Menuju konten utama

Sri Mulyani Ungkap Dilema Negara Maju Pangkas Suku Bunga Acuan

Suku bunga acuan cenderung bertahan di level yang cukup tinggi, meski kondisi ini mendorong harga berbagai macam komoditas mengalami kenaikan.

Sri Mulyani Ungkap Dilema Negara Maju Pangkas Suku Bunga Acuan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Menteri Keuangan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp21 triliun atau 0,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Mei 2025. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/bar

tirto.id - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, mengatakan bank-bank sentral di negara maju seperti The Federal Reserve (The Fed), European Central Bank atau United Kingdom Central Bank seharusnya akan memangkas suku bunga acuan pada semester II 2025. Pasalnya, ekonomi dunia cenderung melemah dan inflasi cenderung melunak.

Namun, bank-bank sentral di negara maju mengalami dilema, seiring dengan masih tingginya harga komoditas karena adanya gangguan pada rantai pasok.

“Central bank yang harusnya tahun-tahun ini terutama semester kedua diharapkan negara-negara maju Bank Sentral seperti Federal Reserve, European Central Bank, United Kingdom Central Bank yang diharapkan mulai menurunkan suku bunga karena ekonomi cenderung akan melemah dan inflasi sudah akan melunak, sekarang mereka menghadapi dilema yang sulit,” jelas Sri Mulyani, dalam Economic Update 2025, di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu (18/6/2025).

Sekarang, yang terjadi adalah ketika situasi ekonomi dunia sedang sulit, suku bunga acuan cenderung bertahan di level yang cukup tinggi. Padahal, kondisi ini mendorong harga berbagai macam komoditas mengalami kenaikan.

Tingginya harga komoditas dan tren suku bunga acuan tinggi dari bank-bank sentral dunia jelas berdampak pada Indonesia, karena selama ini ketergantungan terhadap komoditas cukup tinggi. Bahkan, ketika harga komoditas global sedang turun, ekonomi Indonesia juga berpotensi untuk turut mengalami perlambatan.

“Dan kita harus akui Indonesia sebagai negara yang kaya natural resource, kita pasti akan terpengaruh dari sisi perekonomian kita. Ini lah environment yang sedang kita hadapi, trend dari harga komoditas menurun, tapi karena adanya perang di Timur Tengah, spike harga oil tiba-tiba naik 9 persen dalam satu hari,” keluh Sri Mulyani.

Di sisi lain, Indonesia juga tengah menghadapi kekhawatiran yang diakibatkan oleh belum jelasnya negosiasi dagang antara Indonesia dengan Amerika Serikat.

Dalam konteks Indonesia, lanjut Bendahara Negara, Kombinasi antara ketegangan geopolitik, disrupsi rantai pasok, dan fluktuasi harga komoditas mengharuskan Indonesia untuk memperkuat ketahanan ekonomi untuk tetap bertahan di tengah ketidakpastian.

“Kita akan terus terpengaruh oleh lingkungan global yang penuh ketidakpastian, yang sifatnya bukan jangka pendek. Sebagai negara dengan perekonomian terbuka, kita harus siap menghadapi kondisi ini. Ketidakpastian adalah sesuatu yang tidak disukai oleh pelaku ekonomi mana pun," pungkas Sri Mulyani.

Baca juga artikel terkait MENKEU atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana