Menuju konten utama

Senjata Allo Melawan WhatsApp, BBM, dan Line

Allo sebuah aplikasi pesan instan buatan Google. Ia memiliki kemampuan machine learning dan Google Assistant.

Senjata Allo Melawan WhatsApp, BBM, dan Line
Ilustrasi aplikasi Allo. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Google Indonesia merilis Google Assistant berbahasa Indonesia dalam bungkus aplikasi pesan instan baru mereka bernama Allo, dalam sebuah acara bertajuk “Google for Indonesia” dihelat di Ciputra Artpreneur, Jakarta (24/8/2017),

Selayaknya aplikasi pesan instan pada umumnya, Allo serupa dengan WhatsApp atau Line. Ia adalah aplikasi pesan instan. Namun, diklaim didukung dengan kemampuan machine learning. Sebuah teknologi yang bisa mempelajari tingkah laku penggunanya dan kemudian bisa memberikan usulan tertentu.

“Kami menggunakan machine learning untuk menyediakan produk yang lebih menolong dan lebih ekspresif. Google Assistant (juga) menggunakan mechine learning untuk memahami apa yang Anda tanyakan dan menyediakan respons unik. Kami menggunakan juga machine learning seperti untuk smart expressions yang kami luncurkan agar (lebih) responsif," kata Adam Rodriguez, Produk Lead Google Allo.

Machine learning juga digunakan untuk memberi usulan emoji yang digunakan dalam percakapan dan lainnya. Fasilitas inijuga dapat digunakan untuk memahami kontek pengguna yang ditanyakan pada Google Assistant.

Hadirnya Allo yang didukung Google Assistant berbahasa Indonesia dan machine learning di Indonesia otomatis menjadi penantang aplikasi pesan instan sejenis yang telah populer digunakan di Indonesia. Nama-nama aplikasi pesan instan seperti BlackBerry Messenger atau BBM yang didukung korporasi Emtek, WhatsApp oleh Facebook, dan Line dengan beragam stiker ikoniknya, akan menjadi lawan tangguh yang mesti dihadapi Allo.

Dipacak dari laman Statista, pada Januari 2017, WhatsApp dan Facebook Messenger yang kedua-duanya merupakan produk Facebook, didaulat sebagai aplikasi pesan instan paling populer di seluruh dunia. Angka penggunanya masing-masing telah mencapai 1 miliar pengguna.

Baca juga: Strategi Facebook Jadikan Whatsapp Sebagai Pundi Uang

Setelah itu ada QQ Mobile dan WeChat dari Cina. Masing-masing, memperoleh 877 juta pengguna dan 846 juta pengguna. Jumlah pengguna yang besar untuk dua aplikasi pesan instan asal Cina tersebut bukanlah suatu hal yang cukup spektakuler. Pemerintah Cina menerapkan strategi “tembok raksasa internet" sehingga WeChat dan QQ Mobile mampu mengukir angka pengguna yang begitu besar.

Baca juga: Tembok Cina di Dunia Maya

Selepas QQ Mobile dan WeChat, Line ialah aplikasi pesan instan berikutnya yang populer digunakan penduduk dunia dengan 217 juta pemakai. BBM, aplikasi pesan instan yang pernah merasakan kejayaan di era ponsel BlackBerry masih jaya, masih punya 100 juta pengguna di seluruh dunia.

Merujuk penelitian yang dilakukan Tirto, terutama di kalangan generasi Z, generasi yang lahir sejak 1996 hingga sekarang atau generasi dengan umur paling tua maksimal berada di angka 21 tahun, di Jawa dan Bali, Line adalah aplikasi yang paling sering mereka gunakan.

Sebanyak 45,4 persen generasi Z di Jawa dan Bali mengaku sering menggunakan aplikasi pesan instan yang terkenal dengan stikernya itu. Di golongan pesan instan, aplikasi berikutnya yang paling sering digunakan generasi Z ialah BBM. Ada 14,2 persen generasi Z mengaku menggunakan aplikasi pesan instan yang telah diakuisisi Emtek itu. Dan terakhir, aplikasi pesan instan yang sering digunakan ialah WhatsApp. Sebanyak 11,7 persen generasi Z, mengaku sering memakai aplikasi tersebut.

Baca juga: Masa Depan di Tangan Generasi Z

Sebuah jajak pendapat online pada 2016 dengan rentang umur antara 20-45 tahun yang dilakukan JakPat App, sebuah firma riset pemasaran, perihal aplikasi pesan instan pada masyarakat Indonesia mengungkap bahwa BBM ialah aplikasi pesan instan paling populer digunakan di Indonesia. Dari jajak pendapat itu, 89,35 persen responden mengaku memasang BBM di gawai mereka. Persentase itu, jauh lebih tinggi dibandingkan Line (77,42 persen) maupun WhatsApp (74,19 persen).

Hal yang hampir mirip terungkap dalam sebuah riset yang dirilis oleh We Are Social, sebuah firman agensi pemasaran. Dalam riset bertajuk “Digital in 2016,” BBM didaulat menjadi platform paling aktif bagi pengguna Indonesia dengan angka 19 persen. Sementara itu, WhatsApp 14 persen dan Line 12 persen mengekor menjadi yang paling aktif digunakan.

Baca juga: BBM Dalam Cengkraman Emtek

Secara sederhana, melihat riset-riset di atas, Line lebih diganderungi generasi Z, generasi dengan umur di bawah 21 tahun. Penggunaan Line bagi kalangan muda, tidak hanya terjadi di Indonesia. Data yang dipacak dari Statista mengungkap bahwa rentang usia antara 10-19 tahun, merupakan rentang usia yang paling banyak menggunakan Line di Jepang pada November 2015. Golongan dengan rentang usia tersebut, sebanyak 96,9 persen mengaku menggunakan Line. Sementara BBM, di Indonesia, lebih menarik orang-orang dengan rentang 20-45 tahun atau secara umum.

Baik Line, BBM, maupun WhatsApp, memiliki ragam fitur dan keunggulan yang berbeda guna merangkul sebanyak mungkin pengguna. Jajak pendapat JakPat mengungkap, BBM dipilih penggunanya karena aplikasi itu menggunakan PIN untuk menambahkan kontak.

Memanfaatkan PIN, tidak sembarang orang bisa menambahkan satu kontak pengguna oleh pengguna lainnya. Sementara WhatsApp, merujuk hasil jajak pendapat, dipilih karena aplikasi itu dikatakan mengirim pesan lebih cepat dan kontak secara otomatis akan terdaftar di aplikasi itu. Untuk kasus Line, aplikasi itu dipilih terutama karena memiliki stiker lucu dan ekspresif. Line dipilih karena aplikasi itu memiliki banyak fitur pendukung, semisal gim, find alumni, dan line@.

Untuk kasus Line, merujuk pada Techcrunch, banyaknya fitur dan stiker di aplikasi itu terbukti mendatangkan untung bagi pihak Line. Di 2015, Line memperoleh laba kotor lebih dari $1 miliar. Dari angka itu, 40 persen disumbang oleh gim sosial yang terdapat di dalam aplikasi. Line di tahun itu berhasil memboyong uang senilai $270 juta atas jualan stikernya di aplikasi pesan instan itu.

Infografik Allo

Tantangan Allo di Indonesia

Sebagai pendatang baru, Allo tentu harus mengambil hati pengguna ponsel pintar di Indonesia, Allo jelas membutuhkan sesuatu yang berbeda yang bisa memenangkan hati pengguna. BBM, Line, dan WhatsApp, sukses karena memiliki keunggulannya tersendiri.

Dalam ajang Google for Indonesia, Produk Lead Google Allo Adam Rogriguez mengungkap bahwa salah satu fitur unggulan Allo ialah stiker. Untuk pasar Indonesia, Google bahkan membuat stiker dengan cita rasa lokal. Namun, di segmen tersebut, Line telah kokoh berdiri. Praktis, jika dilihat Google hanya fokus menawarkan Google Assistant untuk menggaet masyarakat menggunakan Allo.

Hadirnya produk pesan instan Allo dari Google yang mencoba menantang pasar Indonesia, mengingatkan pada gagalnya Google+ untuk mengalahkan lawan-lawannya di ranah media sosial. Hingga hari ini, bahkan eksistensi Google+ seakan tak nampak di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan melalui data yang dipacak dari Statista, Google+ tidak masuk radar media sosial paling terkenal di Agustus 2017 ini. Nama Google+ hilang ditelan kedigdayaan Facebook yang memiliki lebih dari 2 miliar pengguna aktif.

Padahal, merujuk buku berjudul “How Google Works” yang ditulis bersama antara Eric Schmidt dan Jonathan Resenberg, Google+ merupakan pertaruhan paling ambisius Google. Namun, keambisiusan itu berbuah hasil yang jauh dari harapan.

Direktur Scrum Alliance Steve Denning, sebuah firma manajemen pekerja, dalam tulisannya di Forbes mengungkapkan bahwa salah satu kegagalan Google+ karena gagal menghadirkan sesuau yang original. Menurut Denning, Google seharusnya “berpikir ulang tentang misi (Google+) itu, berhenti berpikir tentang sesuatu, dan mulailah mencari area baru di mana hal tersebut bisa menyenangkan pengguna.”

Terkait kehadiran Allo, bila merujuk analisis Denning, jelas tak mengedepankan salah satu poin penting tentang kegagalan Google+. Allo, mau tak mau, berhadapan dengan BBM, Line, dan WhatsApp yang telah kokoh berdiri di Indonesia. Meskipun Google bisa saja memaksakan aplikasi Allo langsung terpasang tanpa proses instalasi di ponsel pintar berbasis Android, cara demikian sukar diterapkan di ponsel pintar berbasis iOS alias iPhone.

Secara sederhana, aplikasi jauh berbeda dibandingkan suatu situsweb yang mengandalkan kunjungan peselancar internet. Namun untuk aplikasi, terutama aplikasi pesan instan, seorang yang sudah memakai aplikasi pesan instan juga harus punya jaringan yang luas. Singkat kata, perlu banyak orang yang memakai aplikasi Allo. Sudah siapkah Google?

Baca juga artikel terkait WHATSAPP atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Reporter: Ahmad Zaenudin
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra