tirto.id - Hampir setiap momen penerimaan peserta didik baru (PPDB) muncul protes dari calon wali murid mencakup isu pembatasan siswa berdasar zonasi dan usia mencakup jengang TK, SD, SMP dan SMA atau sederajat. Syarat terakhir sebetulnya telah tercantum dalam peraturan menteri pendidikan nomor 17 tahun 2017 dan nomor 44/2019.
Masalah usia yang mengganjal telah diprotes warga. Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan akan mengubah aturan PPDB setelah ada protes. Dengan aturan yang berlaku, calon siswa yang masuk syarat zonasi sekolah dipastikan gugur meski punya segudang prestasi.
Perubahan aturan akan menambah kuota jalur zonasi dari 40 persen menjadi 50 persen. Namun, tetap saja desakan untuk mengulang PPDB Jakarta menguat karena proses di awal telah melanggar petunjuk teknis dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai kuota zonasi.
Sistem PPDB membuat pembatasan umur calon murid yang lebih tua. Keterbatasan umur disiasati dengan penambahan kuota dari 36 jadi 40 siswa per kelas di DKI Jakarta.
Menurut Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia, Satriawan Salim, penambahan kuota siswa berdasar lokasi RW hanya untuk solusi sesaat setelah protes. Solusi jangka panjang, kata dia, adalah menambah kelas atau sekolah baru.
Sementara itu, masalah PPDB di Jawa Tengah jadi sorotan Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro). Di antaranya ada persoalan kuota zonasi minimal 50 persen hanya mampu menampung siswa dengan jarak yang minim, di antaranya hanya dua sekolah yang menjangkau jarak tiga kilometer.
“Kami juga menemukan salah satu potensi kecurangan kalau melihat juknis di pemalsuan dokumen. Soalnya dokumen verifikasi dibawa ke sekolah setelah siswa di terima,” kata dia.
Pattiro mencatat pengaduan yang masuk berkaitan situs web dalam sistem PPDB yang aksesnya membutuhkan waktu lama. Kemudian, orang tua siswa tidak mengetahui terkait petunjuk juknis PPDB.
“Ada juga KK calon peserta didik yang belum ada 1 tahun karena perbaruan sehingga harus menggunakan surat keterangan domisili,” kata M Syofii, peneliti Pattiro, kemarin.
Persoalan PPDB di daerah belum sepenuhnya terselesaikan. Kepada Antara, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, persoalan utama terkait zonasi yang tak tepat sasaran karena “sekolah sudah dibangun dahulu dan berdempetan, baru ada zonasi”.
Katebelece hingga Zonasi
Di Jawa Barat, PPDB dinodai oleh katebelece atau surat pendek berisi titipan dari anggota legislatif level provinsi. Isi surat berisi permintaan dari seorang warga agar anaknya diterima di SMKN 4 Kota Bandung. Dadang Supriatno, pengirim katebelece kepada Kadisdik Jawa Barat, akhirnya meminta maaf dan meminta suratnya diabaikan.
Selama PPDB di Jabar diwarnai insiden seorang kepala sekolah SMKN 1 Garut membawa pistol. Meski peristiwanya bukan kaitan dengan PSBB, melainkan sengketa pembangunan gedung di dekat sekolah. Di tengah dua itu tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Jabar diganti dari Dewi Sartika ke Dedi Supandi.
Sementara itu, masalah PPDB di Padang, Sumatra Barat muncul di antaranya berkait sistem pendaftaran secara daring. Ada seorang siswa yang lolos jalur zonasi atau domisili di SMA 10 Padang, akan tetapi saat masa pendaftaran malah tidak lolos. Demo juga terjadi di Padang berkaitan syarat umur masuk SMP, karena calon siswa bisa gugur meski memenuhi syarat dari sisi zonasi.
Sistem zonasi PPDB yang merupakan syarat baru dengan tujuan pemerataan justru menimbulkan ekses negatif berupa pemalsuan data lewat surat domisili. Dugaan manipulasi ditemukan di Jember, Jawa Timur. Para wali murid dalam Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan Anak (Poppena) mengadukan indikasi manipulasi ke DPRD setempat.
Dugaan pemalsuan juga muncul di Kabupaten Bangka Selatan, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Seorang wali murid mengadukannya ke dinas pendidikan setempat setelah mendapati informasi dari pengumuman sementara dinas. Kasus tersebut tengah diverifikasi.
Masalah laten dalam PPDB diakui pemerintah. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy mengatakan, masalah yang muncul setiap tahun terkait PPDB telah diketahui, sehingga pemerintah menjanjikan adanya evaluasi untuk perbaikan ke depan.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Zakki Amali