tirto.id - Pada 24 Mei 2018 lalu, Go-Jek mengumumkan ekspansi ke empat negara di Asia Tenggara, yakni Vietnam, Singapura, Thailand, dan Filipina. Layanan yang akan dihadirkan oleh Go-Jek yaitu ride-sharing. Di Indonesia, layanan ini sudah sangat mengakar dengan klaim Go-Jek sudah memiliki 1 juta mitra driver.
Pengumuman Go-Jek berekspansi bagian realisasi dari kabar yang sempat santer sejak akhir 2017. Ajay Gore, Chief Technology Officer Go-Jek, sebagaimana diwartakan Reuters, saat itu sempat mengatakan “hampir semua negara-negara di Asia Tenggara berada dalam radar Go-Jek untuk dimasuki dalam tiga, enam, hingga 12 bulan mendatang.” Gore mengatakan “Filipina akan menjadi negara pertama” yang disambangi Go-Jek di luar Indonesia.
Rindu Ragilia, Public Relation Manager Go-Jek Indonesia menyatakan Go-Jek memastikan akan hadir di empat negara tersebut “dalam beberapa bulan ke depan.”
Nadiem Makarim, Chief Executive Officer Go-Jek beralasan ekspansi Go-Jek karena konsumen “di Vietnam, Thailand, Singapura, dan Filipina tidak memiliki cukup pilihan atas layanan transportasi ride-hailing.”
Go-Jek siap merogoh investasi sebesar $500 juta. Nilai investasi ini “sejalan dengan penggalangan investasi Go-Jek seri terakhir yang membawa investasi dari Astra, Google, Tencent, JD.COM, Meituan, dan lainnya.”
Mengutip laman Crunchbase, pada 12 Februari 2018 lalu, Go-Jek menerima pendanaan Seri E dan sukses menyedot investasi sebesar $1,5 miliar dari nama-nama perusahaan di atas. Artinya, investasi yang dikucurkan untuk ekspansi ke empat negara hanya sepertiga dari nilai pendanaan yang diperoleh.
Selain menyiapkan dana, Go-Jek juga sedang “berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pemerintah negara setempat dan para pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan kesiapan operasional.” Rencananya bila Go-Jek telah beroperasi di negara-negara tersebut, layanan akan “dijalankan oleh tim lokal yang akan didukung oleh teknologi dan keahlian dari Go-Jek.”
Siapa Saja Lawan Go-Jek?
Grab merupakan lawan tangguh Go-Jek saat akan menaklukkan pasar Asia Tenggara, terutama karena Grab kini telah menggabungkan kekuatan dengan Uber. Straits Times menyebutkan ada 41.297 pengemudi Grab dan Uber di Singapura. Media Vietnamvet mengungkap ada 50.000 pengemudi Grab dan Uber di Vietnam. Sementara itu, berdasarkan laporan Rappler, ada 118.000 pengemudi Uber maupun Grab di Filipina. Sayangnya, tidak ada data resmi tentang jumlah pengemudi Grab ataupun Uber di Thailand.
Jika melihat negara tujuan Go-Jek satu per satu, praktis, Singapura telah dikuasai Grab, yang kebetulan juga merupakan markas besar startup tersebut. Namun, Singapura masih memiliki celah untuk disusupi. Salah satu buktinya, pemain baru bernama Filo, pada Mei 2018, baru saja memulai operasional di Singapura.
Filo merupakan startup ride-sharing garapan Jason Tan dengan modal awalnya hanya $50 ribu. Guna mengusik kedigdayaan Grab, Filo memberlakukan fee pengemudi hanya sebesar 12 persen, lebih murah dibandingkan Grab yang mematok fee 20 persen.
Sebagaimana diwartakan Straits Times, kebijakan ini akan membuat “biaya mitra” Filo lebih murah hingga $400 tiap bulan. Sayangnya, di masa awal peluncuran hanya ada 300 mitra pengemudi Filo, yang tak sebanding dengan kekuatan Grab di sana.
Namun, Tan optimistis dengan startup bentukannya. Ia mengatakan “jika di pasar memiliki pemain tak lebih dari lima, konsumen akan mampu mengakomodasinya.”
Di Vietnam, pemain lokal bernama Vivu siap menghadang Go-Jek di sana. Vivu merupakan ride-sharing yang digagas oleh Tran Thanh Nam dan meluncur pada Maret 2016, yang awalnya bernama FaceCar. Menurut klaim mereka, di Kota Ho Chi Min, terdapat 2.000 driver yang mendukung layanan Vivu.
VN Express menulis pada awal April 2018, soal Vivu yang memperoleh pendanaan senilai $100 juta, yang akan digunakan untuk memperkuat posisi mereka melawan gempuran Grab. Phuong Trang, perusahaan yang berinvestasi pada Vivu, mengatakan secara tersirat bahwa investasi tersebut diberikan guna mendukung produk “made in Vietnam,” yang akan sangat mungkin dijadikan kampanye startup tersebut melawan Grab sebagai “pihak asing.”
Negara tujuan Go-Jek selanjutnya ialah Filipina. Mengutip laman Inc, salah satu pemain lokal di sana yang patut diwaspadai Go-jek ialah Micab, startup ride-sharing yang digagas oleh Eddie Ybanez dan meluncur pada 2015 di wilayah Cebu dan Illoilo, yang mula-mula diluncurkan dalam bentuk layanan SMS.
Mengutip laman ABS CBN, Micab kini memiliki 4.000 mitra di tiga kota antara lain, Manila, Baguio, dan Cebu. Menurut rencana, guna membendung kekuatan Grab dan Go-Jek, Micab menargetkan memiliki 15.000 mitra di akhir 2018.
Namun, selain soal jumlah driver, salah satu kekuatan Micab ialah integrasi mereka dengan perusahaan transportasi konvensional. Inc melaporkan, pada Juli tahun lalu, Micab menjalin kerja sama dengan Philippine National Taxi Operators Association (PNTOA) dan Association of Taxi Operations in Metro Manila (ATOMM), dua operator yang memiliki lebih dari 20.000 taksi di Filipina. Integrasi ini, tentu bakal menyulitkan Grab maupun Go-Jek sebagai startup pendatang.
Salah satu keunggulan Micab lainnya ialah harga yang kompetitif. David Vacher, penasihat senior Micab, mengatakan mereka menerapkan booking fee yang rendah, hanya senilai $1, dan tidak menerapkan kebijakan jam sibuk. Ini berbeda dibandingkan Grab dan Go-Jek, yang masing-masing, memberlakukan tarif jam sibuk.
Go-Jek mengembangkan sayap bisnisya ke Thailand juga bakal menghadapi lawan berat. Tech in Asia menulis salah satu startup ride-sharing yang cukup bertaji di Negeri Gajah Putih tersebut ialah GoBike. Startup yang digagas Lian Wah Seng dan meluncur pada Desember 2015.
Nama GoBike sangat mirip dengan Go-Jek, yakni mengandalkan layanan ride-sharing berbasis motor dibandingkan mobil. Menurut klaim, telah ada 100.000 driver yang terdaftar di platform mereka. Pengutamaan motor ini, senada dengan kebiasaan masyarakat Thailand, yang sebagaimana di Indonesia, motor jadi transportasi yang juga populer.
Selain kemiripan tersebut, salah satu keunggulan GoBike yang patut diwaspadai ialah suksesnya startup tersebut mendapatkan pendanaan $4,8 juta dari investor Cina. Lian Wah Seng, Chief Executive Officer (CEO) GoBike mengatakan pendanaan itu bersumber dari “satu investor sangat besar asal Cina.”
Pengumuman ekspansi Go-Jek ke empat negara di Asia Tenggara bisa dibaca sebagai tantangan terhadap penguasa pasar Grab dan pemain lokal ride sharing di kawasan. Menurut klaim, Grab menguasai 71 persen pangsa pasar ride-sharing di Asia Tenggara, dengan kehadirannya di 195 kota di 8 negara. Pada 26 Maret lalu, keperkasaan Grab ditunjukkan lagi melalui aksi akuisisi Uber.
Padahal, pasar Asia Tenggara merupakan pasar yang besar. Yang terlalu sayang dilewatkan jika hanya dikuasai Grab. Frost & Sullivan, firma penelitian pasar, sebagaimana diwartakan Nikkei, mengatakan layanan ride-sharing telah digunakan sebanyak 6,1 miliar kali di enam negara utama Asia Tenggara pada 2016 lalu. Pasar ride-sharing di Asia Tenggara berada di angka $20,4 miliar, dan akan meningkat 6,5 persen pada 2021 mendatang.
Asia Tenggara merupakan wilayah dengan proporsi nilai pasar paling besar dibanding wilayah Asia lainnya. Data Statista mengungkap, pada 2018 diperkirakan nilai pasar ride-sharing di Asia berada di angka $32 miliar. Jumlah yang patut diperebutkan oleh Go-Jek, Grab, dan pemain-pemain lokal di ASEAN.
Editor: Suhendra