tirto.id - Penyakit cacar monyet (mpox atau yang dulu disebut monkeypox) telah muncul di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) per 19 Agustus 2024, telah ditemukan 88 kasus cacar monyet dalam kurun waktu 2023-2024.
"Kasus Mpox terakhir dilaporkan pada minggu ke-23 tahun 2024. Kasus konfirmasi Mpox di Indonesia tersebar di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Riau, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)," kata Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Yudhi Pramono, dikutip dari CNN Indonesia.
Kemenkes juga merinci bahwa kasus cacar monyet terbanyak ditemukan di Jakarta (59 kasus), disusul Jawa Barat (13 kasus), dan Banten (9 kasus). Daerah Istimewa Yogyakarta bersama Jawa Timur, sementara itu, sama-sama mencatatkan 3 kasus cacar monyet. Sedangkan, satu kasus lagi ditemukan di Kepulauan Riau.
Kabar baiknya, dari 88 kasus cacar monyet yang telah diidentifikasi itu, 87 di antaranya sudah berakhir dengan kesembuhan.
"Yang satu sedang proses penyembuhan karena baru terkena Juni lalu," terang Yudhi.
Meski demikian, Yudhi menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia tetap akan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan, khususnya karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada pekal lalu telah mendeklarasikan cacar monyet sebagai "situasi darurat kesehatan publik berskala internasional".
Peringatan WHO itu merupakan respons atas terjadinya penularan besar-besaran di Afrika. Sebelum ini, kategori serupa pernah digunakan WHO ketika terjadi penularan virus Ebola dan COVID-19 secara besar-besaran.
WHO juga diwartakan telah mencairkan dana sebesar US$1,5 juta (sekitar Rp23,2 miliar) untuk menangani situasi cacar monyet di Afrika. Menurut laporan The Guardian, WHO kini tengah meminta bantuan dari donor karena total biaya yang diperlukan mencapai US$15 juta (Rp230 miliar).
Lantas, seberbahaya apakah cacar monyet dan apakah kita di Indonesia perlu khawatir?
Sekilas tentang Cacar Monyet
Sama halnya dengan Ebola dan COVID-19, cacar monyet disebabkan pula oleh virus. Para penderita awalnya akan merasakan gejala-gejala mirip flu, seperti demam, meriang, dan rasa nyeri pada otot. Setelahnya, akan timbul ruam pada kulit yang disertai rasa gatal dan benjolan. Seperti halnya pada cacar air, benjolan-benjolan kecil itu nantinya bakal berubah menjadi koreng.
Sejauh ini, ada dua jenis cacar monyet yang diketahui, yaitu Klad I (Basin Kongo) dan Klad II (Afrika Barat). Keduanya bisa menyebabkan kematian, meskipun Klad I-lah yang selama ini lebih mematikan menurut sebuah penelitian yang hasilnya diterbitkan di Perpustakaan Medis Nasional Amerika Serikat.
Saat ini, ada 34 negara di Afrika yang telah melaporkan terjadinya infeksi dan beberapa di antaranya sudah dikategorikan berisiko tinggi. Negara dengan kasus infeksi terbanyak adalah Republik Demokratik Kongo dengan jumlah kasus mencapai 14.000 dengan 524 korban jiwa sejak awal tahun ini. Angka ini terbilang mengerikan karena sudah menyamai total kasus sepanjang tahun 2023.
Secara khusus, WHO menyebut penyebaran cacar monyet di Afrika sebagai darurat kesehatan berskala internasional karena virus ini kini telah menyebar di sejumlah negara yang sebelumnya tidak terkena dampak. Yakni, Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda. Semuanya merupakan negara tetangga dari Republik Demokratik Kongo.
WHO sendiri, melalui Dr. Rosamund Lewis, mengungkapkan bahwa pihaknya belum mengetahui bagaimana virus ini bisa menyebar dengan begitu cepat seperti sekarang.
"Yang jelas, virus ini menyebar melalui cara yang efisien," ucapnya, disitat dari The Guardian.
Mpox Klad I awalnya cuma menyebar di kalangan orang-orang yang memakan daging hewan liar. Akan tetapi, kemudian ia juga menyebar melalui kontak fisik, entah lewat aktivitas seksual maupun kontak fisik biasa. Tak jarang juga, penularan terjadi lewat tempat tidur atau handuk yang terkontaminasi. Kontak melalui aktivitas seksual awalnya lebih sering terjadi, di mana pekerja seks dan laki-laki homoseksual paling banyak terinfeksi.
Meski demikian, belakangan ini, penderita cacar monyet semakin variatif. Bahkan, anak-anak di bawah 15 tahunlah yang saat ini paling banyak terinfeksi penyakit ini dengan tingkat kematian mencapai 85 persen. Menurut para ahli, hal itu terjadi karena lemahnya sistem imun anak-anak tersebut akibat malanutrisi. Risiko infeksi pun semakin tinggi pada kalangan anak-anak yang tinggal di kamp-kamp pengungsian.
Apakah Indonesia Perlu Khawatir?
Cacar monyet yang masuk ke Indonesia, menurut keterangan Yudhi, rupanya berbeda dari cacar monyet yang saat ini sedang menggila di Afrika.
“Dari 54 kasus ini, seluruhnya varian Klad IIB. Klad II ini mayoritas menyebarkan wabah Mpox pada tahun 2022 hingga saat ini dengan fatalitas lebih rendah dan ditularkan sebagian besar dari kontak seksual," ujarnya seperti dilansir situs resmi Kementerian Kesehatan.
Sementara itu, varian cacar monyet Klad I belum terdeteksi di Indonesia. Kendati demikian, Yudhi tetap meminta agar orang-orang waspada. Dia menyebut agar, apabila seseorang mendapati gejala seperti kemunculan lesi atau bercak tertentu, jangan sekali-sekali ditekan atau digaruk karena dari situlah virus bisa menular.
"Apabila terdapat benjolan atau bintil dan mengalami luka atau erosif, sebaiknya segera diberi obat," tegasnya.
Hingga kini, Kemenkes telah melakukan berbagai langkah proaktif seperti memantau semua fasilitas kesehatan, melakukan penyelidikan epidemiologi, serta menetapkan 12 laboratorium rujukan secara nasional. Obat-obatan pun sudah disiapkan, tapi sifatnya baru pemberian terapi simtomatis tergantung tingkat keparahan kasus.
Yudhi juga mengimbau agar masyarakat melakukan berbagai tindakan pencegahan mandiri, terutama bagi kelompok laki-laki homoseksual.
"Orang yang berhubungan seks dengan banyak pasangan dan berganti-ganti berisiko tinggi tertular Mpox. Kelompok risiko utama adalah laki-laki yang melakukan seks dengan sejenis,” ujarnya.
Selain itu, apabila muncul berbagai gejala, terutama ruam bernanah atau keropeng, masyarakat diminta segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat.
Cacar monyet sebenarnya bisa ditanggulangi dengan pemberian vaksin. Di Afrika, misalnya, anak-anak banyak terjangkit penyakit ini lantaran mereka belum diberi vaksin campak seperti orang-orang yang lebih tua. Sayangnya, jumlah vaksin untuk cacar monyet ini belum banyak tersedia. Di Afrika, menurut WHO, saat ini dibutuhkan 10 juta dosis, tapi hanya 200 ribu yang tersedia.
OIeh karena itu, langkah terbaik bagi kita semua, khususnya di Indonesia, adalah melakukan tindakan-tindakan preventif seperti tidak bergonta-ganti pasangan seksual, tidak menggunakan handuk atau pakaian milik orang lain, dan segera memeriksakan diri apabila merasa memiliki gejala.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi