Menuju konten utama
Refleksi Diri di Bulan Suci

Seni Menjaga Lisan: Mengurangi Kebiasaan Bergosip

Dorongan untuk bergunjing memang luar biasa, terlebih manusia memiliki naluri untuk bercakap-cakap dan menjalin komunikasi.

Seni Menjaga Lisan: Mengurangi Kebiasaan Bergosip
Header diajeng Tahan Diri Tidak Bergosip. tirto.id/Quita

tirto.id - "Mulutmu, harimaumu!"

Kiasan yang sudah sering kita dengar ini menegaskan betapa ucapan yang keluar dari mulut kita bisa sangat melukai hati orang lain.

Apalagi, selama bulan Ramadhan, kita perlu lebih mengontrol diri dalam perbuatan dan perkataan, termasuk bergosip atau membicarakan tentang orang lain.

Ah, namun semudah itukah mengurangi kebiasaan bergunjing? Tentu tidak!

Nyatanya, mengobrol itu sendiri merupakan aktivitas yang mustahil dipisahkan dari keseharian manusia.

Menurut studi observasi lawas dari Human Nature pada 1993, terungkap bahwa laki-laki menghabiskan 55 persen waktu percakapan, sementara perempuan 67 persen, untuk membahas topik yang relevan secara sosial.

Gosip atau pergunjingan tentang orang lain biasanya identik dengan rumor buruk tentang orang lain, penghinaan, atau pemberitaan isu-isu sensasional dan bombastis.

Meski begitu, kalangan peneliti mendefinisikan aktivitas bergosip secara luas sebagai "membicarakan orang yang tidak hadir" di lokasi si penggunjing.

"[Gosip] adalah sesuatu yang sangat alamiah bagi kita—bagian yang tidak terpisahkan dari percakapan, berbagi informasi, dan bahkan membangun komunitas," jelas Megan Robbins, dosen psikologi di University of California, Riverside dalam sebuah laporan di Time pada 2019 lalu.

Ada banyak alasan di balik keputusan orang untuk bergosip.

Mengutip artikel di Psychology Today, beberapa dari kita menggunjing orang lain karena ingin membalas dendam.

Dalam konteks tersebut, jika kita tidak menyukai seseorang, maka kita akan mencari pihak lain yang juga tidak menyukai orang tersebut.

Nah, apa yang terjadi kemudian? Sudah tentu, percakapan selanjutnya berpusat pada penilaian negatif terhadap orang yang sama-sama tidak kita sukai.

Perasaan tidak suka terhadap target atau sasaran gosip itu pun dijustifikasi—dibenarkan—bersama-sama.

"Namun, kebanyakan orang bergosip karena aktivitas tersebut menyenangkan dan memberikan mereka semacam perasaan berkuasa. Membicarakan orang lain memberikan perasaan lega bagi si pembicara karena ia tidak mengalami musibah yang sama," demikian kutipan di dalam artikel.

Dorongan untuk bergosip itu pun biasanya muncul begitu saja, tanpa disadari.

Bagi beberapa orang, bergosip biasanya menjadi semacam jalan keluar dari kebosanan rutinitas atau sekadar untuk membumbui percakapan.

Kalau sudah begitu, apa yang dapat kita lakukan untuk menahan diri agar tidak terus terdorong untuk bergosip?

Melansir Harvard Business Review, cara terbaik untuk menghentikan gosip adalah dengan berhenti mendukung si tukang gosip.

Apabila kita bersikap pasif—diam saja seiring mendengarkan si tukang gosip bergunjing—si tukang gosip itu justru akan merasa “dihargai”.

Artinya, untuk memutus lingkaran maut gosip, kita perlu mengusahakan reaksi yang bersifat solutif.

Praktik ini pernah ditemukan di sebuah perusahaan teknologi, yang karyawan-karyawannya paham betul bahwa segala hal terkait gosip mengandung risiko teguran.

Beberapa karyawan di sana, pada 2015 lalu, menggunakan aplikasi pihak ketiga, Secret, yan memungkinkan penggunanya berbagi pesan secara anonim.

Dalam hal ini, pengguna aplikasi Secret dapat menyampaikan keluhan tentang rekan kerja dan kebijakan kantor.

Ketika mendapati rekan kerja yang menyampaikan keluhan-keluhan, karyawan senior atau yang sudah lama bekerja mulai menegur mereka, alih-alih menghadapinya secara bertanggung jawab.

Mereka bahkan mencantumkan nama dan informasi kontaknya di aplikasi untuk menawarkan dukungan bagi mereka yang ingin belajar bagaimana benar-benar menyelesaikan masalah.

Terapis psikologi Hannah Rose, LCPC, dari University of California menulis di Psychology Today bahwa saat hasrat bergosip mulai menggebu-gebu, dia selalu mencoba melawannya dengan mempraktikkan teknik mindful.

Teknik mindful dapat diawali dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut kepada diri sendiri, "Benarkah? Apakah itu baik? Apakah itu berguna?"

"Aku mencoba untuk mengingat-ingat tentang ini: Aku cenderung lebih sulit memercayai teman sebaya yang terus-menerus bergosip,” tulis Rose, “Jika seseorang menceritakan kepadaku tentang hal-hal buruk terkait semua temanku, kemungkinan besar dia melakukan hal yang sama tentang aku di belakangku."

Psikolog klinis dan co-founder klinik psikologi Ohana Space, Veronica Adesla sepakat bahwa sikap mindful—penuh perhatian dan kesadaran tentang yang terjadi pada diri sendiri dan sekitarnya—adalah salah satu cara untuk menahan diri dari bergosip.

"Bergosip itu memang seru, akan tetapi apabila kita bisa mindful dengan sekitar dan mindful dengan diri sendiri, tentu akan ada banyak hal yang lebih seru lagi," kata Veronica.

Menurut Veronica, mindfulness dapat meningkatkan komunikasi, interaksi, dan kedekatan emosi kita dengan orang-orang sekitar.

Ini tentu semakin penting diterapkan pada bulan Ramadhan yang kerap dijadikan momen bersilaturahmi dengan satu sama lain.

"Dengan lebih peduli satu sama lain, memperhatikan orang lain, lebih perhatian dengan bertanya tentang mereka, mendengarkan cerita mereka, hal itu semua membuat emosi menjadi lebih kuat dengan satu sama lain. Menjadi tambahan berkah di bulan Ramadhan," paparnya.

Veronica tak menampik godaan untuk bergosip memang sangat besar.

Namun, kita perlu mendisiplinkan diri agar fokus pada kegiatan-kegiatan positif. Dengan menyibukkan diri pada kegiatan produktif, kita tidak akan punya cukup energi untuk menyelami dunia pergunjingan.

"Lebih being present, mindful, kemudian lebih aware dengan apa yang sedang terjadi di depan kita, lebih aware dengan orang di depan kita, lebih aware dengan diri kita juga. Tingkatkan komunikasi dan interaksi dengan satu sama lain lebih mendalam lagi," pungkas a Veronica.

Tanpa gosip, Ramadhan kita bersama orang-orang di sekitar tentu akan jauh lebih bermakna!

Baca juga artikel terkait DIAJENG PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Putri Annisa

tirto.id - Diajeng
Kontributor: Putri Annisa
Penulis: Putri Annisa
Editor: Sekar Kinasih