tirto.id - Aktivis Koalisi Warga Untuk Jakarta Bebas Asap Rokok, Abdillah Ahsan menilai pemerintah Indonesia masih juga belum serius membahas pengendalian tembakau.
Menurutnya, dari belum juga diratifikasinya Kerangka kerja Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Padahal, menurutnya, ketika traktat internasional tersebut masih dipersiapkan, Indonesia turut terlibat aktif namun, tidak ikut menandatanganinya.
"Di Indonesia pemerintahnya terlihat seperti pro-industri rokok dengan tidak ikut meratifikasi. Indonesia menjadi surga terakhir bagi industri rokok," ujarnya pada Tirto, Senin (25/3/2019).
Melansir dari fctcuntukindonesia.org, sejak 2015 sudah 187 negara yang meratifikasi dan hanya 9 negara yang belum yakni Andora, Eriteria, Liechtenstein, Malawi, Monako, Somalia, Republik Dominika, Sudan Selatan dan satu-satunya negara dari Asia yaitu Indonesia.
Hal tersebut membuat heran Abdillah, pasalnya, di saat negara lainnya sudah sadar meratifikasi FCTC sebagai salah satu upayanya menyelesaikan persoalan kesehatan bagi rakyatnya, Indonesia justru tidak ikut terlibat.
Ia membandingkannya dengan Cina, menurutnya, memiliki jumlah perokok dan produksi tembakaunya besar namun ikut menandatangani traktat internasional tersebut. Sedangkan di Indonesia keadaannya justru sebaliknya.
"Jumlah perokok meningkat, industri multinasional ke sini, iklan rokok tidak dilarang, harga rokok murah dan mudah didapatkan, bisa dibeli ketengan," ujarnya.
"Ini menunjukkan komitmen pemerintah yang rendah terhadap kesehatan masyarakat."
Fungsi dari FCTC itu adalah membatasi dan mengontrol penyebaran produk tembakau seperti rokok.
Penandatangan FCTC di Indonesia dapat dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Presiden atau melalui Undang-undang Non Program Legislasi Nasional di DPR.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Moeloek pada lain kesempatan juga tak bisa menjawab banyak kenapa sampai detik ini ratifikasi FCTC belum juga terrealisasi.
"[Soal hambatan ratifikasi FCTC] Saya rasa bukan saya yang jawab yah, harusnya yang lebih di atas lagi dong. Kami selalu mendorong. Kami tahu akibatnya, rokok memang tidak menyebabkan kematian langsung tapi sakit jantung," ujarnya di Jakarta Selatan, Kamis (21/3/2019).
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri