tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, pemberlakuan surat tanda registrasi (STR) dokter seumur hidup dalam Undang-Undang Omnibus Law Kesehatan yang baru, merupakan upaya agar memudahkan birokrasi di sektor kesehatan.
Hal ini disampaikan oleh Juru bicara Kemenkes, Mohammad Syahril. Selain STR, kata Syahril, pemberlakuan STR dokter seumur hidup juga merupakan bagian dari transformasi kesehatan.
“Karena memang ini seperti ijazah, kalau orang yang sudah jadi dokter masa harus tiap lima tahun mendaftar. Ini perubahan namanya,” kata Syahril dalam diskusi daring, dipantau Minggu (16/7/2023).
Syahril mengatakan, kewenangan dalam mengurus surat izin praktik (SIP) dokter saat ini juga akan menjadi kewenangan negara melalui Kementerian Kesehatan.
“Untuk izin praktek ini (menjadi) merupakan birokrasi kewenangan negara,” jelasnya.
Sebelumnya, penerbitan STR dan SIP dokter melibatkan organisasi profesi, yang salah satunya berfungsi sebagai pemberi rekomendasi. Namun dalam UU Kesehatan terbaru, kewenangan tersebut ada di tangan Menteri Kesehatan.
“Nah tentu saja, untuk izin praktek, tadi betul, jadi kewenangan yang saat ini ada akan lebih kita mudahkan. Sebagai contoh STR kalau dulu 5 tahun sekali sekarang seumur hidup,” tegas Syahril.
Syahril menyampaikan, penyederhanaan ini dilakukan agar ada kemudahan dalam memproduksi sumber daya manusia kesehatan yang lebih banyak.
“Kemudahan tadi ya. Jadi untuk SDM ini, kita tahapnya adalah satu (memperbaiki) kekurangan dulu. Sehingga ada muncul program yang namanya hospital based atau college base di mana dokter spesialis ini kita bisa mempercepat dengan dua cara, university base maupun hospital base,” jelas Syahril.
Namun ia menyatakan, peranan organisasi profesi masih sangat dibutuhkan dalam sektor kesehatan. Salah satunya, membantu dalam peningkatan kompetensi tenaga kesehatan.
“Kemudian SIP pun begitu, kita berikan satu kemudahan, tanpa mengurangi kompetensi. Jadi teman-teman OP bidan, perawat, dokter itu punya kepentingan kompetensi dalam meningkatkan atau menjaga mutu teman-teman ini,” ungkap Syahril.
Kendati demikian, Syahril menyatakan bahwa dalam memenuhi kebutuhan sumber daya manusia kesehatan memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar.
“SDM kan harus dididik, kalau pelatihan sih gampang. Kalau alat insya allah lebih gampang. Kita ada duit, kita beli. Tapi untuk SDM, kemudian sarana prasarana, tentu butuh waktu yang lebih lama ketimbang yang saya sebut tadi,” tambahnya.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang