Menuju konten utama

Standar BBM Buruk untuk Udara DKI, Dinas LH: Kewenangan di Pusat

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyebutkan, kondisi polusi udara di Jakarta yang buruk, salah satunya karena BBM yang buruk merupakan kewenangan dari pemerintah pusat.

Standar BBM Buruk untuk Udara DKI, Dinas LH: Kewenangan di Pusat
Ilustrasi Polusi Udara. FOTO/Istockphoto

tirto.id - Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemprov DKI Andono Warih membenarkan bahwa kondisi polusi udara di Jakarta yang buruk. Hal tersebut, kata Andono, salah satunya dipengaruhi oleh penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang buruk.

"Kita kan membakar BBM ya, bensin dan solar itu di Jakarta itu merupakan kurang lebih 80 persen konsumsi Jabodetabek itu dibakar di Jakarta," kata Andono saat ditemui di Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (13/6/2019).

"Bakar BBM itu apa artinya? Ada residu. Residunya itu menjadi sumber pencemaran udara," jelasnya.

Secara keseluruhan, menurut Andono, kualitas BBM memang belum bagus.

"Sekarang BBM kita kualitasnya secara lingkungan istilahnya ya belum begitu baguslah. Semua jenis. Yang paling bagus itu Pertamax," ujarnya.

Namun, kata Andono, kebijakan tersebut tidaklah berada dalam kewenangannya.

"Kita memohon ke pemerintah [pusat] karena energy policy itu adanya di pemerintah. Kualitas BBM itu bukan domainnya Pemda, apalagi cuma dinas," ujar Andono.

"Jadi kalau BBM kita lebih bagus, maka kualitas udara kita pasti lebih bagus," tambahnya.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) punya standar untuk menyebut udara sehat. Udara sehat adalah yang punya partikel debu halus atau Particulate Matter (PM) 2,5 sebesar 25 µg/m³.

Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi memaparkan, PM 2,5 di atas 38 µg/m³, bahkan mencapai 100 µg/m³ pada hari-hari tertentu.

“Jakarta masih mengalami pencemaran udara ya. Masih buruk kualitasnya,” kata Bagus saat dihubungi pada Senin (15/4/2019).

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno