tirto.id - Tiga Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta telah merampungkan Debat Kedua Pilkada Jakarta 2024 pada Minggu (27/10/2024) malam. Debat tersebut di antaranya mengangkat pembicaraan tentang ketimpangan sosial.
Cawagub Jakarta nomor urut 2, Kun Wardana, menjelaskan bahwa selain bantuan sosial (bansos), cara terpenting untuk menghapuskan ketimpangan di Jakarta adalah mengupayakan lapangan pekerjaan bagi seluruh warga.
“Yang kedua, dia juga harus mendapatkan pendapatan yang layak, yaitu dengan UMP yang disesuaikan dengan survei hidup layak (KHL). Karena, kalau kita hanya melihat dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi, kekhawatirannya adalah dengan meningkatnya harga kebutuhan pokok, dia tidak bisa hidup dengan layak,” jelas Kun dalam Debat Kedua yang disiarkan melalui kanal YouTube Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta, Minggu (27/10/2024) malam.
Kun juga berjanji bakal mendorong produktivitaspara pelaku UMKM melalui program Akademi Independen dan Warung Independen. Dengan program ini, dia dan Cagub Dharma Pongrekun bakal memberikan dukungan pelatihan gratis bagi UMKM.
Selain itu, dua program ini juga dirancang agar pelaku UMKM, khususnya perempuan, dapat berkolaborasi dan menjalin kerja sama lebih luas.
“Dan juga ada permodalan-permodalan yang bisa mendukung best practice agar mereka bisa menjadi UMKM yang sangat produktif. Jadi, potensi dunia digital ini membuka peluang-peluang bagi mereka untuk juga bisa kreatif dan mendapatkan pendapatan yang layak untuk kebutuhan di DKI Jakarta,” imbuh dia.
Menanggapi jawaban Kun, Cawagub nomor urut 3, Rano Karno, lebih memilih untuk menurunkan biaya hidup sebagai solusi mengatasi ketimpangan di Jakarta. Hal itu diwujudkan salah satunya melalui penyediaan akses pangan murah.
“Kita harus memperpendek rantai pasok. Kita harus melanjutkan contract farming.Kita lakukan operasi pasar dan harus dilakukan secara profesional oleh BUMD Jakarta,” jelas Rano.
Cara kedua yang bakal ditempuh Paslon Pramono-Rano adalah membuat transportasi publik lebih terjangkau. Caranya dengan menambah dan memperluas rute Trans Jabodetabek dan Trans Jakarta. Pada saat yang sama, waktu tunggu untuk moda transportasi publik ini juga harus dipangkas.
“Kemudian akses pendidikan harus gratis. KJP [Kartu Jakarta Pintar], KJMU [Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul] harus kita utamakan,” imbuh pria yang lebih dikenali sebagai Bang Doel itu.
Sementara itu, menurut Cawagub nomor urut 1, Suswono, cara mengatasi masalah ketimpangan adalah dengan menerbitkan KAMU alias Kartu Jakarta Maju. KAMU adalah penggabungan dari kartu-kartu yang telah dirilis oleh mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan.
Selain itu, akan dirilis pula Kartu Yatim untuk anak-anak yatim dan Kartu Pelayan Rumah Ibadah. Tak lupa, Suswono juga menyinggung tentang distribusi bansos yang bakal diperbaiki sehingga lebih tepat sasaran.
“Dan kami akan dirikan sekolah perempuan maju agar mereka mendapat tambahan pendapatan,” rinci Suswono.
Mulai beradu kartu, Cawagub Kun menyambung pernyataan Suswono dengan merinci kartu yang bakal dikeluarkannya apabila dia dan Dharma terpilih dalam Pilkada Jakarta. Beberapa di antaranya adalah Kartu Jakartaku Aman.
Tujuan penerbitan kartu tersebut adalah memastikan kesejahteraan dan daya beli warga Jakarta terjaga.
Pada saat yang sama, dia juga bakal mengintegrasikan pasar kerja dengan pencari kerja untuk memperluas akses pembukaan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan warga Jakarta.
Persoalan Kemiskinan
Dalam tema kemiskinan, Paslon Dharma-Kun menanyakan kepada Paslon RIDO, khususnya kepada Ridwan Kamil yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat.
“Saya baca di statistik, setelah Pandemi COVID-19, Jawa Barat menjadi salah satu daerah yang dianggap miskin. Itu yang saya baca di koran. Bagaimana tanggapan Bapak dan bagaimana itu bisa terjadi,” tanya Dharma.
Pertanyaan itu langsung mendapatkan sanggahan dari RK. Menurutnya, data yang dibaca Dharma soal Jawa Barat sebagai daerah termiskin adalah keliru. Selain itu, saat awal menjabat sebagai Gubernur, jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal di Jawa Barat ada 1.100, kemudian jumlahnya turun menjadi 0 dalam waktu 5 tahun.
“Kedua, kami merasa Jawa Barat memang berbeda dengan Jakarta. Kami banyak mengurusi desa, 5.700 pedesaan. Sehingga, banyak hal-hal yang menurut saya membuat kami harus lebih bijak, tidak hanya membahas perkotaan. Dan tolong diingat, kami adalah saya mengalami ujian sebagai pemimpin yang anggarannya harus di-refocusing. Yang tadinya untuk infrastruktur, kami geser untuk kemanusiaan,” jelas dia.
Sementara pada gilirannya bertanya kepada Rano Karno yang sempat menjabat sebagai Plt Gubernur Banten, politikus Partai Golkar itu mencecar Rano dengan pertanyaan mengapa Indeks Pembangunan Manusia di Banten mengalami penurunan menjadi 0,07 dan tingkat pengangguran terbuka yang hanya turun 0,8 persen pada saat dia menjabat.
Rano menjawab bahwa Banten adalah wilayah yang “aneh”. Bagaimana tidak, sejak lepas dari Jawa Barat pada 2000, Banten memiliki dua Kepala Polisi Daerah, yakni Kapolda Banten dan Kapolda Metro. Pun dengan Panglima Kodam (Pangdam) yang juga ada dua, yaitu Pangdam Siliwangi dan Pangdam Jaya.
Dalam kondisi seperti itu, Rano mengklaim tetap dapat menyelesaikan berbagai masalah sosial di Banten. Hal inilah yang kemudian membuatnya percaya diri dapat pula mengurai masalah sosial di Jakarta.
“Banten secara teritori sejahtera ada di Tangerang Raya. Cuma Pandeglang, Lebak sulit dikembangkan. Tapi, alhamdulillah, dengan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Tanjung Lesung, insyaallah bisa kejar indeks yang Kang Emil impikan itu,” kata dia.
RK pun langsung menanggapi jawaban tersebut dengan memamerkan prestasinya yang berhasil menurunkan tingkat pengangguran terbuka sampai 3 persen. Padahal, kondisi Jawa Barat pun serupa dengan Banten yang juga memiliki dua Kapolda dan Pangdam.
“Jadi, poin saya, jadi pemimpin tidak harus mencari alasan-alasan ke orang lain. Mudah-mudahan kalau terpilih, Jakarta lebih baik di pasangan kami atau Abang,” sambung RK.
Terlepas dari itu, ketiga paslon sepakat bahwa ketimpangan sosial-ekonomi yang tinggi dan banyaknya jumlah masyarakat miskin di Jakarta perlu segera diatasi. Dharma-Kun pada gilirannya menggagas Program Getuk Tular Adab sebagai cara untuk mengatasi permasalahan ini.
Paslon Pramono-Rano berjanji untuk melanjutkan Program KJP dan KJMU. Kemudian, peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan insentif bagi pengurus RT/RW, jumantik, serta dasawisma juga bakal dijalankan.
Sementara itu, Paslon RIDO berjanji akan membuka 1 juta lapangan pekerjaan di Jakarta.
“Terdiri dari 600 ribu [lapangan pekerjaan] di sektor formal, kemudian 300 ribu di sektor UMKM, 100 ribu di padat karya,” papar RK.
Masih Terjebak Populisme
Menanggapi debat pada Minggu malam itu, Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, menilai program-program yang diusung oleh ketiga paslon adalah kebijakan populis. Menurutnya, kebijakan-kebijakan populis semacam itu tidak akan mudah mengurai masalah ketimpangan dan kemiskinan di Jakarta yang sangat kompleks.
Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2023, koefisien gini—salah satu ukuran ketimpangan—Jakarta tercatat sebesar 0,431. Itu lebih tinggi dari angka nasional yang sebesar 0,388.
Kemudian, dari sisi distribusi pengeluaran penduduk pada Maret 2024, kelompok pengeluaran 40 persen terbawah turun dari angka 16,6 persen di Maret 2022 menjadi 16,39 persen. Meski begitu, BPS masih menempatkan ketimpangan Jakarta pada status moderat/sedang/menengah karena masih berada pada rentang 12-17 persen.
“Jakarta kita bisa melihat ada gedung, fasilitas mewah, rumah mewah. Tapi, persis di setiap temboknya itu ada rumah susun atau rumah petak yang sanitasinya buruk sekali. Memang sebagian besar itu kebijakan populis dan persoalannya bukan dari ide dan gagasan, tetapi bagaimana akselerasinya bisa dilakukan dengan cepat dalam lima tahun ke depan,” kata Media saat dihubungi Tirto, Senin (28/10/2024).
Bagaimana tidak, per Maret 2024, tingkat kemiskinan di Jakarta masih sebesar 4,3 persen atau sekitar 464,93 ribu jiwa—lebih tinggi dari masa Prapandemi yang sebesar 3,4 persen. Namun, jika dibandingkan dengan Maret 2023, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan karena pada saat itu ada 477,8 ribu penduduk miskin atau setara 4,44 persen dari total penduduk Jakarta.
Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta untuk tahun fiskal 2024 hanya sebesar Rp85,1 triliun. Anggaran untuk pengentasan kemiskinan dan penanggulangan stunting masing-masing sebesar Rp7,44 triliun dan Rp1,75 triliun.
“Kemiskinan di Jakarta itu terlalu kompleks. Artinya, dengan kapasitas fiskal sekarang, dengan kondisi kemiskinan yang rumit sekali itu, kita enggak bisa melakukan semuanya itu secara bersamaan. Jadi, perlu ada skala prioritas yang harus dilakukan. Persoalannya adalah perlu ada skala prioritas untuk khususnya kemiskinan ekstrem dan mereka yang betul-betul membutuhkan,” imbuhnya.
Menurut Media, prioritas pertama adalah memberikan akses kepada masyarakat supaya dapat naik kelas. Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat memberikan akses permodalan dan akses terhadap tempat usaha kepada warga Jakarta. Ini menjadi penting, karena kebanyakan dari warga Jakarta mengandalkan sektor perdagangan besar maupun ritel sebagai pemasukan utama.
“Mau usaha di mall persyaratannya banyak. Mau usaha di pasar juga bayar [sewa] toko. Akhirnya, banyak tempat-tempat usaha yang ilegal. Jadi, memang mereka butuh akses untuk tempat berusaha dan ini perlu diberikan insentif. Tentu saja oleh pemerintah fasilitasi, baik itu pasar yang sifatnya pasar pekerja offline maupun pasar secara online,” jelasnya.
Soal pengangguran, menurut Media, ada yang luput dari pengamatan ketiga paslon, yakni soal jumlah pengangguran yang didominasi oleh penduduk usia 19-27 tahun.
Menurutnya, industri yang saat ini sedang terpukul oleh banjir barang impor membutuhkan komitmen pemerintah untuk memperkuat sektor industri padat karya. Sembari mengupayakan hal tersebut, pemerintah juga bisa meningkatkan kapasitas para pemuda yang masih belum mampu menemukan pekerjaan.
“Sekiranya dua concern itu yang paling signifikan, termasuk juga yang ketiga dalam memastikan masyarakat rentan itu bisa beraktifitas dengan baik di Jakarta. Kalau dari transportasi itu nyaman, kalau mereka ke pasar, itu pasarnya layak. Sehingga, masyarakat kemudian bisa spending. Sehingga, daya beli masyarakat bisa naik lagi,” imbuh Media.
Sementara itu, ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa tingkat ketimpangan dan kemiskinan di Jakarta masih tergolong tinggi, meski angkanya relatif lebih baik dari provinsi lain di Indonesia.
Menurutnya, program-program yang disuguhkan para paslon memang akan membantu untuk menurunkan tingkat ketimpangan dan kemiskinan di Jakarta. Namun, program-program itu tetap masih jauh dari memadai.
“Pendekatan di Jakarta idealnya lebih mengutamakan pendekatan memberi kail, bukan memberi ikan,” katanya kepada Tirto, Senin (28/10/2024).
Dalam hal ini, ide mendorong pengembangan UMKM dengan berbagai insentif dan kemudahan perlu dikedepankan. Lalu, akses sekolah dan kesehatan yang mudah dengan biaya murah juga sangat penting.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan para Paslon Pilkada Jakarta adalah kepastian biaya hidup terjangkau. Menurut Wijayanto, hal itu bisa diupayakan dengan menjaga inflasi pangan di samping menjaga keterjangkauan biaya transportasi umum serta air minum.
“Kemudian, perumahan yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah perlu kembali dijadikan prioritas. Afirmasi terkait dengan PBB perlu dipertahankan. Kemudahan berusaha dan efisiensi ekonomi Jakarta perlu ditingkatkan sehingga sektor yang menciptakan banyak pekerjaan formal berkualitas—seperti ritel, jasa, dan manufaktur—bisa bertumbuh di Jakarta,” tukas Wijayanto.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi