tirto.id - Gojek, perusahaan besutan Nadiem Makarim memang tak henti-henti membuat sensasi. Sebagai perusahaan rintisan penyedia jasa aplikasi angkutan online, sudah beberapa kali Ojek Online berjaket hijau ini bermain dengan tarif. Tujuannya tentu buat memperkenalkan Gojek sekaligus mencari pelanggan sebanyak-banyaknya. Tercatat dalam laman situsnya sudah 200 ribu orang bergabung untuk menjadi pengemudi Gojek. Operasional Gojek juga sudah tersebar di sepuluh kota besar di Indonesia.
Gojek juga menjadi tumpuan penghidupan para pengemudinya. Banyak di antara mereka sebelumnya merupakan pekerja atau buruh harian, memilih Gojek karena iming-iming penghasilannya yang lebih besar dan waktu yang lebih fleksibel.
Pada awal 2014, Gojek mulai membuat sensasi dengan menawarkan jasa bagi penggunanya Rp 10.000 untuk segala tujuan. Syaratnya tidak boleh melebihi 25 kilometer. Konsumen pun ramai-ramai menggunakan jasanya, hingga muncul ketergantungan untuk selalu menggunakan ojek online ini.
Tentu Gojek tidak langsung untung. Dia harus menguras kantongnya dulu agar orang-orang mau beralih menggunakan Gojek. Gojek pun rela memberikan subsidi besar-besaran untuk para pelanggan dan sekaligus pengemudi sebagai mitranya. Dalam dunia startup atau perusahaan rintisan, cara ini disebut “Bakar Uang”.
Cara Gojek membentuk pasar itu pun berhasil. Baru setahun beroperasi mereka sudah memiliki lebih dari 200.000 pengemudi. Jalanan Jakarta pun mendadak menjadi hijau dipenuhi para pengemudi Gojek. Di setiap hampir sudut jalanan ibu kota, pasukan berjaket hijau khas Gojek mudah ditemui. Merekapun wara wiri melintas ke sana ke mari.
Semula banyak yang menilai Gojek akan tumbang di tengah jalan jika terus membakar uang untuk subsidi. Namun tampaknya Nadiem sudah memperhitungkannya dengan jeli. Perlahan-lahan dia pun mengurangi subsidi. Entah kurang uang atau memang sudah saatnya mencari uang.
Kebijakan Rush Hour
Setelah promo Rp 10.000 disudahi, Gojek mulai menjalankan strategi baru. Gojek menaikkan tarif harga menjadi Rp 15.000 ke mana saja dengan syarat yang sama. Pada September 2015, Gojek mengeluarkan kebijakan Rush Hour yakni mulai dari pukul 16.00 – 19.00 wib. Pada jam itu, harga Rp 15.000 hanya berlaku untuk 6 kilometer pertama. Selanjutnya, pelanggan dikenai tarif Rp 2.500 per kilometer.
Kebijakan Rush Hour ini cukup cerdas. Gojek bisa menambah potensi pendapatan, jika pada jam biasa Rp 15.000 bisa kemana saja, tetapi pada Rush Hour, pelanggan harus mengeluarkan fulus ekstra jika menempuh pejalanan lebih dari 6 kilometer. Cara itu terus dipertahankan Gojek. Demi menggaet banyak pelanggan, pada Februari 2016, Rush Hour dibuat menjadi dua waktu, yakni pada pukul 06.00 - 09.00 dan 16.00 - 19.00.
Di penghujung tahun 2015, Gojek menghapus tarif flat Rp 15.000 ke mana saja. Untuk perjalanan 1 sampai 10 kilometer Gojek memasang tarif Rp 12.000, sementara untuk jarak 10 kilometer sampai 15 kilometer dikenakan tarif Rp 15.000. Jika lebih dari 15 kilometer, maka pelanggan akan dikenai tarif 2.000/kilometer sesudahnya.
Tarif itu bertahan sampai tahun 2016. Pada bulan Februari, tarif masih sama, hanya saja pada Rush Hour jam 06.00 sampai 09.00 dan 16.00 sampai 19.00 pelanggan dikenai tarif tambahan sebesar Rp 5.000 untuk satu kali perjalanan. Pada bulan April 2016, Gojek kembali merubah kebijakan tarifnya. Kali ini tidak lagi menggunakan sistem flat atau jarak tertentu. Gojek memberlakukan tarif per kilometer dengan minimum payment. Untuk jam normal, tarif sebesar Rp 1.500 per kilometer dengan minimum pembayaran Rp 12.000, sedangkan untuk Rush Hour tarif sebesar Rp 2.000 per kilometer dengan minimum payment Rp 15.000.
Banting Harga Pasca Investasi Besar
Awal Agustus ini, Gojek baru saja mendapat suntikan dana besar $550 juta atau setara Rp 7,2 triliun yang berasal dari KKR, Warburg Pincus, Farallon Capital dan Capital Group Private Markets. Tak berselang lama, Gojek kembali mengubah tarifnya. Tak tanggung-tanggung, pada 13 Agustus, Gojek menurunkan minimal payment menjadi Rp 4.000 dengan tarif per kilometer Rp 1.500. Sementara untuk Rush Hour minimum payment menjadi Rp 8.000 dengan tarif per kilometer Rp 2.000.
Kebijakan itu pun sontak membuat parapengemudi keberatan. Sebabnya, penurunan tarif baru itu diperkirakan bakal membuat para driver mengalami penurunan pendapatan. Selain karena tarif turun, driver juga menyesalkan sistem bonus dengan penilaian performance. Sistem itu dinilai makin sulit buat mendapatkan bonus dan tentu saja, tenaga para pengemudi bakal menjadi tumbalnya. Ribuan pengemudi pun sempat melakukan aksi demonstrasi di beberapa daerah. Para pengemudi menuding Gojek membanting harga lantaran bersaing dengan Grab Bike yang selama ini berani lebih pasang harga murah.
Di satu sisi, langkah Gojek ini membuat para pelanggannya tersenyum. Mereka tidak perlu mengeluarkan uang Rp 12.000 untuk perjalanan yang mungkin hanya 1-5 kilometer. Kabar ini tentu menggembirakan dan lebih fair bagi pelanggan. Namun, tentu saja Gojek tidak hanya hidup bergantung pada pelanggannya saja, tetapi juga para pengemudinya sebagai mitra yang loyal.
Tentunya tarif bukan menjadi tarif akhir Gojek. Melihat ambisi menjadi aplikasi one stop service yang menyediakan segala jenis jasa, tentu Gojek masih akan melakukan manuver-manuver baru yang lebih sensasional. Apakah tarif itu akan lebih murah atau justru lebih mahal, tentu hanya Nadiem berikut manajemen PT Gojek Indonesia yang tahu. Faktanya, saat ini, dengan dana Rp 7,2 triliun, Gojek masih memiliki nafas panjang untuk melakukan manuver dan melebarkan sayap. Mereka akan terus membakar uang hingga nilai valuasinya pun menjadi lirikan.
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti