Menuju konten utama

Sri Mulyani Klaim Kemenkeu Masih Kejar 22 Pengemplang BLBI

Menkeu Sri Mulyani mengklaim kementeriannya saat ini masih menangani penyelesaian piutang 22 obligor BLBI. Nilai dana yang dikejar mencapai Rp31 triliun.

Sri Mulyani Klaim Kemenkeu Masih Kejar 22 Pengemplang BLBI
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan (kanan) dan Juru bicara KPK Febri Diansyah (kiri) memberikan keterangan tentang penetapan tersangka kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (25/4/2017). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kementeriannya sampai sekarang masih menangani proses pengembalian utang 22 obligor penerima dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Pokoknya 22 obligor yang ditangani Kemenkeu," kata Sri Mulyani di Jakarta, pada Jumat (28/4/2017) sebagaimana dilaporkan Antara.

Sayangnya, Sri Mulyani belum mau menjelaskan secara detail kemajuan proses penyelesaian kasus tunggakan utang 22 obligor BLBI yang sedang ditangani oleh Kementerian Keuangan itu. Dia juga tidak menyebutkan nama-nama 22 obligor tersebut.

Sementara itu, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Sonny Loho memaparkan total piutang 22 obligor BLBI, yang sedang dikejar oleh Kementerian Keuangan, itu mencapai Rp31 triliun.

"Itu yang masih kami urus, yang dulu waktu dilimpahkan, belum selesai. Itu diurusnya di Kemenkeu, ada yang kerja sama dengan Kejaksaan dan Kepolisian," ujar dia.

Sonny memastikan proses penagihan tersebut terus berjalan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, termasuk melalui prosedur audit untuk menghindari terjadinya sengketa.

"Kalau masih ada perkara hukum akan kami bereskan dulu. Kadang-kadang ada yang berpendapat mereka tidak ada utang lagi, tapi menurut kami masih ada. Ini masih diusahakan terus," kata Sonny.

Sonny enggan berkomentar banyak mengenai kasus korupsi BLBI yang kini sedang diusut kembali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) untuk salah satu obligor pengemplang 3,7 triliun utang BLBI, Sjamsul Nursalim.

"Karena waktu sudah dilimpahkan, sudah selesai," ujar Sonny singkat.

Pada 25 April 2017 lalu, KPK menetapkan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka di kasus BLBI.

Syafruddin diduga menyalahgunakan kewenangannya untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dan korporasi yang merugikan negara hingga Rp3,7 triliun. Kasus yang membelit Syafruddin berkaitan dengan pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), pada tahun 2004 silam.

Kesalahan Syafruddin ialah mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses litigasi (pengajuan ke pengadilan) kewajiban obligor menjadi restrukturisasi (perbaikan cara penagihan) atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Hasil restrukturisasinya hanya dana Rp1,1 triliun yang bisa kembali ke negara melalui penagihan ke petani tambak Dipasena. Namun, sisa utang BDNI Rp3,7 triliun tak masuk proses restrukturisasi.

BLBI adalah dana talangan pemerintah untuk 48 bank komersil bermasalah akibat krisis krisis keuangan yang melanda Indonesia pada 1998. Total dana talangan BLBI ialah Rp144,5 triliun.

Namun, berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sekitar 95 persen dana tersebut diselewengkan. Kasus BLBI dianggap sebagai korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia karena ada dana negara senilai sekitar Rp138,4 triliun tidak dikemplang para obligor.

Baca juga artikel terkait KASUS BLBI atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Reporter: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom