Menuju konten utama

Penegakan Aturan Tak Tegas, Ormas Merajalela Minta THR

Fenomena ormas minta THR harus ditangani dengan pendekatan yang lebih sistematis dan strategis.

Penegakan Aturan Tak Tegas, Ormas Merajalela Minta THR
Wahyu Hidayat memperlihatkan surat edaran berisi permintaan THR dari salah satu ormas, di Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Tirto.id/Dwi Aditya Putra

tirto.id - Wahyu Hidayat resah usai dua pria berseragam hitam mendatangi toko ponsel milik bosnya. Salah satu pria itu bertubuh kurus, lengannya bertato, dan ada tindik di kupingnya. Mereka datang secara tiba-tiba dan menyodorkan selembar amplop yang dibumbui dengan stempel cap basah.

Perihal surat itu adalah permintaan tunjangan hari raya (THR) dari sebuah organisasi masyarakat atau ormas.

"Ya kalau resah mah [pasti] ada," ujar Wahyu kepada Tirto, Senin (24/3/2025).

Wahyu memperlihatkan surat itu kepada Tirto. Kop surat menerakan nama: Dewan Pimpinan Sektor Gabungan Inisiatif Barisan Anak Siliwangi (GIBAS), Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi. Surat bernomor 06/DPS-GIBAS/THR-BKS/04/2025 itu menjelaskan bahwa pemberian THR tersebut ditujukan untuk kesejahteraan anggota GIBAS yang ada di wilayah tersebut.

"Untuk surat edaran THR dikasihnya Selasa minggu kemaren. Dan hari Minggu kemarin, udah di mintain. Cuma dari pihak toko ngasih [tidak banyak]," ujar Wahyu.

Meski dua orang itu tidak melayangkan ancaman dan paksaan, kedatangan mereka tetap saja meresahkan Wahyu. Pasalnya, anggota ormas seperti mereka bisa datang hampir di setiap hari-hari besar keagamaan.

Terlebih, ormas tersebut tidak hanya menyampaikan surat permintaan THR ke toko bosnya, tapi juga ke seluruh toko yang ada di wilayah Tambun Utara.

"Karena memang sudah biasa tindakan itu tiap tahunnya," pungkas Wahyu.

Aksi ormas atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) meminta-minta THR seperti itu sebenarnya dilarang oleh pemerintah daerah. Namun, nyatanya aksi itu tetap berlangsung. Bahkan, tak sedikit anggota ormas yang kerap mengancam dan melukai korban.

Salah satu contoh aksi anggota ormas yang sempat viral beberapa waktu lalu adalah aksi si Jagoan Cikiwul di Bantargebang, Kota Bekasi.

Nama aslinya adalah Suhada. Dia bikin warganet geger lantaran mengintimidasi satpam sebuah perusahaan industri plastik pada Senin (17/3/2025). Dia marah-marah lantaran tidak bisa menemui pimpinan perusahaan tersebut.

Suhada alias Jagoan Cikiwul menyebut dirinya anggota LSM GMBI. Dia datang dengan membawa proposal yang isinya meminta “partisipasi” perusahaan untuk acara buka bersama. Namun, dia gagal menemui pimpinan perusahaan itu dan menumpahkan kekesalannya kepada sekuriti.

Sementara itu, dua anggota LSM menusuk petugas keamanan SMKN 9 Tangerang di Desa Pesanggrahan, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang, Banten, pada Senin (17/3/2025) sekitar pukul 12.10 WIB. Insiden yang melibatkan dua petugas satpam bernama Karyono dan Sunarto terjadi di halaman sekolah.

Penusukan tersebut diduga terjadi usai dua anggota LSM itu hendak meminta THR kepada pihak sekolah. Mereka sudah berkirim surat sebelumnya dan diarahkan untuk bertemu Kasi Humas SMKN 9 Tanggerang.

Mereka sempat terlibat adu mulut dengan dua satpam SMKN 9 Tangerang. Pelaku kemudian terlihat memukul dan melakukan penusukan hingga menyebabkan salah satu satpam mengalami lima luka tusuk di bagian belakang kepala.

Faktor yang Melatari Ormas Minta THR

Peneliti Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, menilai bahwa fenomena LSM atau ormas meminta-minta THR adalah cerminan dari beberapa permasalahan sosial, ekonomi, dan budaya yang mengakar di Indonesia.

Setiap tahun, menjelang Idulfitri, praktik itu selalu mencuat dan menjadi sorotan, terutama karena sering kali dilakukan dengan disertai tekanan halus atau bahkan intimidasi terhadap pelaku usaha.

"Ada beberapa alasan mengapa fenomena ini marak setiap Ramadhan," kata Muhammad kepada Tirto, Senin (24/3/2025).

Muhammad menyebut alasan pertama yakni ada anggapan kultural bahwa Ramadhan adalah bulan berbagi dan memberi. Banyak pihak, termasuk perusahaan dan individu, merasa berkewajiban untuk berbagi.

Sayangnya, semangat berbagi ini kadang disalahgunakan oleh segelintir kelompok yang menjadikannya sebagai kesempatan untuk mengumpulkan dana. Caranya mulai dari meminta secara halus hingga menggunakan paksaan.

Alasan kedua, lemahnya regulasi dan penegakan hukum terhadap praktik permintaan THR ini. Tidak ada aturan yang tegas melarang atau membatasi ormas dan LSM mintaan THR ke pelaku usaha maupun individu.

"Ketika tidak ada tindakan tegas dari pemerintah, para pelaku semakin percaya diri untuk melanjutkan cara-cara ini karena merasa aman dari konsekuensi hukum," kata Muhammad.

Sementara itu, ekonom dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, berpendapat bahwa pengawasan terhadap ormas dan LSM masih lemah. Karena itulah, mereka bisa dengan mudah meminta THR atau bahkan mengganggu iklim investasi.

Kondisi tersebut tentu saja merugikan pengusaha. Pasalnya, mereka sudah memberikan THR bagi karyawannya sesuai dengan aturan yang berlaku. Artinya, pengusaha harus menyiapkan dana ekstra untuk permintaan THR ormas demi menghindari gangguan lebih lanjut.

"THR ormas ini tidak ada aturannya. Bahkan, mereka memaksa dengan dalih tidak ada aturan yang melarang ormas minta THR," kata Nailul kepada Tirto, Senin (24/3/2025).

Menurut Nailul, pengawasan terhadap ormas dan LSM sudah sepatutnya dievaluasi. Bukan hanya legalitasnya saja yang perlu ditinjau ulang, tapi juga aspek kebermanfaatan ormas bagi lingkungan sekitarnya.

Jika ormas didirikan hanya untuk meminta THR ataupun jatah dari pabrik, tak masalah bila ia dibubarkan. Bahkan, peraturan soal pendirian ormas secara umum pun memang perlu diperketat.

"Sudah banyak kejadian ormas yang merugikan masyarakat dan perusahaan. Belum lagi ada faktor kedekatan dengan istana yang semakin membuat ormas tersebut jumawa," tegas Nailul.

Hal lainnya, menurut Muhammad Anwar dari IDEAS, adalah faktor ekonomi yang turut berperan. Banyak ormas dan LSM yang sebenarnya menghadapi keterbatasan dana untuk menjalankan program mereka sehingga mereka mencari cara lain untuk mendapatkan pemasukan, termasuk melalui permintaan THR.

Beberapa kelompok mungkin memang benar-benar membutuhkan bantuan untuk menjalankan aktivitas sosial mereka. Namun, ada pula yang menjadikannya sebagai ladang bisnis dengan mengatasnamakan kepentingan sosial.

Mengatasi Ormas Tak Cukup Imbauan

Masalah ormas minta-minta THR ini, kata Muhammad dari IDEAS, tidak bisa diselesaikan hanya dengan regulasi atau imbauan moral. Ia harus ditangani dengan pendekatan yang lebih sistematis dan strategis.

Pertama, perlu ada regulasi yang lebih tegas terkait praktik permintaan THR oleh ormas dan LSM.

"Pemerintah daerah maupun pusat harus menetapkan aturan yang jelas bahwa permintaan THR secara paksa atau dengan intimidasi adalah tindakan yang melanggar hukum dan harus ditindak,” demikian kata Muhammad.

Kedua, pemerintah harus memperkuat mekanisme pelaporan bagi masyarakat dan pelaku usaha yang merasa tertekan oleh permintaan THR dari ormas atau LSM. Sebab selama ini, banyak pengusaha kecil maupun pedagang pasar yang enggan melapor karena khawatir akan ada balasan dari ormas.

"Jika pemerintah daerah menyediakan layanan aduan yang cepat tanggap serta menjamin perlindungan bagi pelapor, maka korban pemerasan bisa lebih berani bersuara," ujarnya

Ketiga, menurut Muhammad, penting juga mengedukasi masyarakat serta dunia usaha bahwa mereka tidak wajib memberikan THR kepada pihak-pihak yang meminta dengan cara yang tidak sah.

Dunia usaha juga harus berani menolak dan melaporkan jika ada tekanan dari ormas. Jika semakin banyak pihak yang menolak dan berani melawan praktik ini, kebiasaan buruk ini akan semakin sulit dilakukan.

Terakhir pendekatan ekonomi juga harus dilakukan. Salah satu alasan mengapa ormas dan LSM melakukan praktik ini adalah karena mereka mengalami kesulitan pendanaan untuk menjalankan aktivitas mereka.

Oleh karena itu, pemda bisa menggandeng ormas-ormas yang legal dan memiliki aktivitas sosial yang jelas untuk mendapatkan pendanaan dengan skema yang lebih transparan, misalnya hibah sosial yang terverifikasi.

Jika ormas punya akses ke pendanaan resmi, mereka tidak perlu lagi melakukan praktik meminta-minta dengan cara yang tidak etis.

Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto, sebelumnya pernah dengan tegas melarang ormas meminta THR menjelang momen Lebaran 2025. Larangan ini merupakan tindak lanjut dari imbauan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

“Sudah jelas Pak Gubernur melarang. Kemarin pagi, saya dan Pak Wakil mengeluarkan surat larangan untuk ormas meminta THR karena implikasinya akan menjadi beban,” kata Tri, dikutip dari situs resmi PDIP Jawa Barat, Senin (24/3/2025).

Tri bahkan menegaskan bahwa pihaknya akan melaporkan ke kepolisian jika ada ormas yang nekat meminta THR, terutama karena hal tersebut dinilai mengandung unsur pidana.

“Saya kira, jika ada unsur pidana, kami akan laporkan ke pihak kepolisian,” tegasnya.

Baca juga artikel terkait ORMAS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi