tirto.id - Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ninik Rahayu meminta aparat tidak sembarangan dalam membredel buku-buku. Ia meminta aparat harus tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah sebelum menyita atau menghancurkan buku yang dinilai bermuatan komunis.
"Kalau pun dilakukan upaya, istilahnya bredel atau apa pun, jangan lupa perlu menempatkan orang pada posisi praduga tidak bersalah," kata Ninik di Ombudsman, Jakarta, Kamis (10/1/2019).
Ninik mengingatkan, tidak semua materi mengarah kepada diseminasi paham komunis. Ada pula buku berideologi komunis dalam rangka mengajarkan masyarakat untuk tidak mempelajari ilmu komunis.
"Jadi harus ada proses hukum yang baik, netral. Jangan kemudian hanya karena ada kata kata yang mengarah pada pendidikan marxis lalu dibredel," sebut Ninik.
Ninik pun meminta agar aparat berkoordinasi dalam memroses buku-buku yang disita. Lembaga lain, kata dia, bisa ikut membantu pengawasan seperti lembaga kepresidenan, Pancasila hingga Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Indonesia (BPIP).
Ia juga menambahkan bahwa lembaga-lembaga tersebut harus ikut bertanggung jawab dengan mengawasi persebaran ideologi. Alasannya, terang Ninik, agar negara tidak kecolongan dengan upaya bangkitnya komunisme di Indonesia lewat buku.
Sebelumnya, Aparat kepolisian bersama TNI merazia dan menyita buku-buku yang dituduh memuat “propaganda” Partai Komunis Indonesia (PKI) serta paham komunisme dari 2 toko di Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (26/12/2018) lalu.
Komandan Distrik Militer (Kodim) 0809 Kediri Dwi Agung membenarkan razia buku yang dilakukan aparat TNI tersebut.
"Diamankan guna menghindari keresahan masyarakat," ujarnya
Dwi Agung tak mau apa yang instansinya lakukan itu disebut razia. Sebab, kata dia, jika setelah dikaji tidak ada indikasi penyebaran komunisme, buku-buku itu akan dikembalikan ke pemiliknya.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno