tirto.id - “Tiin...tiiin... Tiiiiiin...tiiiiin!"
Lampu lalu lintas di perempatan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (11/7/2018) masih merah tapi beberapa pengendara motor sudah berlomba membunyikan klaksonnya. Meski sedikit jengkel, saya tidak hiraukan kelakuan mereka dan tetap menunggu sampai lampu hijau.
Entah apa yang para dimaksud para pengendara saat membunyikan klakson tanpa henti. Mereka melakukannya di lampu merah, perempatan, bahkan saat jelas-jelas jalanan macet pun bunyi klakson bersahut-sahutan. Mereka sendiri bahkan tidak tahu siapa yang mereka klakson.
Tindakan itu memang tidak menyalahi hukum. Tapi Kelakuan pengendara membunyikan klakson secara terus menerus menimbulkan kegaduhan yang mengganggu kenyamanan pengguna jalan.
Aturan tentang klakson kendaraan bermotor tercantum pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 tahun 2012. Pada ayat 69, dijelaskan suara klakson minimal 83 dB dan paling tinggi 118 dB. Kendaraan dianggap menyalahi aturan jika menggunakan klakson yang tidak sesuai dengan regulasi tersebut. Sementara, sanksi atas perilaku membunyikan klakson hingga membuat kegaduhan belum ada dasar hukumnya.
Tabiat buruk pengguna kendaraan bermotor membunyikan klakson tak hanya terjadi di Indonesia. Pengendara motor dan mobil di India juga melakukan tindakan nyaris serupa.
Mencuplik laporan Forbes, mobil dan sepeda motor di India membunyikan klakson setiap kali hendak mendahului kendaraan di depannya. Hal itu dilakukan karena banyak kendaraan, khususnya truk, tidak memasang kaca spion. Alasannya, kaca spion menambah dimensi lebar mobil, sehingga rawan bersenggolan dengan sesama truk atau kendaraan lain. Para pengendara pun membunyikan klakson agar truk atau kendaraan lain di depannya tahu bahwa mereka akan mendahului.
Times of India pernah mewartakan alasan supir-supir di India sering kali membunyikan klakson. Seorang supir mengatakan bahwa membunyikan klakson adalah cara untuk mengusir stres, layaknya mendengarkan lagu.
“Saya berkendara saat akan berangkat kerja atau ketika pulang ke rumah. Untuk mengusir stres, saya lebih suka menggunakan klakson buat menyalurkan rasa frustasi dan menenangkan diri,” ujar supir bernama Mihir Ferao.
Dalam tulisan yang sama, Times of India menjelaskan, jalan raya di Negeri Taj Mahal bukan hanya dipenuhi kendaraan bermotor, tapi juga pejalan kaki, anak-anak yang bermain, atau orang-orang yang berkumpul. Suara klakson dibunyikan agar pengguna jalan lain mawas terhadap kedatangan kendaraan bermotor yang melintas.
Berbeda dengan India, masalah Polusi suara akibat bunyi klakson ditangani dengan serius di Inggris. Dokumen petunjuk aturan lalu lintas di Inggris—Highway Codenomor 112 mengatur dua larangan membunyikan klakson. Pertama, pengendara dilarang membunyikan klakson di kawasan berkembang mulai jam 11 malam sampai 7 pagi. Kedua, larangan menyuarakan klakson ketika kendaraan berhenti. Express melaporkan, pengendara akan dikenai denda hingga 1.000 Poundsterling atau sekitar Rp19,5 juta (ralat: sebelumnya tertulis Rp89 juta).
Lazimnya klakson difungsikan untuk memberi peringatan kepada pengguna jalan lain. Tapi, ada alasan lain yang mendorong pengendara membunyikan klakson. Penelitian berjudul “Driver’s vehicle horn use and its effects on other drivers and pedestrians: A case study in South Korea” yang dikerjakan oleh Masayuki Takada, Satoshi Suzuki, Ki-Hong Kim, Jong-Hyun Shin, dan Shin-Ichiro Iwamiya dari Faculty of Design Kyushu University(2016) memaparkan berbagai motif pengendara membunyikan klakson.
Dari 91 responden dalam penelitian tersebut, 49,5 persen di antaranya mengaku menggunakan klakson untuk memberi tahu bahaya kepada orang di sekitar, seperti ketika pejalan kaki menyeberang tanpa melihat kondisi lalu lintas di sekitarnya lebih dahulu. Sebesar 17,6 persen lainnya bermaksud mengambil perhatian orang lain, misalnya mengingatkan mobil yang berjalan pelan di jalur cepat. Selain itu, 16,5 persen responden memanfaatkan klakson untuk meluapkan kemarahan, entah karena merasa terganggu oleh pengendara lain atau karena masalah pribadi. Ada pula 1,1 persen responden membunyikan klakson untuk menghormati pengendara lain yang memberikan jalan.
Penelitian tersebut juga mengidentifikasi reaksi responden ketika diklakson. Mayoritas responden (37,4 persen) merasa kaget mendengar bunyi klakson. Sebanyak 19,8 persen merasa terganggu atau jengkel dengan bunyi klakson yang ditujukan kepada mereka. Sementara, 8,8 persen responden merasa bersalah karena menghalangi laju pengendara lain.
Pengguna jalan yang kaget atau merasa terganggu dengan bunyi klakson berpotensi melakukan aksi lanjutan. Bisa dalam bentuk permintaan maaf atau malah terpancing emosi sampai akhirnya berkelahi dengan pengendara yang membunyikan klakson.
Cara pengendara membunyikan klakson juga penting untuk dipahami. Misalnya, pengendara yang membunyikan klakson pendek sebanyak satu kali, kebanyakan bermaksud mengingatkan bahaya kepada orang lain. Bunyi klakson pendek dua kali bertujuan mengingatkan bahaya atau mengambil perhatian pengguna jalan lain. Sedangkan klakson panjang digunakan pengendara untuk mengekspresikan kemarahan mereka. Hasil observasi juga menunjukkan klakson panjang paling sering membuat pengguna jalan lain merasa terganggu atau jengkel.
Suara klakson kendaraan tidak hanya membuat kegaduhan lalu lintas atau menimbulkan pertikaian antar pengendara. Di ranah medis, peningkatan tingkat kebisingan disinyalir dapat menyebabkan efek negatif buat kesehatan. Dalam jurnal bertajuk “Environmental Noise and the Cardiovascular System” terbitan Journal of American College of Cardiology (2018), dipaparkan bahwa kenaikan tingkat kebisingan lalu lintas sebesar 5 dB dapat menimbulkan risiko hipertensi kepada pengguna jalan.
Selain itu, profesor spesialis pengobatan penyakit kardiovaskular, Steve Kopecky mengatakan kepada Washington Post bahwa mendengar bunyi klakson di tengah kemacetan dapat memicu stres. Jika terjadi secara terus menerus, hal itu bisa menjadi penyebab timbulnya penyakit berbahaya, antara lain jantung koroner.
Sebagaimana diwartakan Metro, berkaitan dengan bunyi klakson yang mengganggu pengguna jalan dan masyarakat sekitar, tim peneliti dari Soongsil University, Korea Selatan, mencari formulasi suara yang lebih bersahabat dengan telinga manusia. Mereka melakukan modifikasi terhadap suara-suara klakson di seluruh dunia dunia sejak 1908.
Kemudian, suara hasil modifikasi diperdengarkan kepada 100 orang. Hasilnya, mayoritas responden tersebut memilih suara bebek—kwek…kwek sebagai suara yang paling nyaman di telinga. Dari situ, tim peneliti menyarankan kepada produsen kendaraan untuk membuat suara klakson menyerupai suara bebek untuk mengurangi level stres pengguna jalan.
Faktor lain yang tidak kalah penting selain jenis suara klakson, adalah kesadaran dari pengendara untuk menggunakan klakson secara bijak. Kesabaran dalam menghadapi berbagai situasi lalu lintas adalah kuncinya.
Penulis: Yudistira Perdana Imandiar
Editor: Windu Jusuf