Menuju konten utama

Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, Mana Lebih Dulu Jadi Unicorn?

Kurang dari satu dekade terakhir, dunia bisnis Indonesia bak dijungkirbalikan oleh hadirnya perusahaan-perusahaan rintisan (start-up) yang banyak membawa perubahan dan kontroversi. Dalam waktu yang relatif singkat, mereka berhasil menggaet jutaan pelanggan. Beberapa di antaranya mungkin masih merugi, tetapi mempertontonkan potensi valuasi yang menjanjikan.

Go-Jek, Traveloka, Tokopedia, Mana Lebih Dulu Jadi Unicorn?
Founder & CEO Go-Jek Nadiem Makarim berpose di kantor Go-Jek, Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (1/3). Setelah diluncurkan pada Januari 2015, Aplikasi Go-Jek kini sudah diunduh lebih dari 11 juta kali dan telah menggandeng 200 ribu pengemudi di seluruh indonesia. [Antara Foto/Widodo S. Jusuf]

tirto.id - Siapa yang belum pernah mendengar nama Go-Jek dan Traveloka? Bagi mereka yang memiliki smartphone, nama keduanya tentu sangat familier. Yang satu menelurkan aplikasi layanan berbasis transportasi, sementara yang lain menyediakan layanan pemesanan dan pembayaran tiket pesawat yang gampang dan mudah.

Atau jika belum terlalu familier dengan keduanya, setidaknya masyarakat pasti pernah menyaksikan musisi muda berbakat Isyana Sarasvati barang lima-sepuluh detik di layar kaca yang bertarung dengan gangster bersenjatakan piring dan sumpit. Ya, dara manis itu beraksi dalam iklan Tokopedia, sebuah start-up lain yang bergerak di bidang C2C (costumer-to-costumer, atau costumer-to-consumer) e-commerce, atau sederhananya menyediakan platform digital bagi mereka yang ingin berdagang.

Lantas apa yang menjadi persamaan dari ketiganya? Mereka sama-sama perusahaan rintisan yang saat ini sedang naik daun, dan mungkin paling menjanjikan di Nusantara.

Beberapa waktu yang lalu, the Wall Street Journal mengabarkan bahwa sejumlah investor yang memiliki nama besar, KKR & Co. beserta Warburg Pincus LLC, sedang mempertimbangkan untuk menanamkan sejumlah dana pada PT Go-Jek Indonesia hingga $400 juta. Apabila rencana itu terealisasi, Go-Jek akan menjadi perusahaan pertama yang memiliki nilai valuasi sekitar $1,2 miliar. Ini berarti Go-Jek akan masuk ke dalam klub Unicorn alias perusahaan dengan valuasi lebih dari $1 miliar. Ini merupakan capaian perdana dari sebuah perusahaan rintisan asal Indonesia.

Terbentuknya Unicorn juga akan menjadi penegas bahwa pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara yang pada 2015 lalu mengatakan bahwa tahun ini akan lahir dua Unicorn di Indonesia bukanlah omong kosong.

"Kita ingin tahun depan kita punya dua unicorn e-commerce. Perusahaan e-commerce dengan kapitalisasi pasar $1 miliar. Saya percaya itu ada tahun depan," ujarnya pada suatu saat di bulan Oktober.

Go-Jek, Calon Utama Unicorn Indonesia

Investasi Go-Jek memang baru baru kabar kabur, yang belum dikonfirmasi. Namun jika melihat potensi peluang bisnis yang dijanjikan oleh Go-Jek sangat menggiurkan, besar kemungkinan investasi itu akan terealisasi. Dalam setahun terakhir, Go-Jek memang terus berinovasi dari sisi layanan sehingga potensinya di masa depan cukup menjanjikan.

Go-Jek pada awalnya memang berangkat dari layanan jasa transportasi berbasiskan motor. Namun, berdasarkan informasi yang diketahui oleh tirto.id, perusahaan aplikasi ini sedang berusaha bergerak menuju one-stop service application, yakni pelanggan dapat melakukan pemesanan berbagai macam jasa hanya dari satu aplikasi.

Hingga tulisan ini dibuat, Go-Jek telah menyediakan 11 variasi layanan jasa dalam aplikasinya, dan sangat mungkin jasa layanan itu akan bertambah di masa depan. Hal inilah yang membedakan Go-Jek dengan aplikasi layanan transportasi seperti Grab maupun Uber. Jika arah pengembangan bisnisnya baik, Go-Jek boleh dikata memiliki potensi untuk tumbuh lebih besar, bahkan dari Uber.

Sebagai catatan, Uber sendiri saat ini merupakan start-up dengan valuasi tertinggi di dunia, dengan nilai sebesar $62 miliar.

Dengan armada 200,000 pengemudi ojek, Go-Jek jelas memiliki sumber daya berlimpah untuk mengembangkan layanannya.

Merujuk pada sebuah data yang dilansir oleh Tech in Asia, persentase pertumbuhan pemesanan layanan Go-Jek masih sangat tinggi meski mengalami penurunan pada tahun ini. Untuk diketahui, pada Januari 2016, Go-Jek mencatatkan rata-rata 340.000 pemesanan per hari.

Go-Jek juga mengatakan, jumlah pemesanan layanan mereka pada kuartal II-2016 mengalami peningkatan 60 persen. Meski tidak dijelaskan, peningkatan ini dibandingkan dengan kinerja pada kuartal berapa, tetapi pada Juni 2016 Go-Jek berhasil mencatatkan total lebih dari 20 juta pemesanan atau artinya sekitar 667.000 pemesanan per hari.

Meskipun masih mencetak rugi, berdasarkan hitung-hitungan yang dilakukan oleh tirto.id sebelumnya, nilai transaksi yang mungkin dicapai oleh layanan Go-Food saja dalam aplikasi Go-Jek dapat mencapai Rp1,8 miliar/hari (asumsi 30 persen dari 667.000 pemesanan adalah layanan Go-Food).

Jika mempertimbangkan pemasukan dari jasa layanan yang lainnya, seperti Go-Car yang baru-baru ini diluncurkan oleh perusahaan itu, jumlah transaksi total per-hari pada aplikasi Go-Jek bisa jauh lebih besar dari angka di atas.

Hingga saat ini, Go-Jek memang masih memberikan subsidi kepada para pengemudinya. Jangankan pemasukan, Go-Jek masih terus-terusan mengeluarkan uang agar bisnisnya terus berjalan. Namun, dalam bisnis valuasi, investor membeli masa depan. Dengan potensi yang sedemikian besar, dan belum tereksplorasinya keseluruhan pasar di Indonesia, investasi Go-Jek jelas sangat menggiurkan para investor.

"Calon" Unicorn Lainnya

Go-Jek mungkin tinggal selangkah untuk menjadi Unicorn Indonesia yang pertama. Sejumlah perusahaan rintisan asal Indonesia lainnya juga digadang-gadang bisa menjadi Unicorn. Tokopedia dan Traveloka memiliki potensi besar untuk menyusul Go-Jek. Keduanya sama-sama memiliki potensi perkembangan bisnis yang juga sangat menjanjikan. Karena itu, kedua perusahaan sudah sama-sama meraih minat investasi.

Tokopedia yang lahir tahun 2009 mendapatkan pendanaan sebesar $100 juta dari Softbank dan Sequoia Capital pada Oktober 2014 yang lalu. Tech in Asia sendiri melaporkan bahwa pada April tahun ini, Tokopedia dikabarkan berhasil mendapatkan pendanaan tambahan sebesar $147 juta, meskipun William Tanuwijaya belum mengkonfirmasi informasi tersebut.

Dalam sebuah wawancara pada tahun 2011, Tanuwijaya mengungkapkan bahwa perusahaannya dapat mencapai transaksi bulanan sekitar $291 ribu. Pada 2012, Tokopedia berhasil menjual 1,2 juta item per bulan. Angka itu melonjak tajam menjadi 6 juta item yang terjual per bulan pada tahun 2014 dengan tingkat pertumbuhan bulanan 10 hingga 20 persen.

Berdasarkan data SimilarWeb, Tokopedia merupakan website terpopuler kesembilan di Indonesia, yang tertinggi di antara website serupa seperti OLX maupun Lazada. Masih oleh SimilarWeb, aplikasi Tokopedia menempati peringkat kedua dari daftar aplikasi yang paling sering digunakan pada smartphone Android di Indonesia.

"Saya dapat melihat Tokopedia menjadi Unicorn pertama Indonesia pada 2016," kata VinnieLauria, managing partner di Golden Gate Ventures, sebuah perusahaan modal ventura yang berbasis di Singapura yang telah berinvestasi di 12 perusahaan Indonesia, seperti dikutip dari Bloomberg.

"Tanpa pergudangan atau logistik, Tokopedia mengeluarkan biaya yang sangat sedikit. Sehingga mereka memiliki kemampuan untuk naik dengan sangat, sangat cepat dari waktu ke waktu.”

Sementara itu,kandidat kuat lainnya Traveloka, yang lahir pada tahun 2012, juga mendapatkan pendanaan dari perusahaan modal ventura yang cukup memiliki nama, seperti East Ventures dan Global Founder Capital asal Jerman yang juga pernah memberikan investasi mereka kepada Facebook serta Linkedin.

Lahir dari tangan tiga orang profesional yang pernah bekerja di Microsoft, NetSuite dan LinkedIn, Traveloka telah berhasil menjelma menjadi situs pencarian tiket penerbangan nomor satu di Indonesia, berdasarkan data dari SimilarWeb, baik itu dari penggunaan aplikasi maupun dari website.

SimiliarWeb mencatat Traveloka memiliki 10,5 juta pengunjung desktop Juni 2016. Jauh melebihi data pemesanan tiket di situs yang lain, termasuk dari situs resmi milik maskapai penerbangan yang beroperasi di Indonesia.

Selain itu,seperti dilansir dari laman Techcrunch, nilai pesanan tiket tahunan mereka diklaim telah melebihi $1 miliar.

Seperti dilaporkan oleh the Wall Street Journal, pasar Asia Tenggara menyimpan potensi yang sangat besar, dengan penduduk sekitar 600 juta dan pertumbuhan pengakses internet sebesar 124.000 orang baru setiap harinya – berdasarkan data dari Google Inc. dan Temasek Holdings bulan Mei lalu, bukan tidak mungkin Indonesia mampu mencetak calon-calon Unicorn yang lain.

Dengan potensi tersebut, siapa yang akan mendeklarasikan diri menjadi Unicorn pertama Indonesia, rasa-rasanya hanya tinggal menunggu waktu.

Baca juga artikel terkait BISNIS atau tulisan lainnya dari Ign. L. Adhi Bhaskara

tirto.id - Bisnis
Reporter: Ign. L. Adhi Bhaskara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti