tirto.id - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mewaspadai terjadinya pelemahan terhadap Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur di beberapa negara dunia. Dia menilai hal itu bakal memicu ekonomi dunia ikut terkontraksi.
"Kita melihat dari sisi indikasi PMI manufaktur dari negara dilakukan monitoring 61,9 persen dari negara-negara itu mengalami kontraksi atau di bawah 50 dan ini negara yang memiliki peran besar terhadap ekonomi dunia," kata dia dalam konferensi pers APBN Kita edisi Juli, di Jakarta, Senin (24/7/2023).
Dia merinci beberapa negara yang mengalami kontraksi PMI manufaktur yaitu Amerika Serikat, Eropa, Jerman, Prancis, Inggris, Jepang, dan Korea. Negara-negara tersebut mempengaruhi perdagangan dunia.
"Sehingga PMI pelemahan dari negara-negara ini perlu kita waspadai apakah ini kecenderungan akan terus melemah pada akhirnya akan pengaruhi kondisi dan kinerja perekonomian global," ujarnya.
Sedangkan Indonesia sendiri, PMI-nya meningkat dari 50,3 pada Mei menjadi 52,5 pada Juni 2023. Artinya, aktivitas manufaktur nasional masih tetap terjaga pada zona ekspansif, PMI di atas 50, selama 22 bulan berturut-turut.
"Artinya Indonesia terus bertahan pada posisi ekspansi dan bahkan sekarang ekspansi akselerasi sementara sebagian besar negara negara pelaku ekonomi dunia mengalami kontraksi ini harus kita waspadai," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menuturkan penguatan PMI manufaktur didorong oleh tingkat permintaan yang masih resilien serta meningkatnya kapasitas produksi dan kebutuhan tenaga kerja.
"Peningkatan PMI manufaktur nasional pada Juni ini menunjukkan sentimen pelaku usaha masih cukup optimis, meskipun harus dihadapkan dengan dinamika perlambatan ekonomi dunia saat ini. Kondisi ini perlu terus dijaga untuk menopang keberlanjutan tren positif pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja dalam jangka pendek," ujar Febrio dalam keterangan resmi.
Sementara itu, di kawasan Asia Tenggara, kinerja sektor manufaktur menunjukkan perkembangan yang beragam. Thailand dan Myanmar tercatat ekspansif pada bulan lalu yakni masing-masing di level 53,2 dan 50,4. Sementara, Malaysia dan Vietnam masih terkontraksi di level 47,7 dan 46,2.
Selanjutnya, perkembangan positif lainnya dari perekonomian domestik adalah berlanjutnya tren penurunan inflasi hingga akhir semester I 2023. Inflasi Juni 2023 tercatat 3,5 persen (yoy), menurun dari Mei (4 persen yoy).
Semua komponen pembentuk inflasi menunjukkan tren penurunan. Inflasi inti tercatat 2,6 persen (yoy), relatif stabil dibandingkan Mei yang sebesar 2,7 persen (yoy). Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) melanjutkan tren menurun, meskipun masih berada pada level yang cukup tinggi, 9,2 persen (yoy).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin