tirto.id - Mitro Yuwono sedang mengumpulkan daun pisang saat ribuan tawon yang bersarang di pohon belimbing setinggi dua meter menyerangnya pada Kamis sore, 22 Maret lalu. Ia berusaha lari tapi tetap tak bisa menghindar dari kepungan serangga yang berjumlah ribuan tersebut. Ketika itu, Mitro tak mengetahui bahwa ada rumah tawon di sekitar tempat ia beraktivitas.
Warga Dusun Puluhan, Desa Lawu, Kecamatan Nguter tersebut lantas mengalami luka memar memerah pada bagian muka, leher, tangan, dan punggung. Badannya pun terasa panas serta gemetar. Pihak keluarga sempat membawa Mitro ke bidan desa tapi kondisinya tak kunjung membaik. Pria asal Sukoharjo itu akhirnya tak tertolong. Ia meninggal karena digigit tawon.
Seperti yang dilaporkan RRI, tim Damkar Satpol PP Pemkab Sukoharjo telah menangani 250 perkara pengusiran tawon sejak bulan Januari hingga Desember tahun 2018. Hal ini dilakukan menyusul banyaknya laporan dari masyarakat untuk menangani serangan serangga tersebut. Saat di lokasi, sarang yang ditemukan rata-rata berukuran sebesar kepala manusia atau lebih dan umumnya ditemukan di pohon atau atap rumah.
Masih menurut RRI, ada enam orang yang tewas karena serangan tawon di Sukoharjo. Puluhan warga lain mesti dirawat di rumah sakit. Muktiali adalah korban sengatan tawon terakhir yang meninggal pada Rabu (12/12/2018) lalu. Kala itu, ia berniat mengusir kawanan tawon yang bersarang di lantai dua rumahnya.
Efek Serangan Tawon
Tawon, yang dalam bahasa Inggris disebut wasp, adalah hewan yang berkerabat dengan lebah (bee). Mereka sama-sama masuk dalam bangsa Hymenoptera bersama semut serta lalat gergaji.
Menurut National Geographic, tawon berbeda dengan lebah khususnya dari karakteristik fisik, yakni perut bagian bawah yang runcing dan pinggang sempit antara dada-perut yang disebut petiole. Selain itu, mereka lebih agresif dan mudah merasa terancam terhadap gerakan. Tawon juga bisa menyengat berkali-kali dan tak langsung mati layaknya lebah.
Tak semua tawon punya kemampuan untuk mengantup. National Geographic menjelaskan hanya serangga betina yang memiliki sengat berbisa. Bagi tawon yang hidup berkelompok, alat tersebut digunakan sebagai cara mempertahankan diri. Sementara itu, wasp yang tak berkoloni memakai sengat untuk berburu makanan.
Apabila tawon menyengat manusia, sistem imun tubuh akan menyerang protein yang terkandung dalam bisa serangga tersebut. Menurut Kevin T. Fritzgerald, dkk dalam “Hymenoptera Sting” (2006), senyawa protein itu bersifat allergen atau mampu menimbulkan alergi. Respon yang muncul setelahnya adalah pembengkakan dan rasa sakit di area tertentu yang kemudian bisa meluas. Apabila korban memiliki antibodi jenis IgE maka ia berpotensi mengalami reaksi alergi parah dan mengancam jiwa bernama anafilaksis.
National Center for Biotechnology Information (NCBI) mengatakan bahwa respons ringan dari anafilaksis dapat berupa rasa gatal, pusing, dan mual. Orang yang menderita alergi ini juga merasa lemas serta punya masalah kesulitan menelan. Tapi, alergi itu bisa menyebabkan masalah pernapasan, penurunan tekanan darah, kehilangan kesadaran, dan serangan jantung. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa saat setelah seseorang tersengat, bisa sembuh jika diobati, tapi muncul lagi dalam kurun waktu delapan jam.
Selain anafilaksis, komplikasi berupa stroke dialami pula oleh pria berusia 44 tahun asal Ohio yang disengat tawon di bagian kaki. Reaksi ringan seperti ruam dan rasa gatal awalnya dirasakan oleh pekerja di bidang konstruksi tersebut. Tapi, lama-lama ia menunjukkan gejala orang terkena stroke: kesulitan berbicara, lumpuh pada salah satu sisi badan, dan memiliki bentuk wajah yang “terkulai”.
Ashish Kulhari, dkk dalam “Ischemic Stroke After Wasp Sting” (2016) menjelaskan bahwa ada tiga mekanisme terkait sengatan tawon yang bisa menimbulkan stroke. Pertama, racun serangga itu mengandung senyawa yang menyebabkan pembuluh darah menyempit. Selain itu, beberapa zat di antaranya juga bersifat prothrombotic sehingga membuat darah menggumpal. Dua kondisi ini, menurut Kulhari, dkk, sama-sama dapat memancing stroke.
Mereka lalu menjelaskan bahwa sengatan tawon turut membikin denyut jantung berdetak tak teratur (fibrilasi atrial). Seseorang yang mengalami hal ini beresiko mengalami stroke sebab kondisi tadi menyebabkan darah tak terpompa ke seluruh tubuh dengan baik. Walhasil, gumpalan mudah terbentuk dan menimbulkan stroke ketika berjalan menuju otak.
Di sisi lain, Kulhari, dkk menerangkan reaksi alergi parah karena sengatan tawon membuat tekanan darah turun. Ketika seseorang memiliki tekanan darah yang sangat rendah (hipotensi) maka darah yang mengalir di pembuluh di otak pun tak cukup sehingga menyebabkan stroke. Terkait kasus pria di atas, penyebab pertamanya adalah pembuluh darah yang menyempit akibat bisa tawon.
Selain stroke, sengatan tawon dapat berefek pula pada ginjal. Menurut Sanjay Vikran dan Anupam Parashar dalam “Two Cases of Acute Kidney Injury Due to Multiple Wasp Sting” (2017), racun tawon bisa menyebabkan Accutekidney injury (AKI). Lebih lanjut, mereka mengatakan AKI muncul karena kombinasi intravascular hemolysis, rhabdomyolysis, syok, dan efek racun dalam pembuluh darah.
Intravascular hemolysis diartikan sebagai kerusakan abnormal sel darah merah atau eritrosit yang berlangsung dalam pembuluh darah. Sementara itu, rhabdomyolysismerujuk pada kondisi di mana jaringan otot rangka seseorang rusak akibat matinya serat otot dan keluarnya isi serat dalam darah.
Isi serat yang dimaksud adalah zat mioglobin yang terbentuk dari asam amino dan poliferin. Mioglobin merupakan protein yang berfungsi sebagai penyimpan oksigen pada otot. Jika darah kelebihan Mioglobin, kerja ginjal semakin berat. Akibatnya, penderita rhabdomyolysis mengalami AKI atau gagal ginjal akut.
Menurut WebMD, rhabdomyolysis bisa muncul akibat gigitan serangga atau ular. Selain itu, kondisi ini bisa muncul karena sambaran petir, luka bakar tingkat tiga, kompresi otot tahan lama, atau kecelakaan.
Sanjay dan Anumpam mengatakan bahwa kasus AKI akibat sengatan tawon jarang terjadi. Berdasarkan kajian yang mereka lakukan, AKI dialami oleh korban yang diantup tawon sebanyak 20 hingga 200 kali. Menurut K. Ito, dkk dalam “Rhabdomyolysis due to Multiply Wasp Stings” (2012), racun tawon mengandung komponen amines aktif (serotonin dan zat histamin), kinin, dan histamin yang menimbulkan reaksi sistemik yang berbahaya. Respon tersebut meliputi hemolisis, rhabdomyolysis, dan gagal ginjal.
Editor: Windu Jusuf