dalam bentuk bantuan keuangan selama tiga tahun, dari total durasi kerja sama selama empat tahun.
“Total kerja samanya empat tahun. Tapi bantuan keuangannya akan diberikan selama tiga tahun sebesar Rp40 miliar,” ujarnya, Rabu (23/7/2025), jelang peresmian kerja sama.

Masalah sampah memang menjadi persoalan serius di Tangsel. TPA Cipeucang yang selama ini digunakan sudah kelebihan kapasitas. Bahkan pada 2019, tembok penahan sampah (sheet pile) jebol. Kejadian ini menyebabkan aliran sungai Cisadane tercemar akibat tumpukan sampah.
Pada 2021–2022, Tangsel juga sempat mengalihkan sampah ke TPA Cilowong di Kota Serang, dengan skema kerja sama senilai Rp21 miliar. Namun, proyek tersebut ditolak sebagian warga karena dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Tangsel kini merancang pembangunan PSEL (Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik) yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai Perpres No. 35 Tahun 2018. Proyek ini akan digarap bersama konsorsium PT Indoplas Energi Hijau dan China Tianying Inc (IEH-CNTY).

Korupsi DLH Tangsel bayangi kerja sama pengelolaan sampah Catatan buruk Pemkot Tangsel dalam pengelolaan sampah tak berhenti di persoalan teknis. Beberapa bulan lalu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menyerahkan berkas tahap pertama dugaan korupsi anggaran pengelolaan sampah DLH Tangsel.
Empat tersangka telah ditetapkan, yaitu tiga pejabat DLH Tangsel berinisial SYM, WL, dan TAK, serta seorang direktur perusahaan pelaksana berinisial ZY. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp21,6 miliar berdasarkan audit Kantor Akuntan Publik.

Menurut Kasi Penerangan Hukum Kejati Banten, Rangga Ade Kresna, praktik korupsi diduga dilakukan melalui manipulasi laporan kegiatan dan mark-up anggaran operasional pengangkutan sampah tahun 2024.
Sebagai bagian dari penyidikan, Kejati Banten telah menyita dokumen kontrak kerja sama, bukti transfer, dan laporan pertanggungjawaban kegiatan dari tahun anggaran tersebut.
Wakil Bupati Pandeglang: Sampah Tangsel menyelamatkan TPA Bangkonol
Wakil Bupati Pandeglang, Iing Andri Supriadi, menjelaskan bahwa kerja sama antara Pemkab Pandeglang dan Pemkot Tangsel terkait pengelolaan sampah, bertujuan menyelamatkan TPA Bangkonol di Kecamatan Koroncong, Pandeglang.Ia mengungkapkan, TPA yang telah beroperasi sejak 2013 itu mendapat teguran dari Kementerian Lingkungan Hidup karena masih menggunakan sistem open dumping yang tidak ramah lingkungan.
“Sistem open dumping dinilai tidak ramah lingkungan. DLH diberi waktu 180 hari untuk merubah konsep pembuangan tersebut,” kata Iing dikutip Tangsel_Update, Selasa (5/8/2025).

Untuk menghindari penutupan TPA, Pemkab Pandeglang membutuhkan dana sebesar Rp40 miliar yang akhirnya diperoleh melalui Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dari Pemkot Tangsel. Dana tersebut akan dicairkan dalam tiga tahap: Rp20 miliar pada anggaran perubahan 2025, Rp15 miliar tahun 2026, dan Rp5 miliar pada 2027.
“Dana itu akan digunakan untuk perluasan lahan sekitar 3,5 hektare (ha), pembelian alat berat, dan mesin pengolahan serta pemilahan,” jelasnya.
Iing menegaskan keputusan kerja sama ini bukan keputusan yang diambil sembarang. Pihaknya telah melakukan kajian komprehensif demi keberlanjutan TPA Bangkonol.
Adapun TPA Bangkonol kini menjadi satu-satunya TPA aktif di Pandeglang, setelah TPA Bojong Canar ditutup. “Insya Allah kami tidak gegabah. Ini sudah melalui kajian dan pembahasan yang komprehensif,” ujarnya.
Ia juga mengajak masyarakat turut memantau pemanfaatan dana tersebut. “Saya minta masyarakat ikut mengawasi agar BKK ini benar-benar digunakan untuk perbaikan dan pengembangan TPA Bangkonol,” pungkasnya.
=====
Tangsel_Update adalah akun IG City Info yang merupakan bagian dari #KolaborasiJangkarByTirto.
Penulis: Tangsel_Update
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id


































