tirto.id - Sejarah perjuangan negeri ini mengguratkan nama Yos Sudarso sebagai pahlawan nasional dari TNI Angkatan Laut. Komodor Yos Sudarso gugur dalam tugas bersama KRI Macan Tutul di pertempuran Laut Aru, perairan Maluku, tanggal 15 Januari 1962, melawan kapal perang Belanda.
Lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 24 November 1925, nama aslinya adalah Yosaphat Sudarso, putra dari Sukarno Darmoprawiro dan Mariyam. Sejak kecil, Yos Sudarso bercita-cita menjadi prajurit. Ayahnya, tulis Eddy Supangkat dalam Salatiga: Sketsa Kota Lama (2007), adalah pensiunan reserse polisi.
Akan tetapi, orang tua Yos Sudarso tidak menghendaki anak kesayangan mereka masuk ketentaraan. Yos Sudarso bahkan nyaris menjadi guru setelah setelah diterima di Kweekschool (sekolah pendidikan guru) di Muntilan.
Namun, situasi yang kala itu tidak kondusif membuat Yos Sudarso gagal menyelesaikan studi keguruannya. Kala itu, tahun 1942, memang sedang terjadi peralihan kekuasaan dari Belanda kepada Jepang di tengah Perang Dunia II.
Meniti Karier Militer Angkatan Laut
Batal menjadi guru, Yos Sudarso tak patah arang. Justru mimpinya menjadi prajurit kini berpeluang untuk diwujudkan. Apalagi pemerintahan militer Jepang sedang membutuhkan banyak tambahan tenaga untuk menghadapi Sekutu di Perang Asia Timur Raya.
Yos Sudarso lantas masuk Sekolah Tinggi Pelayaran di Semarang sekaligus mengikuti pendidikan militer angkatan laut Jepang. Ia lulus sebagai salah satu siswa terbaik. Pada 1944, ia bertugas di kapal milik Jepang bernama Goo Osamu Butai sebagai perwira di bawah kapten.
Kemerdekaan RI yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 seiring kekalahan Jepang dari Sekutu ternyata membuka jalan karier yang mulus bagi Yos Sudarso. Ia bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat di sektor kelautan (BKR Laut) yang merupakan cikal-bakal TNI-AL.
Dikutip dari buku Sekali Merdeka Tetap Merdeka: Biografi Para Pejuang Bangsa Periode Revolusi Bersenjata (1985) karya Tugiyono Ks dan Enny Sukaeni, pada 1947, Yos Sudarso mengikuti pendidikan pelatihan opsir ALRI di Kalibakung, Tegal.
Tiga tahun kemudian atau selepas pengakuan kedaulatan Indonesia secara penuh oleh Belanda usai Konferensi Meja Bundar (KMB), Yos Sudarso menempuh pendidikan Sekolah Angkatan Laut (SAL) di Surabaya pada 1950.
Dalam perjalanan karier selanjutnya, Yos Sudarso sering turut ambil bagian dalam serangkaian operasi militer untuk mengatasi berbagai pemberontakan yang terjadi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Yos Sudarso pernah memimpin beberapa Kapal Perang Republik Indonesia (KRI), dari KRI Alu, KRI Gajah Mada, KRI Rajawali, KRI Pattimura, hingga KRI Macan Tutul. Ia juga sempat menjadi hakim pengadilan militer selama 4 bulan pada 1958.
Operasi Senyap di Laut Aru
Saat pertempuran di Laut Aru terjadi, Yos Sudarso menjabat sebagai Deputi Operasi Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) atau orang nomor dua di Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) kala itu.
Operasi di Laut Aru merupakan rangkaian dari misi membebaskan Papua Barat dari Belanda setelah Presiden Sukarno menyerukan Tri Komando Rakyat (Trikora) pada 19 Desember 1961. Urusan Papua Barat memang belum bisa dituntaskan di KMB.
Ada tiga Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) yang dilibatkan dalam operasi senyap di perairan Maluku pada malam 15 Januari 1962 itu, yakni KRI Macan Tutul, KRI Macan Kumbang, dan KRI Harimau. Komodor Yos Sudarso adalah pemimpin KRI Macan Tutul.
Pergerakan Yos Sudarso dan tiga unit KRI yang beroperasi di Laut Aru itu ternyata tercium oleh armada perang Belanda. Ada tiga kapal perang berukuran besar dengan persenjataan yang lebih lengkap di kubu lawan.
Sadar kalah perlengkapan tempur, Komodor Yos Sudarso memerintahkan ketiga kapal republik putar balik agar mundur untuk sementara. Kapal Belanda yang menyangka gerakan itu adalah manuver untuk menyerang segera melepaskan tembakan.
Pengorbanan Komodor Yos Sudarso
Moh. Oemar melalui buku Laksda TNI-AL Anumerta Yosaphat Soedarso (2006) mengisahkan, mesin KRI Macan Tutul mendadak mati di tengah upaya penyelamatan tersebut.
Yos Sudarso berpikir keras, harus ada kapal republik yang selamat. KRI Macan Tutul yang dipimpinnya lantas pasang badan sebagai umpan, memberi peluang dua kapal republik lainnya untuk menyelamatkan diri.
KRI Macan Tutul kini harus berhadapan dengan kapal perang Belanda yang siap menembak. Tembakan pertama meleset. Namun, di kesempatan kedua, KRI Macan Tutul kena telak. Kapal perang buatan Jerman Barat itu pun terbakar dan perlahan tenggelam.
Saluran radio sempat menangkap pekik kobarkan semangat pertempuran yang dilantangkan Komodor Yos Sudarso sebelum KRI Macan Tutul benar-benar karam bersama 24 orang yang gugur sebagai kusuma bangsa di Laut Aru.
Komodor Yos Sudarso yang mengorbankan nyawanya dalam tugas demi kepentingan negara wafat pada usia yang masih muda, 36 tahun.
Selain ditetapkan sebagai pahlawan nasional, namanya juga diabadikan menjadi nama kapal perang milik TNI-AL yakni KRI Yos Sudarso.
Editor: Agung DH