tirto.id - Kapal Selam milik TNI Angkatan Laut, KRI Nanggala-402 dinyatakan subsunk atau tenggelam oleh Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto pada Sabtu (24/4/2021).
Hal tersebut disampaikan setelah tim melakukan pencarian selama 72 jam. Seluruh awak yang berjumlah 53 personel tersebut dinyatakan telah gugur dalam menjalankan tugasnya di perairan utara Bali.
Tragedi KRI Nanggala-402 disebut sebagai "On Eternal Patrol". Mengutip laman Wearemighty, saat sebuah kapal selam dinyatakan hilang dan tenggelam, mereka dikatakan "On Eternal Patrol" atau "patroli di keabadian” dan tak akan pernah kembali.
Sebuah patroli ini dimulai ketika kapal selam meninggalkan pelabuhan, dan berakhir saat mereka kembali. Ketika kapal selam tenggelam, dan tidak berhasil pulang, maka patroli itu disebut "abadi".
Selain "On Eternal Patrol", tagar #PrayForNanggala402 dan Wira Ananta Rudira atau Tabah hingga Akhir jadi trending teratas di media sosial Twitter, sejak berita kehilangan KRI Nanggala-402.
Terbelah Menjadi 3 Bagian di Kedalaman 838 Meter
Tim pencarian dan penyelamatan KRI Nanggala-402 telah menemukan potongan besar kapal selam tersebut di kedalaman 838 meter perairan Bali utara.
Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono menyatakan kondisi kapal KRI Nanggala-402 terbelah menjadi tiga bagian.
"Kapal terbelah menjadi tiga bagian," kata Yudo dalam konferensi pers di Landasan Udara Ngurah Rai, Bali pada Minggu (25/4/2021).
Yudo menjelaskan tim mengerahkan KRI Rigel untuk melakukan kontak air dengan menggunakan sonar di lokasi terakhir KRI Nanggala dan menemukan bagian kapal.
Untuk menegaskan temuan itu, diterjunkan Remotely Operated Underwater Vehicle (ROV) ke dalam air. Namun, ROV dari KRI Rigel hanya mampu menjangkau kedalaman 800 meter. Kemudian dikerahkan ROV dari MV Swift Rescue asal Singapura pada pukul 07.37 WITA.
Sekitar 1,5 jam berselang didapati kontak visual di 1500 yard arah selatan dari lokasi tenggelamnya KRI Nanggala pada kedalaman 838 meter. Hasilnya, ditemukan visual dari kemudi vertikal belakang, jangkar, bagian luar badan tekan, kemudi selam timbul, dan bagian kapal lainnya.
Selain itu ditemukan juga baju keselamatan bagi awak kapal, Yudo menjelaskan baju itu semestinya berada di dalam kotak, ia menduga sempat terjadi kedaruratan di dalam kapal sehingga personel mengeluarkan baju itu tetapi terlambat.
“Kemudian enggak sempat pakai atau pas pakai goyang, dia lepas. Ini tadi diambil oleh ROV Swift Rescue,” ucap Yudo Margono.
Buatan Jerman Berusia 42 tahun
KRI Nanggala-402 adalah kapal selam kedua milik TNI Angkatan Laut. KRI Nanggala-402 memiliki "saudara kembar" KRI Cakra-401. Kapal ini dipesan dan diproduksi oleh pihak Jerman pada 1977.
Kapal ini mulai bertugas pada 1981 dan masih aktif hingga saat ini. Kapal selam ini di bawah Komando Armada RI Kawasan Timur.
Secara teknis, KRI Nanggala-402 berasal dari Type 209/1300 yang dibuat galangan kapal Howaldtswerke di Kiel, Jerman Barat pada tahun 1979, dan memasuki dinas aktif pada tahun 1981.
Sistem propulsi KRI Nanggala-402 berintikan motor diesel-elektrik Siemens low-speed yang tenaga kerjanya langsung disalurkan ke baling-baling di buritan.
Kekuatan daya dorongnya adalah 5.000 shp (shaft horse power), sedangkan baterai-baterai listriknya dengan bobot sekitar 25 persen bobot bruto kapal menyimpan daya listrik.
Empat mesin diesel MTU diesel supercharged yang bertanggung jawab dalam penyediaan daya listrik kapal.
Sementara itu, dikutip Reuters, KRI Nanggala-402 berbobot 1.395 ton. Kapal ini dibuat di Jerman pada tahun 1977, menurut Kementerian Pertahanan, dan bergabung dengan armada Indonesia pada tahun 1981.
KRI Nanggala-402 menjalani dua tahun reparasi di Korea Selatan yang selesai pada tahun 2012. Sebelumnya, Indonesia di masa lalu mengoperasikan armada 12 kapal selam yang dibeli dari Uni Soviet untuk berpatroli di perairan kepulauannya yang luas.
Tapi sekarang hanya memiliki lima armada termasuk dua kapal selam Type 209 buatan Jerman dan tiga kapal Korea Selatan yang lebih baru.
"Indonesia telah berupaya untuk memodernisasi kemampuan pertahanannya tetapi beberapa peralatannya sudah tua dan telah terjadi kecelakaan mematikan dalam beberapa tahun terakhir," demikian dikutip dari laporan Reuters.
Editor: Agung DH