tirto.id - Dua tahanan politik Papua, Dano Anes Tabuni dan Ambrosius Mulait mengenakan koteka dalam sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Hakim sempat keberatan dengan pakaian adat yang dikenakan dua terdakwa, namun Dano bersikukuh akan gunakan pakaian serupa di sidang berikutnya.
"Hakimnya minta [kami] pakai celana. Badan di atas tetap kosong [tanpa pakaian] tapi jangan pakai koteka lagi sidang berikutnya karena aturan pengadilan. Saya tetap pakai koteka di sidang berikutnya," ucap Dano di lokasi, Senin (6/1/2020).
Dalih Dano dan Ambrosius ialah karena budaya Papua. Dano ingin menunjukkan identitas asli orang Bumi Cenderawasih.
"Kami menyelesaikan masalah sebesar apapun secara budaya, mesti pakai koteka. Dalam penyelesaian masalah, itu terhormat. Saya menghormati persidangan ini ketika saya pakai koteka," kata Dano.
Mengenakan koteka, lanjut dia, bukan berarti melanggar aturan persidangan, bahkan ia lebih memilih dikucilkan pemerintah ketimbang penduduk Papua.
"Ini keinginan pribadi saya. Jika saya lakukan sesuai dengan kemauan hakim, justru saya yang dikucilkan oleh rakyat bangsa Papua," tegas Dano.
Punggung badannya dituliskan 'Monkey' dan 'Usir Papua' menggunakan odol, sebagai bentuk sindirian terhadap rasisme kepada mereka.
"Ini yang dikatakan [massa] di Surabaya [Agustus 2019 lalu], dengan yel-yel 'usir Papua'. Kami dalam aksi tidak melakukan segala anarkisme, kami aksi damai menyikapi isu rasisme yang ada," ucap Dano.
Ia berpendapat, pemerintah seolah mengalihkan isu rasisme hingga pemidanaan para terdakwa.
Hari ini, kuasa hukum terdakwa membacakan tiga eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Berkas pertama atas nama Ariana Elopere, dengan nomor perkara PDM-807/JKTPST/11/2019; berkas kedua atas nama Dano Anes Tabuni, dengan nomor perkara PDM-808/JKTPST/11/2019; berkas ketiga atas nama Paulus Suryanta Ginting, Ambrosius Mulait, Charles Kossay dan Issay Wenda, dengan nomor perkara PDM-809/JKTPST/11/2019.
Mereka didakwa dengan tuduhan makar dan pemufakatan jahat, dengan Pasal 106 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP atau Pasal 110 ayat (1) KUHP.
"Kami menilai bahwa dakwaan saudara jaksa penuntut umum tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP, dan mohon sekiranya kepada hakim untuk menyatakan dakwaan saudara jaksa penuntut umum batal demi hukum atau setidak-tidaknya menyatakan dakwaan saudara jaksa penuntut umum tidak dapat diterima," ucap kuasa hukum terdakwa, Tigor Hutapea.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali