Menuju konten utama
14 Februari 2005

Sejarah YouTube Merevolusi Layanan Video di Internet

Bermula dari gagasan trio karyawan PayPal, YouTube kini bernilai seperempat valuasi Google.

Sejarah YouTube Merevolusi Layanan Video di Internet
Ilustrasi YouTube. tirto.id/Deadnauval

tirto.id - Hotman Paris Hutapea pernah berkelakar bahwa ia hendak membeli YouTube. Membeli dengan cara mencicil sahamnya pelan-pelan. Musababnya, pengacara tajir nan nyentrik itu menilai bahwa banyak video-video alay dan tidak mendidik diunggah dan beredar di media sosial berbasis video tersebut.

"Saya lagi kepengen loh menghapus, mendelete kalian punya postingan. Kamu tahu enggak caranya? [...] Ya beli aja sahamnya YouTube," papar Hotman.

Hotman tampaknya harus kecewa atas cita-cita yang mulia itu.

Pertama, YouTube bukanlah perusahaan publik. Di Wall Street, Nasdaq, apalagi Bursa Efek Indonesia, saham YouTube tidak diperjualbelikan. Ia merupakan entitas privat yang dimiliki Google sepenuhnya selepas perusahaan mesin pencari itu membayar mahar senilai 1,65 miliar dolar AS pada Oktober 2006.

Jika Hotman benar-benar berniat membeli YouTube, jalan satu-satunya yang mesti ditempuh ialah dengan langsung berbicara pada Google. Dan Hotman harus menghitung ulang kekayaannya. YouTube diperkirakan bernilai sekitar 160 miliar dolar AS, atau hampir seperempat nilai Google.

Kedua, Hotman lagi-lagi harus kecewa pada YouTube. Aplikasi yang video-videonya telah disaksikan 9,5 miliar jam oleh seluruh penggunanya di Android sepanjang 2017 tersebut memang alay sejak dahulu. “Me at The Zoo,” salah satu video yang diunggah ke YouTube, misalnya, hanya berisi tiga kalimat dan si youtuber menjelaskan:

“Oke, sekarang saya berada di depan gajah.

Yang menarik dari gajah ialah mereka memiliki belalai yang sangat sangat panjang.

Tidak ada lagi yang perlu saya katakan tentang gajah.”

Tidak ada unsur yang mendidik dalam Me at The Zoo, tentu saja. Meski tidak mendidik dan lebih tepat disebut “enggak jelas,” video yang berdurasi tak lebih dari 20 detik itu merupakan tonggak sejarah bagi YouTube.

Si youtuber, Jawed Karim, yang sekaligus satu di antara tiga pencipta YouTube, menjadikan video tersebut sebagai uji coba sekaligus langkah awal bagaimana YouTube—mengutip perkataan Susan Wojcicki, Pemimpin Eksekutif YouTube saat ini—menjadi platform yang “luar biasa.”

Dari Wikipedia hingga Tsunami 2004

Pada perayaan Valentine 14 Februari 2005, tepat hari ini 14 tahun lalu, domain YouTube, “www.youtube.com,” mengudara di jagat maya. Ia merupakan media sosial berbasis video yang diprakarsai Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim. Ketiganya merupakan mantan karyawan PayPal.

Sebagai pelopor di bidangnya, YouTube melesat menjadi salah satu kekuatan di dunia maya. Saat ini, menurut data Statista, ada 1,9 miliar pengguna aktif YouTube. Dengan jumlah yang besar, Mamae Falei, aktivis Brazil yang pada 2018 berhasil masuk parlemen, menyebut bahwa platform ini sangat berpengaruh.

“Saya jamin,” katanya. “Di Brazil, youtubers jauh lebih berpengaruh dibandingkan politikus.”

Tapi, menengok ke belakang, kesuksesan YouTube tak tercipta dengan instan. Jawed Karim, dalam ceramah ilmiahnya berjudul “YouTube: From Concept to Hypergrowth” di University of Illinois, menyebut bahwa tiga bulan selepas dilahirkan YouTube pernah menggunakan cara “kelam” untuk menarik pengguna: memasang iklan pada Craigslist (semacam OLX) untuk meminta para perempuan berpenampilan menarik mengunggah 10 video dan dibayar 1.000 dolar AS via PayPal.

Lalu, mengapa kemudian platform ini menjadi sukses?

Dalam ceramahnya, Karim menyebut bahwa sebelum YouTube lahir mengunggah video dan membaginya via internet adalah pekerjaan yang sulit. Tiga alumni PayPal itu perlu melakukan terobosan dengan menciptakan “killer app”—suatu istilah untuk menyebut aplikasi yang “sangat berguna.”

Setidaknya, sebelum YouTube lahir, ada beberapa aplikasi yang berpredikat sebagai killer app. Mereka adalah LiveJournal (yang dirilis pada 1999), Hot or Not (2000), Wikipedia (2001), Friendster (2002), del.icio.us (2003), dan Flickr (2004).

Killer app tersebut memiliki keunggulan masing-masing. Dan YouTube diciptakan dengan menggabungkan keunggulan-keunggulan killer app itu, lalu menjadi killer app selanjutnya.

Pada LiveJournal, misalnya, YouTube mengambil ide tentang user-generated content. Pada Flickr, YouTube mengambil ide tentang tagging—menyatukan sebuah gagasan atau tema yang sama atas konten-konten yang diunggah. Lalu, di Wikipedia, ide tentang para pengguna yang membangun komunitas dengan biaya cuma-cuma coba ditiru.

“Pada November 2002, saya mengunjungi Wikipedia dan mencoba mengetik ‘Air Force One,’ sialnya tidak ada artikel tentang hal tersebut di sana. Saya sebenarnya skeptis pada Wikipedia, tapi saya memulai menulis artikel tentang itu sebagai eksperimen sosial. Hanya dua kalimat tentang Air Force One yang saya tulis di Wikipedia kala itu [...] Hasilnya, lihatlah, terdapat artikel yang sangat lengkap tentang Air Force One hari ini,” papar Karim.

Ide killer app didukung oleh zaman digital yang kian membaik. Menurut Karim, ada tiga teknologi yang membantu YouTube populer. Ketiga teknologi itu ialah koneksi internet broadband yang semakin menjamur di rumah-rumah; hadirnya teknologi Flash versi 7 oleh Macromedia; dan kian merakyatnya kamera, baik melalui perangkat khusus seperti DSLR atau Prosumer hingga yang tersemat dalam ponsel.

Khusus untuk teknologi terakhir, yakni soal menjamurnya kamera ponsel, menurut Karim, menjadi salah satu ide dilahirkannya YouTube. Tsunami pada 2004 yang melanda Asia Pasifik menurutnya adalah “peristiwa penting dalam sejarah video internet. Karena saat itulah pijakan kamera ponsel yang digunakan untuk merekam bencana, viral.”

Dan sebagaimana disinggung di atas, sebelum YouTube lahir, mengunggah dan membagikan video via internet ialah pekerjaan yang lumayan rumit. Chad Hurley, Steve Chen, dan Jawed Karim ingin merevolusinya.

Revolusi media sosial berbasis video ala YouTube akhirnya berbuah manis selepas platform itu menambahkan beberapa fitur kunci seperti “related video,” yang memberikan video terkait atas video yang sedang ditonton; “user interaction & easy sharing,” yang memungkinkan pengguna memberi komentar dan membagi video YouTube lintas platform; dan “external platform,” yang memungkinkan pengguna menempelkan (embed) video ke blog atau situsweb pribadi.

Tidak terlalu lama beroperasi sejak dilahirkan, YouTube mencatat statistik yang mengagumkan. Setidaknya 100 juta video ditonton tiap hari oleh para pengguna. Angka itu senilai dengan 58 persen total konsumsi video internet di seluruh dunia.

Infografik Mozaik YouTube

Infografik Mozaik YouTube

Berjodoh dengan Google

Dan dengan capaian yang hebat itu, pada Oktober 2006, platform yang baru berumur 18 bulan tersebut dibeli Google seharga 1,65 miliar dolar AS. Pembelian YouTube adalah strategi Google mengamankan lahirnya zaman baru.

“Komunitas kami telah sukses berperan penting mengubah bagaimana masyarakat mengonsumsi media, menciptakan ‘clip culture’ baru,” kata Chad Hurley yang kala itu menjadi Pemimpin Eksekutif YouTube.

Google membutuhkan YouTube sebagai pengaman atas bisnis iklan yang dijalankannya. Sebelum membeli YouTube, Google telah menghabiskan uang yang cukup banyak guna mengamankan bisnis mereka. Misalnya, membayar 900 juta dolar AS pada MySpace dan News Corp guna membikin layanan pencarian Google sebagai ‘default’ di masing-masing situsweb. Lalu, Google pun membayar 1 miliar dolar AS pada AOL untuk hal serupa.

"YouTube sangat berharga dalam lalu lintas internet. Ini dapat dianalogikan seperti ‘lokasi’ ketika berjualan,” urai Sasa Zorovic, seorang analis bisnis internet, seperti dikatakannya pada Guardian kala aksi korporasi itu terjadi.

YouTube, mengutip istilah BBC, ialah “mitra alamiah” bagi Google: sahabat untuk menguasai dunia maya dan mengomersialkannya bersama-sama.

Baca juga artikel terkait YOUTUBE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Ivan Aulia Ahsan