tirto.id - Pemerintah menyatakan masyarakat yang membeli telepon seluler di luar negeri dan membawanya pulang ke Indonesia harus menyelesaikan sejumlah kewajiban. Salah satunya penumpang diwajibkan membayar pajak dalam rangka impor bila nilainya di atas 500 dolar AS atau Rp7 juta jika kurs Rp14.000 per dolar AS.
“Ada kewajiban pembayaran jika budget (barang) itu di atas 500 dolar AS,” ucap Heru dalam konferensi pers di Gedung Kominfo, Jumat (28/2/2020).
Per 18 April 2020 nanti pemerintah memang akan memperketat masuknya ponsel ilegal dengan kewajiban International Mobile Equipment Identity (IMEI) barang yang bersangkutan harus terdata di imei.kemenperin.go.id.
Bila sudah didaftarkan masyarakat dapat menggunakan ponsel tersebut terutama yang dibeli dari luar negeri lewat kiriman atau tentengan pribadi.
Akan tetapi, Heru mengingatkan pendaftaran IMEI saja tak cukup agar sebuah ponsel dapat digunakan di Indonesia. Bea cukai dan Kominfo, kata dia, sudah bekerja sama untuk memastikan ponsel ini memenuhi kewajiban keuangannya pada negara.
“Ini template-nya sudah ada. Masih dalam uji coba. Nanti register dan kemudian setelah itu kita bayar (pajak dalam rangka impor),” ucap Heru.
Pajak dalam rangka impor yang dimaksud terdiri dari tiga komponen biaya tambahan di luar harga beli sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.04/2018 Antara lain bea masuk 7,5 persen, PPn 10 persen, dan PPh sesuai pasal 22 (10 persen bila punya NPWP dan 20 persen bila tidak). Bila punya NPWP maka tarifnya ada di kisaran 27,5 persen dan tanpa NPWP 37,5 persen.
Heru juga menyinggung andaikata ada penumpang yang “kelupaan,” entah disengaja atau benar-benar lupa, ia mengatakan penumpang itu harus kembali ke bandara atau pelabuhan untuk membayarkan pajak ini.
“Nanti kita bicarakan mekanismenya kalau kelupaan, disiapkan ruangnya. Tapi kelupaan itu kecil sekali ya (kemungkinannya). Hanya yang benar-benar lupa soalnya,” ucap Heru.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz