Menuju konten utama

Ada Ojol Pendapatan Rp93 Juta Setahun tapi BHR Cuma Rp50 Ribu

Angka ini sangat jauh berbeda dari informasi yang diterima dari Presiden Prabowo bahwa THR ojol sebesar Rp1 juta.

Ada Ojol Pendapatan Rp93 Juta Setahun tapi BHR Cuma Rp50 Ribu
Presiden Prabowo Subianto (kedua kiri) berbincang dengan CEO Gojek Patrick Walujo (kanan) dan para pengemudi ojek daring seusai menyampaikan keterangan terkait pemberian tunjangan hari raya (THR) di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (10/3/2025). Presiden Prabowo mengumumkan pengemudi ojek daring bakal mendapatkan bonus THR Idul Fitri 1446 H yang besarannya masih dibahas oleh kementerian dan pihak terkait. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/sgd/YU

tirto.id - Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengecam kebijakan pemberian Bonus Hari Raya (BHR) bagi pekerja ojek online (ojol), taksi online, dan kurir yang dinilai tidak berperikemanusiaan dan diskriminatif.

Pasalnya, SPAI mendapatkan laporan bahwa ada seorang pekerja ojol yang hanya menerima Rp50 ribu meskipun penghasilannya mencapai Rp93 juta selama setahun.

“Dari banyaknya pengaduan yang masuk ke nomor pengaduan THR Ojol, SPAI menerima aduan yang lebih tidak manusiawi lagi dari laporan sebelumnya, seorang pekerja ojol Gojek hanya dibayar THR nya senilai Rp50 ribu padahal pendapatannya selama 12 bulan sebesar Rp93 juta,” ujar Ketua SPAI, Lily Pujiati, dalam keterangan tertulisnya saat dikonfirmasi Tirto pada Selasa (25/3/2025).

Lily mengatakan BHR yang diberikan kepada ojol tak sesuai dengan pidato Presiden Prabowo Subianto yang mengamanatkan kesejahteraan mitra kerja kepada para platform.

Dia juga menilai bahwa angka yang diberikan ini merendahkan martabat ojol yang telah berkontribusi pada perusahaan.

“Angka ini sangat jauh berbeda dari informasi yang diterima Presiden mengenai THR ojol sebesar Rp1 juta yang akan diberikan platform bagi para pekerjanya,” kata dia.

Selain itu, Lily menilai hitungan ketentuan pemberian BHR yang ditetapkan juga tidak adil. Pasalnya, menurut dia, sepinya orderan para pekerja ojol disebabkan oleh skema prioritas yang diterapkan platfrom, seperti adanya adanya akun prioritas, skema slot, skema aceng (argo goceng), dan skema level/tingkat prioritas.

“Belum lagi potongan platform selangit yang mencapai 50% yang berdampak pada penurunan pendapatan pekerja ojol dan membuat seolah-olah pengemudi tidak berkinerja baik,” ujar Lily.

Oleh karena itu, Lily juga mengatakan akan melakukan pengaduan massal THR ojol kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Namun, saat ada rencana pengaduan, Lily mengaku para pekerja mendapat intimidasi berupa sanksi suspend dan putus mitra (PHK) dari platform.

“Untuk itu kami mendesak Kemnaker untuk menindak tegas platform yang memberi sanksi kepada pekerjanya,” katanya.

Dia juga meminta agar Kemnaker mewajibkan kepada platform untuk tranparansi pendapatan bulanan dan tahunan kepada para pekerjanya. Karena selama ini hanya dapat diakses secara terbatas. Sehingga semua pihak dapat melakukan pengawasan.

“Selain itu Kemnaker harus aktif mengawasi pembayaran THR ojol ini dengan mewajibkan platform memberikan informasi kepada Kemnaker terkait jumlah pekerja dan pembayaran THR ojol yang telah dilakukan. Jadi Kemnaker tidak hanya menunggu laporan yang masuk,” tutup Lily.

Baca juga artikel terkait LEBARAN 2025 atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto