tirto.id - Polda Bali mengungkap sindikat prostitusi jaringan internasional yang beroperasi menggunakan website di Banjar Anyar Kelod, Kuta Utara, Badung, Jumat (10/1/2025). Dua orang tersangka berkewarganegaraan Rusia, yaitu AK (26, perempuan) dan MK (31, laki-laki), mempekerjakan pekerja seks komersial (PSK) dari berbagai negara, termasuk Indonesia.
“Para tersangka menawarkan beberapa pilihan wanita penghibur dari berbagai belahan dunia yang sudah bisa diakses di 129 negara di dunia. Sementara di Indonesia terdapat 12 kota, salah satunya ada di Bali,” ungkap Kapolda Bali, Irjen Pol Daniel Adityajaya, dalam konferensi pers di Polres Badung, Senin (13/1/2025).
Keduanya telah mengorganisir bisnis ilegal tersebut selama 2 tahun di sebuah hotel mewah di Desa Canggu, Kuta Utara.
Pada awalnya, sekitar pukul 03.22 WITA, polisi menggerebek sebuah hotel yang terletak di Pantai Berawa dan mendapati seorang PSK bersama pelanggannya di dalam salah satu kamar hotel tersebut. Dari penggerebekan tersebut, polisi mengendus kedua pelaku di sebuah vila di Banjar Kelod.
Barang bukti yang juga diamankan polisi meliputi sprei kasur, kondom bekas pakai, 16 unit ponsel, 1 unit laptop, 2 paspor, 305 sim card, dan sejumlah ATM dan buku Tabungan dari berbagai bank.
Tersangka AK merupakan bos mucikari yang mengendalikan semua PSK, serta menentukan tarif dan lokasi praktik prostitusi di area Bali. Sementara itu, MK merupakan manajer dan operator yang berkomunikasi langsung dengan para pemesan.
“Yang bersangkutan (AK), yang membagi uang hasil transaksi kepada PSK dan timnya. Yang bersangkutan ini sebagai admin website di Bali, mengendalikan setiap wanita yang jadi PSK, mendaftarkan di website, dan berkomunikasi ke pemesan,” tutur Daniel.
Dalam kasus tersebut, terungkap pula bahwa terdapat 15 PSK yang diorganisir kedua pelaku dari area Bali. Salah satu pekerja seks berinisial EE bahkan diketahui merupakan warga negara Rusia.
Diketahui, tarif yang dipasang berkisar antara 300 hingga 350 dolar AS atau lebih dari Rp3 juta dalam sekali transaksi. Laba per transaksi dibagi tiga antara PSK dan kedua tersangka dengan persentase pembagian 50 persen untuk PSK, 40 persen untuk mucikari, dan 10 persen untuk manajer.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 45 Ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tetnang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar. Selain itu, keduanya juga dijerat dengan Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dengan penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Abdul Aziz