Menuju konten utama

Sejarah Kiprah Menpora Imam Nahrawi yang Kini Tersangka KPK

Kiprah politik Imam Nahrawi diawali dari PMII, Garda Bangsa, lalu PKB hingga jadi Menpora sebelum dijerat kasus suap oleh KPK.

Sejarah Kiprah Menpora Imam Nahrawi yang Kini Tersangka KPK
Menpora Imam Nahrawi memasuki ruang sidang untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dana hibah KONI di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wsj.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Politikus PKB ini lantas mengundurkan diri sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Kamis (19/9/2019) kemarin.

Penetapan tersangka Imam diumumkan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Rabu (18/9/2019). KPK sebelumnya sudah menetapkan asisten pribadi Menpora, Miftahul Ulum, sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

Alexander menyatakan, KPK telah menemukan bukti permulaan yang cukup dan melakukan penyelidikan terhadap kasus ini hingga akhirnya menetapkan Menpora sebagai tersangka bersama Miftahul Ulum.

“Dalam penyidikan tersebut, KPK menetapkan dua orang tersangka yaitu IMR [Imam Nahrawi] dan MIU [Miftahul Ulum],” jelas Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

KPK menduga Imam menerima duit Rp14.700.000.000 sekurun 2014 hingga 2018 melalui Ulum. Bahkan. Imam juga diduga turut menerima aliran dana sebesar Rp11.800.000.000 pada 2016 sampai 2018.

Uang suap hingga Rp26,5 miliar ini diduga bagian dari commitment fee proposal dana hibah Kemenpora tahun 2018, penerimaan sebagai Ketua Dewan Pengarah Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), dan penerimaan lainnya terkait jabatannya di kementerian itu.

Imam menyatakan akan mematuhi proses hukum yang ada, termasuk memenuhi panggilan KPK, meskipun ia berharap asas praduga tak bersalah tetap dijunjung tinggi.

Jejak Aktivis ke Politik

Imam Nahrawi dilahirkan di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, pada 8 Juli 1973. Menuntaskan jenjang pendidikan dasar dan menengah di kampung halaman, Imam kemudian melanjutkan kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya pada 1998 atau pada masa peralihan dari rezim Orde Baru ke era reformasi.

Saat kuliah, Imam bergabung dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Dikutip dari buku Sejarah Perjalanan IPPNU (2000), PMII–yang didirikan tahun 1960–lahir sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Ia pernah terpilih sebagai Ketua Umum PMII Jawa Timur.

Selain aktif di PMII yang merupakan organisasi eksternal kampus, Imam juga bergiat di organisasi internal kampus. Dia sempat bergabung ke senat Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Saat Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dideklarasikan oleh tokoh-tokoh PBNU, termasuk Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pada 23 Juni 1998, Imam tidak butuh berpikir panjang untuk bergabung. Ia tercatat sebagai anggota Departemen Bidang Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (OKK) DPP PKB.

Lewat bukunya yang berjudul Moralitas Politik PKB: Aktualisasi PKB Sebagai Partai Kerja, Partai Nasional, dan Partai Modern (2005) diketahui Imam juga aktif di organisasi sayap PKB yakni Garda Bangsa.

Pada 1998 hingga 2000, Imam Nahrawi menjabat sebagai Ketua Dewan Koordinasi Nasional (DKN) Garda Bangsa. Selanjutnya, periode 2000-2002, ia terpilih menjadi Ketua Umum Dewan Koordinasi Wilayah (DKW) Garda Bangsa Jawa Timur.

Usai Pemilu 2004, Imam Nahrawi melenggang ke Senayan setelah lolos sebagai anggota DPR-RI dari PKB. Ia duduk di kursi wakil rakyat selama dua periode, yakni masa bakti 2004-2009 dan 2009-2014.

Saat partai ini mengalami pergolakan internal pada 2008, ia menjabat sebagai ketua DPW PKB Jatim dan berdiri di pihak Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang akhirnya sukses menyingkirkan kubu Gus Dur.

Tahun 2009-2014, dia diangkat jadi sekretaris jenderal partai.

Nama Imam Nahrawi sempat muncul sebagai satu dari tiga kandidat calon pendamping Soekarwo untuk Pilgub Jawa Timur 2013. Pakde Karwo saat itu masih menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur (sejak 2009) bersama wakilnya, Saifullah Yusuf atau Gus Ipul.

“Ketiga nama [calon pendamping Soekarwo] itu adalah Saifullah Yusuf, Imam Nahrawi, dan Abdul Halim Iskandar,” ungkap Sekretaris DPW PKB Jawa Timur, Thoriqul Haq, kala itu, dilansir Merdeka (14 September 2012).

Namun PKB justru tidak mengusung Soekarwo yang akhirnya kembali berpasangan dengan Gus Ipul dan memenangkan pilgub lagi. PKB mendukung pasangan Khofifah Indar Parawansa dan Herman Sumawiredja.

Batal maju ke Pilgub Jawa Timur 2013, Imam Nahrawi langsung fokus ke Pilpres 2014 untuk membantu salah satu pasangan capres-cawapres, yakni Jokowi dan Jusuf Kalla (JK), yang bakal bertarung dengan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Menteri Termuda Kena Perkara

Imam Nahrawi masuk dalam jajaran tim kampanye Jokowi-JK untuk Pilpres 2014. Ia bahkan menempati posisi sebagai wakil ketua tim pemenangan pasangan yang diusung oleh PDIP, PKB, NasDem, Hanura, dan PKPI ini.

Imam Nahrawi turun langsung selama musim kampanye dengan menyasar warga NU agar memilih Jokowi-JK. Sebagai nahdliyin, ia juga menggalang dukungan dari para ulama dan kiai di seluruh Indonesia.

“Jokowi-JK Insya Allah mewakili aspirasi NU,” tandas Imam Nahrawi dikutip dari buku Para Pembisik Jokowi: Agenda Kepentingan yang Tersembunyi (2015) karya Hendra Budiman.

Hasil Pilpres 2014 menunjukkan, Jokowi-JK berhasil mengalahkan Prabowo-Hatta. Imam Nahrawi kemudian ditunjuk Presiden Jokowi untuk masuk kabinet sebagai Menpora.

Di jajaran Kabinet Kerja, Imam Nahrawi merupakan menteri termuda yang dimiliki Jokowi bersama Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Saat mulai menjabat Menpora sejak 27 Oktober 2014, Imam masih berusia 41 tahun.

Salah satu aksi Imam Nahrawi selaku Menpora adalah saat ia membekukan PSSI pada 18 April 2015. Ia adalah satu-satunya Menpora yang berani melakukan tindakan tegas terhadap federasi sepakbola Indonesia itu. Selama ini, PSSI selalu berlindung di balik statuta FIFA selaku induk sepakbola dunia.

Pembekuan PSSI oleh Menpora membuat FIFA menjatuhkan skorsing terhadap PSSI dan persepakbolaan Indonesia. Tanggal 10 Mei 2016, Imam Nahrawi mencabut pembekuan PSSI. FIFA pun segera menghentikan sanksinya.

Masa jabatan Imam Nahrawi sebagai Menpora juga diwarnai dengan kesuksesan Indonesia menggelar Asian Games pada 2018 lalu.

Di pesta olahraga terbesar Asia ini, Indonesia menempati posisi 4 di bawah Cina, Jepang, dan Korea Selatan, dengan meraih 31 medali emas, 24 medali perak, dan 43 medali perunggu.

Imam Nahrawi sebetulnya digadang-gadang menjadi salah satu pemimpin masa depan mengingat usianya yang masih terbilang muda dan punya sederet prestasi. Namun, di akhir masa jabatannya sebagai Menpora, putra Madura ini justru terjerat perkara suap.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Imam Nahrawi pun menyatakan pamit dari Kemenpora dan mengembalikan mandat kepada Presiden Jokowi agar bisa fokus mengurusi persoalan hukum yang harus dihadapinya.

“Saya, Imam Nahrawi, sudah menyampaikan surat pengunduran diri ke hadapan Bapak Jokowi sebagai Menpora RI periode 2014-2019,” ucapnya saat berpamitan di Kantor Kemenpora, Jakarta, Kamis (19/9/2019).

“Izinkan saya berjuang menghadapi kenyataan ini. Semoga Allah memberikan pertolongan dan jalan kebaikan untuk kita semua," imbuh Imam Nahrawi.

Baca juga artikel terkait MENPORA IMAM NAHRAWI atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Politik
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Abdul Aziz