tirto.id - Makam Karl Marx di Highgate Cemetery, Swains Lane, London, dirusak oleh orang tak dikenal dengan palu, demikian terang akun Twitter pengelola makam, @HighgateCemeter, pada Selasa (05/02/2019) kemarin.
“Makam Karl Marx telah dirusak! Tampaknya seseorang telah mencoba merusaknya dengan palu. Itu adalah monumen terdaftar Tingkat I; bukan seperti ini cara memperlakukan warisan kita. Kami akan memperbaikinya,” tulis Highgate Cemetery.
Makam tersebut dirusak pada bagian nisan yang berwujud lempengan plakat marmer asli sejak filsuf asal Jerman ini disemayamkan pada 1883. Nama “Marx” dalam plakat itu terlihat berusaha dihapus.
Tidak dapat dipastikan kapan makam Marx dirusak. Kerusakan pertama kali diketahui pada Senin (4/2) sore. Namun, foto-foto di media sosial yang diunggah para pengunjung beberapa waktu sebelumnya menunjukkan aksi perusakan bisa jadi lebih lama.
“Jika itu perbuatan orang yang amat anti-marxis, mereka bisa melakukan jauh lebih baik dengan mencoba mengubah pendapat orang ketimbang hanya menghancurkan monumen. Tindakan seperti itu tidak akan memenangkan simpati siapapun yang anti-marxis,” kata Ian Dungavell, Kepala Friends of Highgate Cemetery Trust, seperti dikutip The Guardian.
Jadi Sumber Inspirasi Gerakan hingga Didatangi Fadli Zon
Makam Karl Marx mulanya hanya dihiasi lempengan plakat marmer. Pada 1954, marmer tersebut dimasukkan ke dalam monumen bertuliskan “Buruh Sedunia, Bersatulah,” yang diambil dari penutup teks Manifesto Komunis (1948). Di atas monumen, tampak patung kepala Marx yang terbuat dari perunggu.
Selain Marx, kompleks makam ini juga didiami istrinya, Jenny von Westphalen, beserta anggota keluarga yang lain seperti Eileen Marx (putri) hingga Harry Longuet (cucu).
Dua tahun usai dipindah, makam Marx lantas diresmikan. Acara peresmian makam dipimpin oleh Harry Pollitt, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Britania Raya, serta dihadiri beberapa perwakilan dari Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok.
Keseluruhan desain makam, mulai dari teks, pemilihan ornamen, hingga kaligrafi, dirancang oleh Laurence Bradshaw, pematung, pelukis, sekaligus anggota Partai Komunis Britania Raya. Semua pendanaan berasal iuran yang difasilitasi Partai Komunis sejak 1955.
Bagi Bradshaw, adalah suatu kehormatan bisa mengerjakan makam tersebut mengingat ia sudah lama mengidolakan sosok Marx dan pemikirannya. Karier artistik Bradshaw sendiri dimulai sejak awal 1920-an. Beberapa karyanya yang terekam pada masa itu antara lain Balai Kota Watford serta rumah bersalin di daerah Radcliffe, Oxford.
Pada saat bersamaan, Bradshaw juga aktif sebagai pekerja budaya marxis. Kerja-kerjanya meliputi mengorganisir dan merancang poster kampanye seperti “Arms for Spain” selama Perang Sipil Spanyol (1933-1936) dan perayaan hari jadi Revolusi Rusia.
Sebelum mengerjakan patung Marx, Bradshaw lebih dulu menggarap patung tokoh-tokoh komunis dan progresif lainnya seperti penyair Skotlandia Hugh McDiarmid, hingga cendekiawan dan aktivis kulit hitam AS, W.E.B Du Bois.
Sayang, beberapa karyanya dalam tidak dapat diarsipkan karena studio kerja milik Bradshaw dibom selama Perang Dunia II.
Setelah perang berakhir, Bradshaw merambah dunia lukisan dengan tema-tema seputar kritik terhadap ketidakadilan, perang, dan pesan-pesan tentang perdamaian.
Bradshaw berharap monumen di Marx mampu “menyampaikan kekuatan dan kecerdasan seorang Marx”. Ia tak ingin monumen itu sekadar monumen belaka, tapi juga melambangkan kehebatan pemikiran seorang filsuf.
Sejak dibuka untuk umum, makam Marx telah menjadi tempat ziarah pengagumnya. Tiap tahun, perwakilan dari serikat buruh sampai politikus di negara-negara macam Kuba, Afrika Selatan, Vietnam, hingga Cina mendatangi makam sebagai napak tilas perjuangan Marx.
Tak cuma bisa mengunjungi makam Marx, para peziarah itu juga dapat mengunjungi makam-makam tokoh pergerakan lainnya di Highgate Cemetery seperti aktivis anti-rasis Claudia Vera Jones, Ketua Partai Komunis Afrika Selatan Yusef Mohamed Dado, aktivis komunis Saad Saadi Adi, hingga sastrawan dan aktivis HAM asal Irak Buland al-Haidari. Mereka semua dimakamkan satu kompleks bersama Karl Marx.
Tak perlu menjadi simpatisan Marx untuk menziarahi makamnya. Fadli Zon, misalnya, politisi dari Partai Gerindra yang seringkali berkoar-koar tentang "bahaya PKI" di media sosial. Beberapa tahun silam, foto Fadli Zon muda yang tengah berkunjung ke makam Marx sembari membawa bunga beredar di media sosial. Fadli membenarkan bahwa dirinya memang pernah datang ke makam Marx. Namun, ia menegaskan meski melakukan ziarah, bukan berarti ia kagum terhadap sosok Marx.
"Kalau saya ziarah nggak harus kagum. Saya malah banyak mengkritisi. Karena teori-teori dia banyak yang gagal. Jadi, cuma ziarah saja buat pengetahuan. Hobi itu," kata Fadli pada 2016, dikuti dari Detik.
"Memang pernah ziarah ke makam Karl Marx, Lenin, Mao, bahkan ke rumah kelahiran Stalin. Saya baca buku-buku mereka karena S1 saya studi Rusia. Tapi, saya anti-komunis."
Ada cerita menarik soal pemakaman Marx. Saat sang filsuf dimakamkan pada 14 Maret 1883, hanya segelintir orang saja yang hadir di sana. Tapi, mengutip catatan Lindsey German dan John Rees dalam A People's History of London (2012), persis setahun kemudian, sekitar 5.000 sampai 6.000 orang berjalan kaki dari Tottenham Court Road menuju makam Marx untuk berziarah. Kepadatan massa bahkan memaksa polisi menutup makam dengan alasan "mencegah gangguan yang tidak diinginkan".
Sebetulnya bukan kali ini saja makam Marx mengalami perusakan. Sebelum kejadian Selasa silam, beberapa kali makam tersebut dirusak orang-orang tak bertanggung jawab. Yang paling buruk terjadi pada Januari 1970, ketika sebuah bom meledak dan merusak bagian depan makam.
Editor: Windu Jusuf