Menuju konten utama

Tak Kuat Jorjoran Melepas Tarif Promo

Perang tarif promosi dari perusahaan bermodal gede menggugurkan banyak pelaku usaha ojek online bermodal nekat.

Tak Kuat Jorjoran Melepas Tarif Promo
Pendiri layanan ojek LadyJek Brian Mulyadi (kanan) menyerahkan helm kepada pengemudi saat peluncuran jasa ojek online khusus wanita tersebut di Jakarta, Kamis (8/10). ANTARA FOTO/Reno Esnir.

tirto.id - "Kalau promo jorjoran agak sulit untuk terus-menerus bertahan. One day, pasti akan kolaps juga kalau terus-menerus promo," kata Lucia Liemesak, direktur PT Synergy Multivision yang mendirikan perusahaan LadyJek kepada Tirto di Tower Suite 5-C Casablanca, Jakarta Selatan.

LadyJek, ojek berbasis daring, berdiri pada Oktober 2015 dengan slogan "ojek wanita untuk wanita." Semula mereka optimistis dengan pendekatan segmentasi pasar yang khusus macam itu. Tetapi, baru beroperasi enam bulan pertama, pihak manajemen harus rela membekukan LadyJek.

Pembekuan itu, meski dengan klaim kucuran modal awal Rp5 miliar, didorong lantaran mereka tak sanggup lagi memberikan potongan harga setiap hari tanpa batas waktu kepada konsumennya.

"Pada saat kita memulai, sudah dihajar dengan promo para kompetitor. Mereka memberikan promo Rp10 ribu sehingga market yang saya tawarkan tidak terbeli," kata Lucia. Pihak manajemen LadyJek sempat mencari tahu keinginan para konsumen terhadap layanan LadyJek dengan cara memberikan potongan tarif yang rendah. "Jauh-dekat bayarnya Rp10 ribu. Hasilnya cukup bagus," katanya, "konsumen menggunakan jasa pengemudi LadyJek."

Namun, tingginya pengguna LadyJek tak berlangsung lama karena potongan harga itu berlangsung selama sebulan. Setelah promo hilang, pelanggan kabur ke kompetitor lain.

"Ketika Go-Jek promo, konsumen ramai-ramai menggunakan jasa Go-Jek. Ketika GrabBike promo, konsumen menggunakan jasa GrabBike," ujar Lucia.

Pada awal 2014, Go-Jek mulai membuat sensasi dengan menawarkan tarif promo Rp10.000 untuk segala tujuan. Syaratnya, tidak boleh melebihi 25 kilometer. Setelah promo ini disudahi, Go-Jek mulai menaikkan tarif harga menjadi Rp15.000 dengan syarat yang sama. Pada September 2015, Go-Jek mengeluarkan kebijakan jam padat dari pukul 16.00 – 19.00. Pada jam itu, harga Rp15.000 hanya berlaku untuk 6 kilometer pertama. Selanjutnya, pelanggan dikenai tarif Rp2.500/ kilometer.

Pada April 2016, Go-Jek memberikan tarif Rp1.500/kilometer pada jam normal dengan pembayaran minimum Rp12 ribu. Desember 2016, mereka memberikan diskon 50 persen khusus pengguna Go-Pay. Selama empat tahun, Go-Jek terus memberikan tarif promo kepada konsumen. (Baca: Manuver Tarif Go-Jek)

Begitupun GrabBike. Perusahaan yang berkantor pusat di Singapura ini, sejak merambah ke Jakarta, sudah memberikan harga promo. Pada Desember 2016, misalnya, GrabBike memberikan diskon 50 persen khusus hari Sabtu dan Minggu. Pada Januari 2017, ia memberikan diskon 70 persen di hari Senin-Jumat antara pukul 09.00-16.00 sebanyak 10 kali perjalanan. Dua perusahaan rintisan penyedia jasa transportasi berbasis aplikasi ini memang bermodal besar sehingga dengan mudah memberikan tarif promo. (Baca juga soal perusahaan rintisan yang menuju Klub Unicorn)

"Jadi, selama ada hantam-hantaman promosi, enggak bakalan sehat," kata Lucia.

Keluhan terhadap para pemain kelas kakap ini tak cuma datang dari Lucia. Rino Wahyu Susilo, pemilik Grabme—ojek berbasis daring dari Jambi—ikut senewen atas kompetisi di segmen jasa roda dua, yang memang tiada aturannya dalam hukum di Indonesia. Undang-undang tentang lalu lintas dan angkutan jalan tahun 2009 belum mengakui roda dua sebagai moda angkutan umum. (Baca rubrik wawancara dengan pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan: "Perang Tarif Sebenarnya Wajar")

"Kalau saya, jujur saja, tidak bisa sering-sering kasih promo," kata Rino.

INFOGRAFIK HL Ojek Online Modal Cekak

Berharap pada Pengawasan KPPU

Sejak akhir 2016, Komisi Pengawas Persaingan Usaha melakukan pemantauan terhadap tarif ojek online yang terus menjamur di Indonesia. KPPU memeriksa apakah ada persaingan tarif tidak sehat antara pelaku usaha ojek online sehingga tidak ada indikasi monopoli, yang bisa saling mematikan. Upaya komisi tentu pula untuk menumbuhkan usaha para kompetitor yang bermodal minim.

Rino Wayu Susilo dari Grabme "sangat mengharapkan" adanya regulasi soal penetapan harga yang wajar. "Kalau tak memiliki aturan, perusahaan yang memiliki kapital besar akan bertahan dengan promo-promo," ujarnya.

Lucia Liemesak dari LadyJek "meminta peran KPPU dalam mengawasi tarif ojek online" dan mengharapkan ada peran pemerintah. "Jangan apa pun yang murah untuk masyarakat didiamin saja. Memang bagi masyarakat Indonesia itu bagus. Kalau murah tapi tidak masuk akal itu seperti apa? Murah tapi masuk akal itu yang baru benar," katanya.

Dalam aturan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana diatur dalam regulasi tahun 1999, disebutkan bahwa "pelaku usaha dilarang menetapkan ... harga yang sangat rendah untuk mematikan usaha pesaingnya." Tujuannya, agar tidak terjadi apa yang disebut "predatory pricing" atau tindakan suatu perusahaan menetapkan harga di bawah biaya produksi dengan maksud menyingkirkan pesaing.

Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean mengatakan perlu pembuktian sebuah perusahaan menjual rugi. Sebab, katanya, mereka ada yang "berlindung di balik promosi".

Menurutnya, ada perusahaan memakai promosi demi menarik peminat awal, tetapi langkah ini terbatas dalam jangka waktu pendek. Ada juga perusahaan yang menjual produk dengan harga rendah di bawah harga produksi. Namun, ujarnya, bila langkah kedua itu diduga untuk menyingkirkan pesaing, ia perlu diperiksa kembali dan dibuktikan secara teliti.

"Memang benar bahwa jual kerugian itu hanya bisa dilakukan perusahaan kapital besar," kata Gopprera.

Pihaknya sejauh ini baru menerima pengaduan dari pengusaha taksi konvensional. Belakangan, pada pekan ketiga Maret lalu, kementerian perhubungan menetapkan ketentuan terbaru untuk taksi online. (Baca: "KPPU Mulai Selidiki Tarif Predator Taksi Online" dan "Polemik Aturan Baru Taksi Online")

Gopprera menambahkan, untuk ojek online yang sudah mati karena dugaan persaingan tidak sehat, bisa melaporkan ke KPPU. Peran pelapor ini, ujarnya, sangat penting bagi tim KPPU untuk menindaklanjuti kasus ojek online.

"Jadi, apa yang dilakukan perusahaan transportasi online besar itu, yang membuat yang lain tersingkir, diceritakan saja kepada KPPU. Ini menambah bahan pertimbangan oleh para tim penyelidik," katanya. "Dan tidak usah khawatir, KPPU punya sarana penegakan hukum."

Baca juga artikel terkait TRANSPORTASI ONLINE atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Bisnis
Reporter: Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Fahri Salam