Menuju konten utama

Sidang BLBI: Kesaksian Boediono Soal Proses Penyelesaian Utang BDNI

Kesaksian Boediono soal proses penyelesaian utang BLBI oleh pemilik BDNI Sjamsul Nursalim terkesan melimpahkan tanggung jawab ke Syafruddin Arsyad Temenggung.

Sidang BLBI: Kesaksian Boediono Soal Proses Penyelesaian Utang BDNI
Mantan Wakil Presiden Boediono memberikan keterangan saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/7/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - Mantan Wakil Presiden Boediono, hari ini menjadi saksi dalam persidangan perkara korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Saat bersaksi, Boediono mengaku tidak mengetahui detail kronologi penyelesaian utang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) meski hadir di rapat-rapat Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

Ia juga mengklaim tak mengetahui secara detail proses pengambilan keputusan penghapusan piutang BDNI kepada petani tambak, yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM), yang merupakan aset Sjamsul Nursalim selaku pemilik BDNI.

“Kami tidak tahu bagaimana prosesnya sejak awal,” ujar Boediono di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (19/7/2018).

Dia beralasan ketika mengisi posisi Menteri Keuangan periode 2001-2004 dan anggota KKSK, hanya menerima laporan dari Syafruddin selaku kepala BPPN. Sebab, wewenang untuk menyimpulkan bahwa syarat-syarat administrasi untuk penerbitan SKL bagi pemilik BDNI telah terpenuhi adalah tugas BPPN.

Intinya, menurut Boediono, kesimpulan bahwa Sjamsul Nursalim telah memenuhi Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) BDNI merupakan keputusan BPPN.

"Kami terus terang juga tidak mengetahui," kata Boediono soal kepastian Sjamsul Nursalim telah memenuhi kewajibannya atau belum.

Saat persidangan, jaksa KPK sempat memperdengarkan rekaman suara Syafruddin soal penyelesaian piutang BDNI kepada petambak senilai Rp3,9 triliun.

Rekaman itu menyebut, total utang yang bisa dibayar oleh petambak ialah Rp1,1 triliun. Sisanya Rp2,8 triliun akan di-write off (penghapusbukuan) karena itu akan membebani petani tambak dan membuat mereka tidak bisa meminjam kembali ke bank.

Setelah memutar rekaman suara itu, jaksa KPK menanyakan kebenaran isinya kepada Boediono.

“Sudah begitu lama, tapi kurang lebih begitu," kata Boediono.

Sebagai informasi, Boediono diperiksa menjadi saksi dalam kapasitasnya sebagai mantan Menteri Keuangan periode 2001-2004 atau di era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Dia pernah menerima pertanggungjawaban aset-aset BPPN dengan Berita Acara Serah Terima (BAST) tertanggal 30 April 2004 dari Syafruddin.

Dia juga diserahi basis data Bunisys yang berisikan hak tagih utang petambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) sejumlah Rp1,129 triliun.

Dalam perkara korupsi ini, dakwaan jaksa KPK menyatakan perbuatan Syafruddin bersama Ketua KKSK Dorodjatun Kuncoro Jati serta pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim dalam penerbitan SKL untuk BDNI diduga telah merugikan negara senilai Rp4,58 triliun.

Baca juga artikel terkait KASUS BLBI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Addi M Idhom