tirto.id - Sidang perdata gugatan Kivlan Zen terhadap Menko Polhukam Wiranto rencananya memanggil Presiden RI ketiga BJ Habibie sebagai saksi. Tuntutan tersebut dilakukan Kivlan karena Wiranto dinilai merugikannya dalam pembentukan Pam Swakarsa pada 1998.
"Lagi dibuat [surat untuk Habibie], belum diantar," kata kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta, kepada wartawan di PN Jakarta Timur pada Kamis (15/8/2019).
Pasalnya, kata Tonin, Habibie menjadi pihak yang mengeluarkan uang sebesar Rp10 miliar untuk pembentukan Pam Swakarsa melalui Wiranto. Dana tersebut diduga berasal dari dana non-budgeter Bulog.
Namun, uang yang Kivlan terima sebesar Rp400 juta. Padahal, kata Tonin, uang yang dikeluarkan Kivlan untuk pembentukan Pam Swakarsa adalah sebesar Rp8 miliar untuk membeli 30 ribu porsi masakan Padang.
"Yang pasti, Pak Kivlan udah buat [surat untuk jadi saksi] pada Pak Habibie, kepada Rahadi Ramlan, dan seterusnya. Siapa yang mendengar, siapa yang mengalirkan uang, dan melihat bahwa uang itu tidak pernah kepada Pak Kivlan," jelasnya.
Dalam kasus ini, Kivlan menggugat Wiranto melalui sidang perdata senilai Rp1,1 triliun. Gugatan tersebut dilayangkan karena Wiranto dinilai melawan hukum dan perlu untuk mengganti rugi.
Gugatan materiel dari Kivlan ke Wiranto terdiri atas menanggung biaya Pam Swakarsa dengan menjual rumah, mobil, dan mencari senilai Rp8 miliar, serta menyewa rumah kembali senilai Rp8 miliar.
Gugatan imateriel termasuk menanggung malu karena utang senilai Rp100 miliar, tidak mendapatkan jabatan yang dijanjikan senilai Rp100 miliar, mempertaruhkan nyawa dalam Pam Swakarsa senilai Rp500 miliar, dipenjarakan sejak 30 Mei 2019 senilai Rp100 miliar.
Kemudian mengalami sakit dan tekanan batin sejak bulan November 1998 senilai Rp184 miliar. Terakhir, menggugat untuk menuntut Wiranto membayar biaya perkara secara keseluruhan.
"Sengketa mengenai pembiayaan Pam Swakarsa untuk kepentingan Tergugat [Tergugat] tersebut telah mengakibatkan Penggugat [Kivlan] menanggung pembiayaannya," kata Kuasa Hukum Kivlan, Tonin Tachta.
"Oleh karena itu terjadi perseteruan yang diakhiri dengan membuat “Pernyataan Bersama (Joint Statement)” pada tanggal 30 Juli 2004 antara Penggugat sebagai Pihak Pertama dan Tergugat sebagai Pihak Kedua dan sangat jelas dalam pernyataan tersebut tidak disebutkan mengenai uang yang menjadi penagihan Penggugat terhadap Tergugat," pungkasnya.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Maya Saputri