Menuju konten utama

Sejarah, Tradisi, & Fakta Perayaan Happy Diwali atau Hari Deepavali

Sejarah dan tradisi Happy Diwali atau perayaan Hari Deepavali bermula di India.

Sejarah, Tradisi, & Fakta Perayaan Happy Diwali atau Hari Deepavali
Seorang gadis India menyalakan kraker api saat ia merayakan Diwali di Mumbai, India, Rabu, 7 November 2018. (AP Photo / Rajanish Kakade)

tirto.id - Happy Diwali tahun ini diperingati pada Minggu tanggal 27 Oktober 2019. Diwali, yang dikenal pula dengan istilah Deepawali, Deepavali, atau Dipavali, adalah tradisi perayaan festival cahaya bagi pemeluk Hindu, juga beberapa agama atau kepercayaan lainnya, khususnya di India. Ada sejumlah fakta terkait sejarah peringatan hari besar keagamaan ini.

Bagi yang meyakini, Diwali merupakan simbol kemenangan kebaikan atas keburukan. Ciri khas dari perayaan ini adalah gemerlapnya cahaya yang menjadi perlambangan suka-cita sekaligus harapan bagi kehidupan dan manusia.

Maka, hari Diwali kerap pula identik dengan Festival Cahaya. Perayaan ini diramaikan dengan kegembiraan, termasuk menyalakan berbagai penerangan, dari lampu tradisional atau diya, lampu warna-warni, lampion, lilin, bahkan kembang api.

Frank Salamone dalam Encyclopedia of Religious Rites, Rituals and Festivals (2004) mengungkapkan, selama perayaan Diwali, seluruh kuil, rumah, toko, gedung kantor, dan berbagai bangunan lainnya diterangi dengan cerah.

Tak hanya meriah dengan cahaya, Diwali juga menjadi hari besar bagi umat yang merayakannya. Semua orang menyebarkan kebahagiaan dengan memakai pakaian baru, berbagi makanan atau permen, dan banyak kegiatan menyenangkan lainnya.

Perayaan Diwali bukan cuma diperingati oleh umat Hindu saja. Beberapa agama atau kepercayaan lainnya, semisal Buddha Newar, Jain, Sikh, juga memiliki hari besar serupa kendati ada perbedaan dalam penyebutan serta kisah yang melatarbelakanginya.

Sejarah & Asal-Usul Diwali

Dikutip dari How and Why do Hindus Celebrate Divali? (2013) karya Jean Mead, Diwali merupakan lambang spiritual mengenai “kemenangan terang atas kegelapan, kebaikan atas kejahatan, dan pengetahuan atas ketidaktahuan.”

Diwali dikenal dengan berbagai istilah lainnya seperti Deepawali, Deepavali, atau Dipavali. Keragaman istilah ini disesuaikan dengan bahasa asalnya. Seperti diketahui, cukup banyak bahasa lokal yang digunakan di India, semisal Sanskerta, Hindi, Marathi, Kannada, Urdu, Tamil, dan seterusnya.

Asal istilah Diwali diperkirakan bersumber dari bahasa Sanskerta, yakni Dipavali. Menurut James G. Lochtefeld dalam The Illustrated Encyclopedia of Hinduism (2002), Dipavali berarti “barisan atau serangkaian lampu” yang kemudian dikaitkan dengan alat apapun yang bercahaya seperti lampu, lentera, lilin, dan lain-lain.

Istilah Dipavali juga dapat dimaknai secara tersirat. Salah satunya tercatat dalam Sanskrit English Dictionary (2008) suntingan Monier Williams yang mengartikannya sebagai “apa yang bercahaya, menyinari, atau pengetahuan”.

Perayaan Diwali selama 5 hari setiap tahunnya ditetapkan berdasarkan penanggalan Hindu pada awal musim gugur setelah akhir panen musim panas. Menurut kalender Masehi, peringatan Diwali jatuh antara bulan Oktober hingga November. Tahun ini, Diwali dirayakan mulai 27 Oktober 2019.

Constance Jones dalam Religious Celebrations: An Encyclopedia of Holidays Festivals Solemn Observances and Spiritual Commemorations (2011) memperkirakan Diwali merupakan perpaduan dari perayaan panen di India. Istilah Diwali ditemukan dalam teks-teks Sanskerta lama berangka tahun awal Masehi.

Dalam naskah Skanda Purana yang ditulis pada sekitar abad 8 Masehi, misalnya, disebutkan bahwa diya (lampu) melambangkan bagian dari matahari, sang pemberi kosmik cahaya dan energi untu seluruh kehidupan, demikian dikutip dari Guests at God's Wedding (2005) karya Tracy Pintchman.

Manohar Laxman Varadpande lewat buku History of Indian Theatre (1987) mencatat, istilah Deepavali (Dipavali atau Diwali) bermula dari abad ke-7 Masehi. Deepavali diperkirakan berasal dari bahasa Sanskerta versi Nagananda, yakni Dipapratipadotsava.

Dipapratipadotsava merupakan akronim dari dpa yang artinya “cahaya”, pratipada yang bermakna “hari pertama”, dan utsava yang berarti festival. Dengan demikian, Dipapratipadotsava atau Dipavali atau Diwali dapat dimaknai sebagai hari pertama festival cahaya.

Sepanjang perjalanan riwayatnya, ditemukan pula beberapa versi asal-usul Diwali yang lain beserta bukti-bukti sejarahnya. Tradisi ini terus dilestarikan, terus berkembang, bahkan meluas hingga kini.

Faktanya, peringatan Diwali saat ini mendunia, dirayakan dengan gegap-gempita tidak hanya di India saja, melainkan di banyak belahan bumi lainnya. Tak hanya itu, perayaan tradisi ini juga menjadi agenda tahunan sebagai komoditas sektor pariwisata.

Baca juga artikel terkait SEJARAH HINDU atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Yulaika Ramadhani