Menuju konten utama

Beda Persepsi soal BHR Jadi Penyebab Polemik Aplikator vs Ojol

Polemik besaran BHR yang diharapkan mitra ojol berdasar masa kerja, akibat beda persepsi soal konsep bonus dengan THR.

Beda Persepsi soal BHR Jadi Penyebab Polemik Aplikator vs Ojol
ilustrasi ojol dapat thr. tirto.id/Fuad

tirto.id - Pemerintah akhirnya menjawab keresahan para mitra pengemudi ojek online (ojol) terkait tuntutan tunjangan hari raya (THR). Lewat Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan, 11 Maret 2025, muncul imbauan agar perusahaan jasa transportasi online memberi insentif jelang Hari Raya Lebaran 2025.

Namun, sedikit berbeda dengan konsep Tunjangan Hari Raya (THR), Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/3/HK.04.00/III/2025 berisikan tentang, “Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Angkut Berbasis Aplikasi.”

Dalam dokumen tersebut disebutkan imbaun bagi perusahaan aplikasi untuk memberi bonus hari raya (BHR), sebagai wujud kepedulian perusahaan kepada para pengemudi daring dan kurir.

“Bonus Hari Raya Keagamaan ini merupakan apresiasi atas kerja keras pengemudi dan kurir online yang telah berkontribusi dalam mendukung layanan transportasi dan logistik digital di Indonesia. Saya harap kebijakan ini dapat dilaksanakan dengan baik demi kesejahteraan mereka dan mewujudkan ekosistem ketenagakerjaan yang harmonis,” ujar Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli dalam pernyataan resmi Kemnaker, Kamis (13/3/2025).

Surat Edaran tersebut membuat para pengemudi online hingga kurir, akhirnya mendapatkan BHR. “Alhamdulillah saya dapat kemarin, minggu, Rp250 ribu,” ujar Chairudin, salah seorang mitra pengemudi ojol berlogo hijau, yang Tirto temui, Selasa (25/3/2025).

Dia bersyukur akhirnya insentif terkait hari raya yang sudah dia dan rekan-rekannya rindukan beberapa tahun terakhir akhirnya tercapai. Meski begitu dia merasa bingung dengan besaran BHR yang dia dan rekan-rekannya dapatkan. Sebab, jumlahnya berbeda-beda. Kisaran Rp50 ribu hingga Rp900 ribu.

Beberapa mitra yang “senior”, menurut Chairudin, kebanyakan hanya mendapat nilai terendah dari rentang tersebut. “Ya, yang saya dapat saja, Rp250 ribu saja, paling habis buat sehari makan, kalau mau beli baju baru, sudah tidak cukup,” ceritanya.

Narasi yang sama juga banyak beredar di media sosial. Beberapa mitra ojol mengeluhkan masa kerja panjang mereka yang tidak diperhitungkan oleh operator aplikasi ojol dalam perhitungan BHR.

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) juga turut mengecam kebijakan pemberian BHR bagi mitra ojol, kurir, dan taksi online ini.

“Dari banyaknya pengaduan yang masuk ke nomor pengaduan THR Ojol, SPAI menerima aduan yang lebih tidak manusiawi lagi dari laporan sebelumnya, seorang pekerja ojol Gojek hanya dibayar THR-nya senilai Rp50 ribu padahal pendapatannya selama 12 bulan sebesar Rp93 juta,” ujar Ketua SPAI, Lily Pujiati, dari keterangan yang Tirto terima, Selasa (25/3/2025).

Lily menyebut kalau nilai tersebut memberi kesan merendahkan maratabat para mitra yang telah berkontribusi bagi perusahaan. Selain itu, dia merasa angkanya jauh dari apa yang disampaikan pidato Presiden Prabowo Subianto.

“Angka ini sangat jauh berbeda dari informasi yang diterima Presiden mengenai THR ojol sebesar Rp1 juta yang akan diberikan platform bagi para pekerjanya,” kata dia.

Hal senada diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring (Garda) Indonesia, Raden Igun Wicaksono. Ia juga mengutarakan kekecewaannya karena BHR yang menurut dia nilainya rata-rata Rp50 ribu.

“Kami sangat kecewa, karena selama ini ojol dipotong biaya aplikasi saja hampir mencapai 50 persen setiap ordernya dan rata-rata ojol sudah memberikan kontribusi pendapatan sangat besar kepada aplikator ada yang setahun bisa mencapai Rp60 juta bahkan lebih,” tutur Igun dalam keterangannya kepada Tirto, Selasa (25/3/2025).

Menurut Igun ini bentuk perbudakan bagi ojol dan bukan sebagai mitra. Dia juga mengimbau pemerintah untuk mengambil tindakan tegas untuk menjaga baik citra mereka di mata seluruh rakyat Indonesia.

“Bagi kami, BHR Rp50 ribu ini sudah merupakan bentuk bukti nyata dari suatu praktik perbudakan tersistematis terhadap rakyat Indonesia yang bekerja sebagai ojol dan kami asosiasi mengecam praktik perbudakan ini,” tambahnya.

Garda juga telah telah melaporkan hal ini kepada Wamenaker, Immanuel Ebenezer, karena nilai BHR dirasa tidak sesuai dengan surat edaran. Igun mengatakan kalau Wamenaker juga telah menerima laporan dan mengimbau para mitra yang merasa BHR tidak sesuai bisa melapor ke posko THR Kemnaker.

Menaker terima perwakilan pengemudi ojek daring terkait THR

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli (keempat kanan) didampingi Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer (kelima kanan) dan Staf Khusus Menaker Indra MH (ketiga kanan) berdialog dengan sejumlah pengemudi ojek daring yang tergabung dalam Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Senin (17/2/2025). Menteri Ketenagakerjaan Yassierli beserta jajaran menerima perwakilan pengemudi ojek darung yang menuntut pembayaran tunjangan hari raya (THR). ANTARA FOTO/Reno Esnir/sgd/tom.

Perhitungan Pembagian Bonus Sudah Pantas

Gojek dan Grab, dua penyedia layanan ojol terbesar di Indonesia, memastikan kalau mereka akan mengikuti surat edaran dan memberikan BHR kepada mitra.

Country Managing Director Grab, Neneng Goenadi, mengatakan, langkah ini merupakan bentuk apresiasi perusahaan kepada mitra pengemudi yang memberikan kontribusi dalam melayani pelanggan.

“Layanan terbaik lahir dari dedikasi mitra pengemudi yang aktif menyelesaikan pesanan setiap hari. Program bonus ini dirancang untuk memberikan penghargaan secara adil, di mana tingkat apresiasi yang diterima mencerminkan tingkat keaktifan, kontribusi, dan pencapaian masing-masing mitra,” ucap Neneng, dikutip Tirto, Selasa (11/3/2025).

Sementara Gojek memastikan telah menyalurkan BHR kepada mitra mereka. Chief of Public Policy & Government Relations GoTo, Ade Mulya, memastikan nilainya juga telah sesuai dengan surat edaran dari pemerintah.

"BHR ini bukan Tunjangan Hari Raya (THR) sebagaimana untuk pekerja formal, melainkan merupakan inisiatif mandiri Gojek untuk mendukung mitra driver menyambut Idulfitri. Gojek telah memenuhi imbauan pemerintah untuk memberikan BHR setara dengan ±20 persen penghasilan bersih rata-rata per bulan kepada Mitra Juara Utama,” terangnya dalam keterangan resmi yang Tirto terima, Selasa (25/3/2025).

Dalam keterangannya dia juga meluruskan kalau perhitungan angka 20 persen bukan dari pendapatan per tahun. Mereka juga menegaskan pengaturan besaran BHR berdasar kategori mitra. Nominal tiap kategori disesuaikan dengan tingkat keaktifan, kinerja, konsistensi, dan produktivitas, serta tetap mempertimbangkan kemampuan perusahaan.

Dalam keterangan tersebut, Gojek juga melampirkan pembagian kategori untuk tiap mitra. Ada perbedaan bagi mitra pengemudi roda dua dan roda empat. Terdapat lima kategori mitra.

Kategori mitra juara utama mendapat besaran BHR Rp900 ribu (roda dua) dan Rp1,6 juta (roda empat). Selanjutnya kategori mitra juara; Rp450 ribu dan Rp800 ribu. Diikuti kategori mitra unggulan Rp250 ribu danRp500 ribu; kategori mitra andalan Rp100ribu (untuk roda dua dan roda 4); dan mitra harapan Rp50 ribu (juga untuk roda dua dan roda empat).

Klasifikasi mitranya berdasar kriteria hari aktif minimal 25 hari/bulan (roda dua) atau 20 hari (roda empat), dengan jam online 200 jam/bulan (roda dua) dan 160 jam (roda empat), dan tingkat penerimaan dan penyelesaian minimal 90 persen/bulan.

Perbedaan besaran BHR bergantung pada periode pencapaian. Untuk kategori mitra juara utama misalnya, jika bisa mempertahankan performa seperti yang disebut di atas selama Maret 2024-Februari 2025. Sementara mitra Andalan (BHR Rp 100 ribu) hanya mencapai performa pada Februari 2025.

Terkait BHR Rp50 ribu yang ramai di masyarakat, masuk kategori mitra harapan. Baik untuk kendaraan roda dua maupun roda empat klasifikasi yang perlu dipenuhi hanya tingkat penerimaan bid dan penyelesaian trip minimal 90 persen/bulan, dengan periode pencapaian hanya di Februari 2025.

“Dengan pembagian ini, BHR dapat tepat sasaran dan menjangkau mitra-mitra yang telah berkontribusi nyata dalam ekosistem dan terus memberikan layanan terbaik kepada pelanggan,” tambah Ade.

Konpers Presiden Prabowo Terkait THR Ojol

Keterangan Pers Presiden Prabowo Terkait Bonus Hari Raya kepada Pengemudi Online,10 Maret 2025. FOTO/Tangkapan layar Youtube Setpres RI

Memahami Surat Edaran soal BHR

Mengulik dokumen surat edaran soal BHR dari Kemnaker, ada beberapa ketentuan yang disebut di situ. Di poin ketiga disebut kalau BHR hanya diberikan bagi pengemudi dan kurir online yang produktif dan berkinerja baik. Terkait perhitungannya, tercantum perhitungan secara proporsional sesuai kinerja dengan perhitungan 20 persen dikali dengan rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.

Terkait patokan perhitungan yang tidak sama persis dengan imbauan surat edaran, Pakar Hukum Perburuhan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Nabiyla Risfa Izzati, mencoba melihat dari dua sudut pandang. Kekecewaan mitra yang tidak menerima BHR bisa dipahami, namun mengingat ketentuan yang dikeluarkan pemerintah hanya surat edaran yang cenderung tidak mengikat, wajar kalau perusahaan penyedia jasa melakukan penyesuaian.

“Kalau dari kacamata penyedia jasa ojol, mereka bisa saja mengatakan bahwa ini adalah diskresi yang dilakukan oleh perusahaan, disesuaikan dengan kondisi keuangan perusahaan,” ujar dia kepada Tirto, Selasa (25/3/2025).

Dari informasi yang dia dapatkan –serupa dengan skema yang disebut Gojek di atas, perhitungannya menggunakan angka yang yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Namun, ketentuan ini juga hanya ada di satu platform, dia mengaku tidak mengetahui skema dari penyedia jasa lain.

Terkait dengan adanya kesalahpahaman soal besaran BHR yang diharapkan mitra ojol berdasar masa kerja, akibat salah pahamnya konsep bonus yang disamakan dengan THR.

Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, beranggapan kalau untuk sistem kerja mitra seperti ojol ataupun kurir skema yang tepat dalam pemberian bonus adalah berdasar performa.

"Karena THR itu di dalam Undang-Undang Cipta Kerja, (diberikan) kepada pekerja-pekerja yang relatif tetap di perusahaan. Kan ojol ini mitra independen, enggak ada perjanjian kerja, jadi enggak bisa,” tuturnya dalam sambungan telepon dengan Tirto, Selasa (25/3/2025).

Sementara menurut Nabilya, kesalahpahaman terkait skema tersebut tak terhindarkan. Hal ini sebab surat edaran yang berlaku berpotensi menimbulkan kerancuan.

Terlepas dari semua polemik yang ada, Nabilya menyebut kalau ketentuan BHR yang ada pada 2025 jauh lebih baik implementasinya dibanding tahun-tahun sebelumnya. “Ini sepertinya ada kaitan dengan push yang diberikan Presiden Prabowo ketika mengumumkan surat edaran BHR ini, dengan cara memanggil bos Grab dan Gojek,” tutur Nabiyla.

Terkait permasalahan THR pekerja ojol yang terus muncul dari tahun ke tahun, Tadjudin dan Nabilya sepakat, kalau akar masalahnya lebih karena tidak ada aturan yang jelas terkait kesejahteraan pekerja lepas.

Tadjudin menyebut pemerintah bisa meniru skema terkait kesejahteraan asisten rumah tangga (ART), yang akhirnya punya landasan hukum.

Sementara menurut Nabilya penting untuk memperjelas hubungan kemitraan antara pengemudi ojol ataupun kurir dengan platform. Kemnaker perlu punya ketentuan terkait hal ini.

“Menurut saya idealnya yang diatur bukan BHR, tapi yang diatur adalah hubungan kemitraan antara pengemudi dan digital platform itu seperti apa. Pemerintah sudah menjanjikan itu cukup lama. Kementerian Ketenagakerjaan dari 2 tahun yang lalu sudah mengatakan bahwa mereka sudah menggodok permenaker misalnya, tapi ternyata sampai sekarang belum keluar juga,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait OJOL atau tulisan lainnya dari Alfons Yoshio Hartanto

tirto.id - News
Reporter: Alfons Yoshio Hartanto
Penulis: Alfons Yoshio Hartanto
Editor: Abdul Aziz