tirto.id - Segala sesuatu yang berkaitan dengan Elon Musk senantiasa diberitakan serta diperbincangkan dengan riuh rendah. Tak heran ketika kita bicara soal implan otak manusia, nama pertama yang kemungkinan besar bakal muncul adalah nama Musk serta perusahaan miliknya, Neuralink.
Namun, jauh dari segala hura-hura itu, ada sebuah perusahaan lain yang bergerak dalam senyap. Mereka tidak pernah berkoar-koar memproklamasikan diri sebagai yang terhebat. Padahal, faktanya, perusahaan ini lebih maju dibanding Neuralink, mulai dari soal uji klinis, eksekusi penanaman implan, sampai pada kapabilitas implan itu sendiri.
Nama perusahaan itu adalah Synchron. Mereka tidak berjanji macam-macam. Tidak ada omong kosong soal koneksi ke cloud atau download memori, karena fokus mereka kepada aspek medis. Mereka ingin membantu orang-orang yang lumpuh total supaya bisa beraktivitas serta berkomunikasi hanya dengan pikirannya.
Jika Neuralink masih dalam tahap awal uji manusia, Synchron sudah selangkah lebih dekat ke jalur komersial. Dan itu semua mereka lakukan tanpa membelah tengkorak atau gimik futuristik.
Dari Melbourne ke New York
Saat ini, Synchron berbasis di Brooklyn, New York, Amerika Serikat. Akan tetapi, asal-usul mereka bisa dilacak ke sebuah laboratorium milik University of Melbourne, Australia. Di sanalah, lebih dari satu dekade lalu, dua peneliti bernama Thomas Oxley dan Nicholas Opie memulai eksperimen awal mereka dalam bidang neurointervensi.
Visi mereka sederhana namun ambisius: menciptakan cara agar orang dengan kelumpuhan bisa berbicara kembali, bukan lewat mulut, tapi lewat pikirannya sendiri.
Pada tahun 2012, mereka mendirikan Synchron sebagai sempalan resmi dari universitas. Fokusnya langsung tertuju pada satu hal: menciptakan antarmuka otak-komputer (BCI) yang tidak memerlukan operasi bedah otak terbuka. Mereka mengembangkan sebuah implan mungil bernama Stentrode dan mulai menguji pendekatannya di lingkungan praklinis. Pendekatan ini begitu menjanjikan hingga menarik perhatian dunia medis dan investor Silicon Valley.
Perjalanan dari Melbourne ke pasar global bukan tanpa rintangan, tetapi Synchron berhasil menarik pendanaan dari nama-nama besar seperti Khosla Ventures, Bezos Expeditions, dan Gates Frontier. Ini mengukuhkan statusnya sebagai salah satu startup neuroteknologi paling menjanjikan dalam dekade ini.

Stentrode: Jalan Lain ke Otak
Kebanyakan orang membayangkan chip otak harus ditanam lewat pembedahan langsung ke dalam tengkorak. Itulah pendekatan yang digunakan Neuralink, dengan membuka bagian kepala, menanamkan elektroda ke permukaan otak, dan menutupnya kembali dengan presisi robotik. Namun, Synchron memilih jalan yang lebih praktis.
Alih-alih membedah kepala, tim Synchron menggunakan jalur yang sudah tersedia secara alami: pembuluh darah. Mereka menanam chip mungil bernama Stentrode—gabungan dari stent (tabung kawat yang biasa digunakan untuk membuka arteri jantung) dan elektroda kecil—melalui vena jugularis di leher. Dari sana, implan diarahkan ke korteks motorik, area otak yang mengatur gerakan.
Prosedur ini tidak membutuhkan kraniotomi. Tidak perlu membuka tulang kepala. Tidak perlu robot bedah. Dan yang paling penting bisa dilakukan oleh dokter kardiologi intervensi, bukan hanya ahli bedah saraf. Seluruh prosesnya memakan waktu sekitar 30 menit—hampir seperti prosedur pasang ring jantung.
Begitu dipasang, Stentrode mulai “mendengarkan” sinyal listrik dari neuron di sekitarnya. Sinyal itu kemudian dikirim secara nirkabel ke receiver kecil di dada, lalu diterjemahkan oleh sistem lunak menjadi perintah digital—seperti klik, ketik, atau arah gerakan. Pengguna tidak perlu belajar bahasa mesin; cukup dengan berpikir seperti biasa, perangkat akan memahami.
Yang membuat pendekatan ini menonjol adalah kesederhanaannya. Menurut WIRED, prosedur Stentrode tidak hanya lebih aman, tapi juga memungkinkan replikasi secara massal, karena tidak butuh fasilitas rumah sakit saraf kelas dunia untuk memasangnya.
Ini membuat Synchron unggul dari sisi klinikal: mudah, murah, dan bisa diakses lebih banyak pasien, alias bukan hanya mereka yang bersedia menjadi kelinci percobaan teknologi futuristik.
Dari Pikiran ke iPad
Teknologi canggih tidak berarti apa-apa tanpa pembuktian nyata di dunia manusia. Di titik ini, Synchron melangkah lebih jauh dari sekadar janji. Mereka sudah menanamkan Stentrode ke sejumlah pasien dalam uji klinis resmi, dan hasilnya bukan cuma menjanjikan, tapi juga sangat manusiawi.
Salah satunya adalah uji coba bertajuk COMMAND trial, yang dilakukan di Amerika Serikat dan Australia. Fokusnya: pasien penderita ALS, penyakit saraf degeneratif yang membuat penderitanya kehilangan kemampuan berbicara dan bergerak.
Enam partisipan menerima implan Stentrode secara permanen. Hasilnya, dalam waktu beberapa bulan, mereka bisa mengirim pesan teks, menjelajahi internet, dan membuka aplikasi; semuanya hanya dengan pikiran mereka.

Salah satu partisipan paling terkenal dari studi ini adalah Mark Jackson, mantan pengacara yang lumpuh total. Hari ini, ia bisa menggunakan Apple Vision Pro untuk menavigasi dunia digital tanpa suara, tanpa gerakan tangan, hanya lewat aktivitas neuron di korteks motoriknya. Ia membuka iPhone, membalas email, hingga menonton YouTube cukup dengan niat. “Rasanya seperti kembali menjadi bagian dari dunia,” kata Jackson kepada WIRED.
Synchron juga mencetak tonggak sejarah saat menjadi perusahaan pertama yang berhasil melakukan integrasi native antara antarmuka otak dan sistem operasi milik Apple. Melalui protokol bernama BCI HID, Apple mengizinkan sinyal dari Stentrode untuk dikenali sebagai input resmi—setara dengan sentuhan jari atau suara. Ini berarti pengguna bisa menavigasi antarmuka iOS, iPadOS, dan visionOS langsung dengan pikirannya, tanpa perlu alat bantu tambahan.
Yang lebih menarik lagi, Synchron juga telah menguji integrasi ChatGPT ke dalam sistemnya. Pengguna bisa membentuk kalimat, mengajukan pertanyaan, atau merespons obrolan cukup dengan berpikir. Ini bukan hanya soal membuka aplikasi, tapi membangun komunikasi dua arah yang lebih alami tanpa perlu tatapan mata atau gerakan kursor yang melelahkan.
Jalan ke Depan
Setelah berhasil melewati fase uji klinis awal dengan hasil yang menjanjikan, Synchron kini menatap tahap berikutnya: uji berskala besar di Amerika Serikat, yang dijadwalkan mulai tahun 2026. Ini adalah langkah penting menuju kemungkinan komersialisasi teknologi mereka, sekaligus membuka akses bagi ribuan pasien lain yang membutuhkan.
Uji skala besar tersebut tidak hanya akan menguji keamanan dan efektivitas dalam lingkup lebih luas, tapi juga menjadi tolok ukur bagi penerimaan regulator dan sistem asuransi kesehatan. Jika sukses, Synchron bisa menjadi perusahaan pertama di dunia yang benar-benar membawa brain-computer interface ke dalam standar pengobatan klinis, bukan hanya eksperimen sains atau demo teknologi.
Di luar bidang neurologi, potensi pengembangan teknologi ini juga mulai terlihat. Synchron tengah mengeksplorasi penggunaan BCI untuk augmentasi mobilitas, kontrol robotik, dan bahkan aplikasi di kesehatan mental, meski semuanya masih dalam tahap awal riset.
Namun, tantangan mereka tidak berhenti di sisi medis. Ada pertanyaan besar soal etika dan privasi yang mulai mengemuka. Jika pikiran bisa dijadikan input digital, bagaimana memastikan bahwa apa yang dibaca benar-benar diizinkan oleh pengguna? Siapa yang menyimpan data itu? Dan bagaimana jika sistemnya diretas?
Ada juga kekhawatiran soal aksesibilitas. Meskipun prosedur Stentrode lebih sederhana daripada implan bedah otak, teknologi ini tetap mahal dan belum tentu bisa langsung diakses secara luas, apalagi di luar negara maju.
Walau demikian, apa pun tantangan yang menanti, satu hal kini sudah jelas. Masa depan brain-computer interface bukan lagi soal kapan, melainkan bagaimana itu dilakukan. Dan Synchron tampaknya ingin memastikan bahwa ketika masa depan itu tiba, ia datang dengan empati, bukan sekadar inovasi pemuas birahi ego seorang miliarder megalomania.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Irfan Teguh Pribadi
Masuk tirto.id

































