Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Pertempuran Laut di Teluk Cirebon: Penyebab, Tokoh, & Akhir

Pertempuran Laut di Teluk Cirebon tanggal 5 Januari 1947 merupakan rangkaian sejarah perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia usai proklamasi. 

Sejarah Pertempuran Laut di Teluk Cirebon: Penyebab, Tokoh, & Akhir
Ilustrasi Kapal Perang. foto/istockphoto

tirto.id - Pertempuran Laut di Teluk Cirebon tanggal 5 Januari 1947 termasuk dalam rangkaian sejarah perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia usai proklamasi. Lantas, apa penyebab dan akhir pertempuran laut Cirebon, serta siapa tokoh pejuang yang menjadi pahlawan RI?

Tidak lama setelah Ir. Sukarno dan Drs. Mohammad Hatta menyatakan kemerdekaan Indonesia atas nama rakyat pada 17 Agustus 1945, datang pasukan Sekutu yang diboncengi oleh tentara Belanda dalam wujud NICA atau Netherland Indies Civil Administration.

Tujuan kedatangan Sekutu dan NICA ke Indonesia mulanya adalah untuk melucuti senjata Jepang serta menjaga keadaan usai kekalahan Dai Nippon dalam Perang Dunia Kedua. Namun, NICA alias Belanda punya misi lain, yakni ingin kembali menguasai wilayah Indonesia yang sebelumnya pernah mereka jajah selama ratusan tahun.

Ambisi Belanda tentu saja mendapatkan perlawanan dari segenap bangsa Indonesia. Maka, pecahlah serangkaian perang, juga perjuangan melalui perundingan, antara pihak Indonesia dengan Belanda, termasuk pertempuran Laut di Teluk Cirebon, Jawa Barat, pada 5 Januari 1947. Periode inilah yang dikenal sebagai masa-masa perang mempertahankan kemerdekaan.

Penyebab Pertempuran Laut di Teluk Cirebon

Pada Oktober 1946, satu unit kapal didatangkan untuk memperkuat Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI). Kapal ini datang dari Singapura dan akan dipakai oleh ALRI Pangkalan III Cirebon.

Kapal ini kemudian diberi nama Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Gadjah Mada 408 yang merupakan kapal berjenis coaster atau kapal pengangkut logistik untuk memenuhi kebutuhan dalam pertempuran laut.

Penomoran "408" dikaitkan dengan angka yang tercatat pada lambung kapal. KRI Gadjah Mada 408 inilah yang nantinya menorehkan kisah kepahlawanan usai terlibat pertempuran laut melawan kapal milik Belanda.

Dikutip dari sub artikel bertajuk "Pertempuran Heroik di Laut Cirebon" dalam Buletin Kesejarahan TNI-AL (2018), KRI Gadjah Mada 408 memiliki haluan dan lambung kapal dari bahan kayu. Lantaran bukan kapal tempur, KRI Gadjah Mada 408 hanya dilengkapi persenjataan berupa satu meriam otomatis dan satu senapan mesin.

Sejak tanggal 1 Januari 1947, ALRI melakukan latihan gabungan perang laut bersama Angkatan Darat, Kepolisian, dan laskar-laskar se-Karesidenan Cirebon di perairan Teluk Cirebon. Latihan perang gabungan ini diagendakan berlangsung hingga 5 Januari 1947.

Melansir laman TNI AL, Letnan Satu Samadikun ditunjuk sebagai komandan latihan dan komandan KRI Gadjah Mada 408. Saat latihan perang pada 4 Januari 1947, terlihat kapal milik Belanda, yakni kapal perang berjenis korvet alias kapal pemburu.

Alasan keberadaan kapal pemburu Belanda di perairan Indonesia adalah karena menganggap ALRI telah melanggar status quo atas Perundingan Linggarjati yang diteken pada 15 November 1946 kendati belum disahkan secara resmi.

Mengetahui keberadaan kapal asing di wilayah perairan Indonesia, Letnan Satu Samadikun yang memimpin KRI Gadjah Mada 408 tidak tinggal diam. Ia mulai mengarahkan kapalnya mendekati kapal Belanda tersebut.

Setelah meminta kepada kapal-kapal milik Indonesia lainnya agar kembali ke pelabuhan Cirebon, Letnan Satu Samadikun bersama KRI Gadjah Mada 408 melakukan manuver untuk mengusir kapal milik Belanda yang akhirnya keluar dari wilayah perairan Indonesia.

Jalannya Perang Pertempuran Laut Cirebon

Persoalan ternyata belum selesai. Di hari yang sama, datang lagi kapal Belanda ke perairan Teluk Cirebon. Kali ini berwujud kapal tempur bernama Hr. Ms. Kortenaer.

Kapal penghancur tersebut mendekati KRI Gadjah Mada 408. Letnan Samadikun kembali melakukan manuver dan menjalin kontak radio agar kapal asing tersebut keluar dari wilayah perairan Indonesia.

Peringatan tersebut tidak diindahkan. Akibatnya, terjadilah gesekan di perairan Teluk Cirebon antara kapal-kapal milik ALRI melawan kapal Hr. Ms. Kortenaer milik Belanda. Kedua kubu saling menembakkan amunisi.

Demi melindungi kapal-kapal Indonesia lainnya, Letnan Satu Samadikun mengarahkan KRI Gadjah Mada 408 untuk melakukan manuver pengadangan dan memuntahkan tembakan mitraliur secara intens ke arah kapal Hr. Ms. Kortanaer.

Taktik itu berhasil mengalihkan perhatian kapal Hr. Ms. Kortanaer yang saat itu sedang menghadapi eskader (satuan kapal perang) dari ALRI, dan berbalik mengarahkan serangan ke KRI Gadjah Mada 408. Pada situasi ini, eskader ALRI dapat meloloskan diri.

Terjadilah duel satu lawan satu yang tidak seimbang. KRI Gadjah Mada bukanlah kapal tempur yang memang dipersiapkan untuk perang dengan persenjataan yang lengkap, melainkan kapal pengangkut logistik dalam pertempuran.

Akhir Perang & Tokoh Pertempuran Laut Cirebon

KRI Gadjah Mada 408 yang tidak kuasa menahan gempuran kapal tempur Belanda Hr. Ms. Kortanaer akhirnya tumbang dan amblas. Sang komandan, Letnan Satu Samadikun, ikut tenggelam ke dalam lautan bersama kapal kebanggaannya itu dan gugur sebagai kusuma bangsa.

Sebelum KRI Gadjah Mada 408 tenggelam, seluruh anak buah kapal keluar meskipun kemudian ditangkap oleh Belanda. Hanya ada 1 orang awak KRI Gadjah Mada 408, yakni Letnan Satu Maming, yang bisa meloloskan diri dengan berenang menuju ke pesisir pantai Cirebon.

Selain Letnan Satu Samadikun yang telah mengorbankan jiwa dan raganya demi tanah air dalam pertempuran laut di Teluk Cirebon pada 5 Januari 1947, ada beberapa tokoh dari pihak Indonesia yang juga menjadi pahlawan dalam perjuangan tersebut.

Para tokoh pejuang yang terlibat dalam pertempuran di Teluk Cirebon tersebut di antaranya adalah Letnan Satu Sukamto, Letnan Satu Supomo, Letnan Satu Toto PS, Letnan Satu Maming, dan lainnya.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya