Menuju konten utama
GWS

Tak Cuma bagi Lansia, Gelombang Panas juga Mematikan bagi Pemuda

Sebelumnya, gelombang panas banyak dikaitan dengan risiko kematian orang lansia. Namun, penelitian menemukan sebaliknya. Pemuda juga berisiko besar.

Tak Cuma bagi Lansia, Gelombang Panas juga Mematikan bagi Pemuda
Ilustrasi gelombang panas. foto/istockphoto

tirto.id - Seiring dengan makin parahnya krisis iklim, panas ekstrem makin sering terjadi dengan intensitas tinggi. Ini berdampak besar terhadap kesehatan manusia secara global. Kini, kematian akibat panas ekstrem tidak cuma banyak menyerang orang lanjut usia, tetapi juga orang-orang yang lebih muda.

Secara tradisional, kematian terkait panas lebih banyak dikaitkan dengan orang lanjut usia, khususnya mereka yang berusia di atas 65 tahun dan memiliki masalah kesehatan seperti penyakit kardiovaskular. Namun, penelitian terbaru di Meksiko menunjukkan, mereka yang lebih muda pun bisa masuk dalam kelompok rentan, khususnya orang-orang yang sering beraktivitas di luar ruangan di wilayah terdampak panas ekstrem.

Penelitian yang terbit di Jurnal Science Advances pada Desember 2024 tersebut mendapati, 75 persen kematian terkait panas terjadi pada individu berusia di bawah 35 tahun.

Anak muda, terutama yang bekerja di sektor pertanian, konstruksi, dan pekerjaan manual, sering terpapar panas dalam waktu lama. Akibatnya, mereka pun rentan terkena heatstroke, kondisi ketika mekanisme tubuh gagal mengatur suhu internal dengan baik akibat paparan panas ekstrem atau aktivitas fisik berat di lingkungan panas. Gejalanya dimulai dengan peningkatan suhu inti tubuh, yang dapat mencapai 40 derajat celsius atau lebih. Setelah mencapai titik itu, tubuh tidak mampu lagi mendinginkan diri secara efektif.

Biasanya, tubuh mendinginkan diri melalui keringat. Namun, dalam kondisi panas ekstrem, terutama di lingkungan lembap, penguapan keringat terjadi secara tidak efektif. Akibatnya, panas tubuh terus meningkat sehingga menyebabkan stres pada organ-organ vital. Suhu yang terlalu tinggi dapat merusak protein dan membran sel dalam tubuh serta mengganggu fungsi organ, seperti otak, jantung, ginjal, dan hati.

Gejala heatstroke meliputi kulit panas (kadang kering atau lembap, tergantung penyebabnya), jantung berdetak cepat, napas pendek, pusing, linglung, mual, bahkan hilang kesadaran. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini dapat memicu kegagalan organ, koma, bahkan kematian. Untuk mengatasinya, diperlukan langkah penanganan darurat, termasuk mendinginkan tubuh dengan cepat dan mencari bantuan medis untuk menghindari komplikasi fatal.

Masalah kesehatan yang mungkin muncul akibat panas ekstrem tidaklah terbatas pada heatstroke, tetapi juga penyakit lainnya, seperti kerusakan ginjal, tekanan kardiovaskular, dan masalah pernapasan. Penyakit-penyakit tersebut mungkin tidak akan membunuh secara langsung, tetapi efek jangka panjangnya akan sangat merugikan.

Bukan Cuma di Meksiko

Risiko kematian akibat panas ekstrem terhadap orang dewasa muda tak cuma mengintai masyarakat Meksiko. Di belahan dunia lainnya, seperti Asia Tenggara, yang sangat mengandalkan sektor pertanian dan mengharuskan banyak pekerja luar ruangan—kebanyakan orang dewasa muda—panas ekstrem juga menjadi ancaman serius.

Di Thailand, misalnya, pada 2024 lalu ada 61 orang yang meninggal akibat heatstroke. Mayoritas memang berusia paruh baya dan lanjut usia. Akan tetapi, mereka semua merupakan pekerja sektor pertanian. Artinya, pertanian memang menjadi sektor yang berbahaya di tengah panas ekstrem yang melanda dunia. Sebagai catatan, suhu di Thailand tahun lalu pernah mencapai 40,1 derajat celsius.

Adapun, di Vietnam dan Indonesia (khususnya di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah), sejumlah petani mulai mengubah pola kerjanya. Jika biasanya bertani pada pagi hingga sore hari, mereka kini melakukannya saat malam tiba. Alasannya, tak lain, untuk menghindari panas yang makin lama kian tak tertahankan.

Dari sektor konstruksi, proyek Piala Dunia 2022 di Qatar lalu menelan banyak korban, yang kebanyakan pekerja migran asal Asia Selatan dan tentu saja bukan orang lansia. Ratusan orang (ada pula yang menyebut ribuan) meninggal karena terpapar panas secara konstan dalam jangka waktu lama. Terlebih, mereka tidak memiliki akses ke pendingin, termasuk air minum.

Ilustrasi gelombang panas

Ilustrasi gelombang panas. foto/istockphoto

Banyak pekerja muda, yang bekerja di luar ruangan, terpaksa melanjutkan pekerjaannya selama gelombang panas ekstrem karena tekanan ekonomi. Tidak ada pilihan untuk mengambil cuti atau mencari tempat yang lebih sejuk karena mereka membutuhkan penghasilan untuk bertahan hidup.

Keterpaksaan yang dimiliki pekerja rentan banyak terjadi di negara-negara berpendapatan rendah. Ini tak lepas dari dampak undang-undang ketenagakerjaan yang lebih lemah dan perlindungan bagi pekerja yang sangat terbatas, termasuk para pekerja migran dari negara-negara tersebut.

Belum lagi ketika kita bicara soal akses ke layanan kesehatan. Banyak di antara pekerja muda tersebut yang tidak memiliki akses ke layanan kesehatan memadai. Akibatnya, mereka tak cuma kesulitan mendapat perawatan ketika sakit, tetapi juga tak mendapat edukasi tentang hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Di Indonesia, misalnya, menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, masih ada sekitar 27,8 persen penduduk nasional yang belum memiliki jaminan kesehatan.

Lindungi dan Beri Edukasi

Meningkatnya ancaman kematian akibat panas di kalangan pemuda, terutama yang bekerja di luar ruangan, mau tak mau harus disikapi dengan perubahan.

Pengusaha, misalnya, harus bertanggung jawab memastikan bahwa pekerjanya terlindungi dari panas ekstrem, terutama di sektor-sektor luar ruangan, seperti pertanian dan konstruksi. Ini termasuk menyediakan akses ke stasiun pendinginan, menerapkan istirahat teratur, dan memastikan ketersediaan akses air. Peraturan ketenagakerjaan harus diperkuat untuk memastikan bahwa pekerjaan luar ruangan bekerja dengan aman, terutama selama periode gelombang panas ekstrem.

Selain perlindungan di tempat kerja, harus ada penekanan yang lebih besar pada edukasi kesehatan masyarakat. Pekerja muda perlu diberikan edukasi tentang risiko panas ekstrem dan diajarkan cara mengenali gejala penyakit terkait panas. Ini bisa dilakukan dengan penyuluhan atau kampanye yang menarget pemuda secara khusus. Mereka perlu menyadari pentingnya hidrasi dan istirahat serta mengenali gejala heatstroke.

Secara fisik, pemuda memang lebih bugar daripada orang tua. Akan tetapi, panas ekstrem yang ada sekarang ini sangat tinggi, dalam taraf yang bahkan belum pernah terjadi sebelumnya. Tak ada satu pun kelompok usia yang siap menghadapi gelombang panas seperti saat ini. Karenanya, orang-orang yang lebih muda pun tidak boleh dipaksa bekerja terus-menerus di tengah terik matahari.

Masalah ini perlu penanganan serius yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, pengusaha, institusi kesehatan, sampai pada level individu. Semua pihak harus sadar bahwa situasi yang ada sekarang tidak lagi bisa dibandingkan dengan masa lalu. Oleh karena itu, semua harus beradaptasi dengan cepat untuk menentukan langkah yang tepat.

Baca juga artikel terkait GELOMBANG PANAS atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadli Nasrudin