tirto.id - Pemerintah sedang mengkaji perpanjangan waktu hak kelola (konsesi) jalan tol untuk penurunan tarif. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan perpanjangan konsesi diperkirakan dapat menurunkan tarif sampai Rp1.000 per kilometer (Km).
Basuki mengungkapkan, Presiden Joko Widodo telah mendapatkan keluhan dari beberapa pihak bahwa tarif tol saat ini terlalu mahal. Untuk itu, Jokowi menginstruksikan kementerian/lembaga terkait agar membuat formula untuk menurunkan tarif tol.
"Presiden sudah dengar keluhan itu. BPJT [Badan Pengelola Jalan Tol] dan Jasa Marga sedang melihat bagaimana caranya untuk bisa menurunkan harga. Hanya ada satu celah, yaitu memperpanjang konsesi," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR RI di kompleks DPR Jakarta pada Rabu (21/3/2018).
Jasa Marga dan BPJT sedang mempelajari panjang konsesi yang bisa berdampak ke tarif. Misalnya dampak tarif tol dengan konsesi 45 tahun, 50 tahun, 55 tahun, atau 60 tahun. Setelah dihitung nanti baru diputuskan.
"Konsesi yang sekarang harganya Rp1.300/Km untuk golongan I, itu konsesinya sekitar 35-40 tahun. Kalau itu diperpanjang mungkin itu bisa turun sampai Rp1.000," ungkap Basuki.
Sejak tahun 1980, tarifnya sekitar Rp200-300/Km, kemudian tahun 2.000-2.010 tarifnya berubah menjadi Rp600-700/Km. Ia mengatakan, tarif akan semakin meningkat karena mengimbangi inflasi daerah dan nilai tukar rupiah juga.
"Dolar yang dulu Rp2 ribu, sekarang Rp13 ribu, jadi value of money-nya mungkin enggak dilihat (pengaruhnya), nominalnya kan besar," ujar Basuki.
Sementara itu, Direktur Utama Jasa Marga, Desi Arryani mengatakan bahwa konsesi ini memungkinkan untuk diterapkan pada proyek ruas tol yang belum selesai. Sementara yang sudah berjalan akan sulit karena sudah ada kontraknya.
Terkait dengan kemungkinan adanya amandemen kontrak, ia mengatakan belum mengkaji sampai sejauh itu. Sehingga, untuk saat ini pihaknya masih akan mengkaji lebih lanjut untuk pemenuhan keinginan pemerintah.
"Iya kan masih banyak yang belum beroperasi. Kalau yang sudah ada perjanjian mau diubah bagaimana," ungkap Desi.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto