Menuju konten utama
Sejarah Indonesia

Sejarah Kehidupan Ekonomi Masa Orde Baru dan Kebijakan Soeharto

Sejarah kehidupan ekonomi pada masa Orde Baru (1966-1998) bermula dan berakhir dengan krisis. Apa saja kebijakannya?

Sejarah Kehidupan Ekonomi Masa Orde Baru dan Kebijakan Soeharto
Presiden RI ke-2, Soeharto. FOTO/Nationaal Archief

tirto.id - Sejarah kehidupan ekonomi pada masa Orde Baru (1966-1998) bermula dan berakhir dengan krisis. Ada beberapa kebijakan perekonomian negara yang diterapkan rezim Soeharto, seperti Repelita, Trilogi Pembangunan, hingga 8 Jalur Pemerataan Ekonomi.

Selain itu, Orde Baru juga membuat program jangka pendek dan jangka panjang dengan harapan memulihkan krisis ekonomi yang terjadi di awal pemerintahan. Ya, masa berkuasanya Soeharto sebenarnya diawali dengan warisan krisis ekonomi dari era Presiden Soekarno.

Terlepas dari berbagai dinamika yang terjadi, pemerintahan Orde Baru mampu keluar dari krisis dan menjalani kehidupan yang relatif stabil. Namun, rezim Soeharto pada akhirnya justru ambruk dan tamat juga gara-gara krisis ekonomi pada 1998.

Sejarah Kehidupan Ekonomi Indonesia Masa Orde Lama

Indonesia mengalami krisis ekonomi dalam perjalanan dekade 1950-an di bawah pemerintahan Orde Lama pimpinan Presiden Sukarno. Pemerintahan Sukarno kala itu menerapkan sistem ekonomi terpimpin yang merupakan turunan dari Demokrasi Terpimpin, yang juga dianut negara-negara Blok Timur, macam Uni Soviet atau Cina.

Boediono dalam Ekonomi Indonesia (2017) menjelaskan, sistem ekonomi terpimpin mendalilkan bahwa negara harus berperan untuk “memimpin” ekonomi nasional melalui dibentuknya jalur-jalur pengaturan dan komando yang tegas terhadap sektor-sektor utama. Semuanya itu didasarkan pada satu rencana nasional yang komprehensif.

Sedangkan Emil Salim melalui Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia dalam Setengah Abad Terakhir: 1966-1982 (2005) suntingan Hadi Soesastro dkk., menuliskan, sistem ekonomi terpimpin sangat bergantung kepada orientasi politik otoritas penguasa. Pembangunan tidak sepenuhnya berkembang karena uang negara lebih banyak ditujukan bukan untuk kepentingan ekonomi.

Pada masa-masa itu Presiden Sukarno menolak mentah-mentah bantuan dari Amerika Serikat. Bahkan, atas perintahnya, Indonesia menarik diri dari keanggotaan IMF dan Bank Dunia.

Menurut data Bank Indonesia (BI) dalam “History of Monetary Period 1959-1966”, sepanjang periode 1960-1965, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PBD) sangat rendah. Laju inflasi teramat tinggi hingga mencapai 635 persen pada 1966. Investasi pun merosot tajam.

Di tengah situasi itu, potensi ekonomi Indonesia terkuas untuk membiayai proyek-proyek politik pemerintah. Anggaran belanja negara lebih besar dari pendapatan negara. Gendutnya anggaran lebih banyak dipakai untuk mendanai proyek mercusuar yang sarat kepentingan politis.

Beberapa megaproyek yang digencarkan kala itu di antaranya adalah pengajuan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games 1962 serta pembangunan Monumen Nasional (Monas), Stadion Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, dan sebagainya.

Situasi politik dan ekonomi negara semakin parah dengan terjadinya Gerakan 30 September (G30S) 1965. Peristiwa berdarah inilah yang menjadi awal dari akhir rezim Sukarno yang kemudian diambil-alih oleh Soeharto sejak 1966.

Sejarah Kehidupan Ekonomi Indonesia Masa Orde Baru

Sejak Soeharto berhasil mengendalikan kekuasaan tertinggi dan rezim Orde Baru mulai terbentuk, yang menjadi misi utamanya adalah memulihkan ekonomi dan membangun negara lewat program jangka pendek serta jangka panjang.

Program jangka pendek yang dimaksud yakni stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi ekonomi bertujuan untuk menekan inflasi yang pada 1966 mencapai angka 650 persen. Inflasi ditekan dengan cara menyeimbangkan anggaran belanja negara dan memperbanyak pinjaman luar negeri.

Di sisi lain, rehabilitasi ekonomi dilakukan dengan merehabilitasi sarana prasarana dan alat produksi yang rusak secara fisik. Pemerintahan Soeharto juga melakukan rehabilitasi dengan cara menjamin keamanan investor asing di Indonesia.

Usai stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi dinilai sukses, Orde Baru lantas melaksanakan program jangka panjang sejak 1969. Program tersebut dinamai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), program yang kemudian berjalan sepanjang lima periode.

Adapun rincian progam Repelita adalah sebagai berikut:

  • Repelita I (1969-1973) berfokus pada rehabilitasi prasarana penting sekaligus pengembangan iklim usaha dan investasi.
  • Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984) berfokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan, dengan penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
  • Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989-1994) yakni mempertahankan capaian sebelumnya dan mulai bergerak pada sektor industri, terkhusus yang menghasilkan barang ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.
Kesuksesan Orde Baru dalam membangun ekonomi Indonesia ternyata tidak berjalan mulus. Pada 1997-1998, kawasan Asia diguncang krisis dan Indonesia termasuk negara yang terdampak.

Di waktu yang sama, pemerintahan Soeharto mendapatkan gelombang perlawanan dari mahasiswa dan rakyat yang menginginkan perubahan di berbagai bidang. Akhirnya, pada 21 Mei 1998, Soeharto lengser dari kekuasaannya. Orde Baru pun berakhir dan digantikan dengan masa reformasi.

Kebijakan Ekonomi Pemerintahan Orde Baru

Selain stabilisasi, rehabilitasi ekonomi, dan Repelita, pemerintahan Orde Baru memiliki kebijakan ekonomi yang termaktub dalam Trilogi Pembangunan dan 8 Jalur Pemerataan Ekonomi, berikut ini rincian isinya:

Trilogi Pembangunan:

  • Stabilitas nasional yang dinamis
  • Pertumbuhan ekonomi tinggi
  • Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya

8 Jalur Pemerataan Ekonomi:

  1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok (pangan, sandang, papan).
  2. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
  3. Pemerataan pembagian pendapatan.
  4. Pemerataan kesempatan kerja.
  5. Pemerataan kesempatan berusaha.
  6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan wanita.
  7. Pemerataan penyebaran pembangunan.
  8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Rofi Ali Majid

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Rofi Ali Majid
Penulis: Rofi Ali Majid
Editor: Iswara N Raditya