tirto.id - Syahril Alamsyah alias Abu Rara, pelaku penusukan Menkopolhukam Wiranto, masuk dalam pemetaan aparat ihwal terorisme, tapi ia tidak ditangkap karena belum melewati tahap i'dad (bangun kekuatan).
Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, ada lima tahapan pergerakan kelompok teroris. Sedangkan, menurutnya, Abu Rara belum capai tahap akhir.
"Pola pertama adalah berjaga-jaga. Ini adalah taraf awal, membangun komunikasi intens menggunakan media sosial, tidak menutup kemungkinan berkomunikasi secara verbal," kata Dedi di Mabes Polri, Jumat (11/10/2019).
Tahap kedua ialah perekrutan. Ada tokoh yang biasa melakukan rekrutmen kepada mereka yang bersimpati kepada perjuangan ISIS. Tahap ketiga ialah 'Taklim Umum' berupa doktrin, mematangkan mental, spiritual, fisik dan cara jihad. Dilanjutkan dengan yaitu 'Taklim Khusus'.
"Lebih khusus lagi, kepada orang-orang yang mengikuti tahapan itu [tahap sebelumnya], khususnya menggunakan jejaring media sosial," sambung Dedi.
Kemudian, tahap keempat, maka tahap selanjutnya ialah melakukan i'dad.
"Mereka merencanakan i'dad, proses pelatihan perang-perangan. Abu Zee dengan sembilan orang lainnya i'dad di Gunung Halimun, merakit bom, menggunakan anak panah, replika senjata, untuk menyerang thogut, dalam hal ini pemerintah dan kepolisian," jelas Dedi.
Tahap kelima, lanjut dia, adalah amaliyah atau melaksanakan teror dengan sasaran perorangan kelompok. Teror bisa menggunakan bom.
"Dalam tahap keempat dan kelima, Polri menggunakan bukti permulaan yang cukup, baru bisa melakukan preventive strike. Kalau belum tahap empat dan lima, kami masih lakukan monitoring," kata Dedi.
Abu Rara, kata dia, telah masuk dalam pantuan aparat sejak bergabung dengan Pemimpin Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bekasi, Abu Zee Ghuroba.
Usai perekrutan, Abu Rara dan Abu Zee berpisah. Mereka berkomunikasi menggunakan media sosial sebanyak satu kali.
Lantas Abu Rara menetap di Kampung Menes, Dusun Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten.
"Di Kampung Menes belum ditemukan persiapan atau bukti autentik atau perbuatan melawan hukum oleh Abu Rara," jelas Dedi.
Dalam pemeriksaan sementara, Abu Rara mengaku stres dan khawatir lantaran Abu Zee ditangkap Densus 88 Antiteror, 23 September 2019 lalu.
Pelaku Mengaku Tak Kenal Wiranto
Abu Rara diduga menunggu momen teror. Saat itu dia berada di rumahnya ketika helikopter yang ditumpangi Wiranto melintas. Lelaki itu juga menjadikan masyarakat yang berbondong-bondong ke alun-alun, jadi indikator kedatangan pejabat publik.
"Jadi dari hasil pemeriksaan, dia sudah berkomitmen dengan istri, 'kamu serang anggota polisi, saya akan menyerang pejabat itu'. Dia punya harapan 'saya ditangkap', 'saya akan melakukan perlawanan semaksimal mungkin'. 'Saya akan ditembak mati, jihadnya berhasil'," ucap Dedi menirukan percapakan Abu Rara dengan istrinya.
Jarak antara rumah dan titik penusukan ialah 300 meter. Saat mereka di lokasi, beberapa kali polisi menghalau mereka, namun memaksa mendekat. "Secara mendadak langsung menyerang Pak Wiranto," imbuh Dedi.
Perihal dugaan rekayasa penyerangan, Dedi membantahnya.
"Tidak mungkin ada pihak-pihak yang melakukan rekayasa. Preventive strike yang dilakukan aparat kepolisian tidak berhenti sampai di sini," tutur Dedi.
Sementara itu, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Laksda Purnawirawan Soleman B Ponto berpendapat, teroris melihat sosok dan rekam jejak si target.
"Sosok yang akan mengganggu kelompok [teroris], keberlangsungan tujuan kelompok," kata dia, ketika dihubungi Tirto, Kamis (10/10/2019).
"Karena pejabat publik ini dianggap mengganggu keberlangsungan kelompok [teroris]. Itu saja. Dengan kekuasaan yang dipegang dia [Wiranto]," imbuh Soleman.
Wiranto ditusuk sekitar Kamis (10/10/2019) pukul 11.55 WIB, ketika akan meninggalkan Kampung Menes usai mengisi kuliah umum di Universitas Mathla'ul Anwar, Pandeglang.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali