tirto.id - Rangkuman materi Sejarah Indonesia kelas 12 SMA salah satunya membahas tentang masa Orde Baru. Secara garis besar, istilah Orde Baru atau Orba digunakan untuk mencitrakan periode kepemimpinan Soeharto sebagai presiden kedua Indonesia.
Cikal bakal kelahiran Orde Baru dimulai ketika kebijakan pada masa Orde Lama pimpinan Presiden Sukarno menimbulkan banyak kontroversi. Pada 5 Maret 1960, misalnya, presiden pertama RI tersebut membubarkan parlemen hasil Pemilu 1955, lalu merombak susunan parlemen dan membentuk Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong (DPR-GR).
Selain itu, Sukarno juga membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS). Meskipun ditolak oleh beberapa golongan, termasuk Mohammad Hatta, kebijakan tersebut tetap diberlakukan.
PKI diperkirakan mendapat jatah kursi 17-25 persen dari total. Politikus PKI Lukman ditunjuk sebagai wakil ketua. Pemimpin PKI Dipa Nusantara Aidit juga diamanatkan menjadi wakil ketua MPRS oleh Sukarno.
Puncaknya adalah ketika peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S) meletus, juga pembantaian orang-orang PKI pada masa-masa setelahnya.
Sejak itu, era Orde Lama mulai goyang. Terlebih keadaan ekonomi negara juga kacau, inflasi mencapai 600 persen, sehingga membuat harga-harga naik. Hal itu memantik masyarakat dan mahasiswa menggelar aksi protes.
Salah satu aksi yang diadakan oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) mengusung tiga tuntunan yakni pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga akibat inflasi. Aksi tersebut disebut sebagai Tritura (Tri Tuntutan Rakyat).
Namun, tuntunan tersebut tidak dipenuhi oleh Presiden Sukarno. Dikutip dari Modul Sejarah Indonesia Kelas XII (2020, hlm. 4), Sukarno kemudian mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada 11 Maret 1966 dan diserahkan kepada Jenderal Suharto.
Dengan perintah ini, Soeharto yang merupakan Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban ditugaskan membereskan masalah keamanan, ketenangan, dan stabilitas politik. Yang bertugas mengantarkan Supersemar kepada Suharto saat itu adalah Jenderal M. Yusuf, Amir Machmud, dan Basuki Rachmat.
Namun, kebijakan dan mandat Supersemar lama kelamaan menimbulkan "dualisme kepemimpinan nasional". Dikutip dari modul Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII terbitan Kemendikbud, dualisme ini akhirnya menimbulkan pertentangan politik di masyarakat.
Dalam sidang MPRS, yang digelar sejak akhir Juni hingga awal Juli 1966, memutuskan Supersemar sebagai Ketetapan (Tap) MPRS. Artinya, secara hukum, Supersemar tidak bisa dicabut sewaktu-waktu oleh Sukarno.
Dualisme tersebut semakin menjadi masalah seiring berjalannya waktu. Singkatnya, pada 22 Februari 1967, pukul 19.30 WIB, Sukarno mengundurkan diri dari jabatan Presiden RI. Di sisi lain, Soeharto memperoleh jabatan sebagai Pejabat Presiden Indonesia pada 12 Maret 1967.
Ketentuan ini dilakukan oleh Ketua MPRS, Jenderal Abdul Haris Nasution. Jabatannya sebagai Presiden Indonesia baru resmi diadakan pada 27 Maret 1968.
Kebijakan Politik Dalam Negeri Masa Orde Baru
Abdurakhman dkk. dalam modul Sejarah Indonesia SMA/SMK/MA/MAK Kelas XII (2018, hlm. 114), mengatakan bahwa Soeharto resmi diangkat sebagai Presiden pada 27 Maret 1968. Ia dikukuhkan sebagai presiden melalui MPRS.
Hal itu sekaligus menandai titik awal perjalanan Orba di Indonesia. Setelah memasuki masa Orde Baru, terdapat sejumlah kebijakan-kebijakan yang dibuat. Berikut ini beberapa daftar kebijakan politik dalam negeri yang dibentuk ketika Orde Baru.
1. Pelaksanaan Pemilu 1971
Kebijakan politik pertama yang dibuat pada masa Orde Baru adalah pelaksanaan Pemilu 1971. Dari sejumlah partai politik yang ikut serta, Golkar terdata mempunyai pendukung terbanyak. Ini terjadi di beberapa Pemilu berikutnya, yakni 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
2. Berlakunya Penyederhanaan Partai Politik
Setelah pelaksanaan Pemilu 1971, pemilu pertama era pemerintahan Soeharto, dilakukan penyederhanaan partai politik. Banyaknya partai politik masing-masing bergabung satu sama lain, sementara hasil pembentukannya berjumlah tiga. Di antaranya ada PPP, Golkar, dan PDIP.
3. Dwifungsi ABRI
ABRI pada masa Orde Baru mendapatkan peran tambahan, yakni mempertahankan keamanan dan menjadi kekuatan sosial politik. Bukan hanya itu, ABRI juga mempunyai wakil dalam MPR (disebut Fraksi ABRI).
4. Indoktrinasi Pancasila: Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
Pada 12 April 1976, Presiden Soeharto menyiarkan gagasannya yang berjudul Ekaprasetia Pancakarsa. Hal ini dilanjutkan dengan surat formal Tap MPR Nomor IV/1978 tentang penghayatan dan pengamalan Pancasila. Tujuannya demi menginformasikan pemahaman Pancasila kepada masyarakat.
5. Normalisasi Kehidupan Kampus atau Badan Koordinasi Kemahasiswaan
Kebijakan ini disingkat NKK atau BKK, di antaranya berisi format organisasi kemahasiswaan yang dilarang terjun dalam politik praktis. Dengan begitu, sejumlah aksi kritis dari mahasiswa dapat dibendung demi pembangunan dan pembuatan kebijakan.
Ciri-ciri Sistem Politik Orde Baru
Sistem politik Orde Baru berlaku di masa pemerintahan Soeharto sebagai Presiden Kedua Indonesia. Ciri-cirinya secara garis besar dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang pernah dibentuk pada masa tersebut.
Sederhananya partai politik misalnya, beberapa nama partai yang tadinya banyak digabung menjadi tiga partai. Alhasil, hanya ada tiga partai seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, dan Golongan Karya.
Selain itu, Dwifungsi ABRI membuat kehidupan masa Orde Baru didominasi Angkatan Darat. Lalu, keamanan dan kehidupan sosial politik diatur secara ketat lewat Indoktrinasi Pancasila dan aturan terhadap organisasi mahasiswa.
Dengan adanya Indoktrinasi, masyarakat diberikan pengetahuan tentang Pancasila. Akan tetapi, mahasiswanya ternyata dibatasi suaranya lantaran berpotensi mengusik pemerintahan.
Berikut ini ciri-ciri sistem politik Orde Baru jika disajikan lewat daftar.
- Jumlah partai politik sedikit
- ABRI mendominasi kehidupan sosial dan politik
- Terjadi indoktrinasi tentang Pancasila
- Dibatasinya pemikiran kritis para mahasiswa
Latihan Soal Sejarah SMA Kelas 12 Perkembangan Politik Masa Orba
1. Tatanan seluruh kehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang terjadi pada masa lalu merupakan pengertian dari....
A. Orde Lama
B. Orde Baru
C. Reformasi
D. UUD 1945
E. Pancasila
Jawaban: B
2. Guna menciptakan stabilitas politik, pemerintah menempatkan peran ganda bagi ABRI sebagai pertahanan keamanan dan social dengan duduk di MPR / DPR. Peran ini dikenal dengan....
A. Dwi Fungsi
B. Sapta Marga
C. Konsensus Nasional
D. ABRI Masuk Desa
E. Komando Daerah Militer
Jawaban: A
3. Langkah politik pertama Soeharto setelah memegang tampuk pimpinan nasional Orde Baru dalam bidang politik luar negeri adalah ….
A. Mengirim pasukan ke Timor Timur
B. Ikut terlibat dalam pasukan perdamaian dunia
C. Mendaftarkan kembali Indonesia sebagai anggota PBB
D. Membuka kedutaan besar di Amerika Serikat
E. Memimpin Organisasi Konferensi Islam
Jawaban: C
4. Dalam rangka menciptakan kondisi politik yang stabil dan kondusif bagi terlaksananya amanah rakyat melalui TAP MPRS No.IX/MPRS/1966, yaitu melaksanakan pemilihan umum, pemerintah Orde Baru melakukan ‘pelemahan’ dan pengendalian terhadap partai-partai politik yang secara historis dinilai berpotensi mengganggu stabilitas dan merongrong kewibawaan pemerintah. Kebijakan tentang “pelemahan” dan pengendalian terhadap partai-partai politik tersebut adalah ...
A. Pembentukan partai golongan karya
B. Masyarakat bebas membentuk parpol
C. Pancasila sebagai azas tunggal parpol
D. Menyederhanakan partai-partai politik
E. Membubarkan semua partai politik
Jawaban: D
5. Gagasan Soeharto pada tahun 1978 yang menjadi cikal bakal Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dikenal dengan istilah …
A. Bhinneka Tunggal Ika
B. Eka Prasetya Pancakarsa
C. Tut Wuri Handayani
D. Ambeg Paramata
E. Catur Dharma Eka Karya
Jawaban: B
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Fadli Nasrudin