tirto.id - Sedikitnya 116 jurnalis terbunuh dalam meliput perang setelah Hamas menyerang Israel pada Oktober 2023 lalu hingga saat ini.
Mengutip dari VOA Indonesia, Selasa (8/10/2024), sekitar 1.200 orang tewas dan 251 orang disandera Hamas dalam serangan yang berlangsung pada 7 Oktober 2023 silam. Asosiasi jurnalis mencatat, puluhan jurnalis tewas dalam serangan tersebut dalam kurun waktu seminggu pertama perang.
“Ada lebih banyak jurnalis yang terbunuh dalam 10 minggu pertama perang ini, dibandingkan dengan yang terbunuh di satu negara selama satu tahun,” kata CEO dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), Jodie Ginsberg, sebagaimana dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (8/10/2024).
CPJ mencatat, angka kematian jurnalis per 1 Oktober 2024 dengan rincian 111 orang Palestina, dua orang Israel, dan tiga orang Lebanon. Selain itu, 35 orang dilaporkan terluka, dua orang hilang, dan 54 orang jurnalis ditangkap.
“Ada juga tantangan yang sangat besar dalam hal akses berita bagi para jurnalis. Dari pengalaman saya, ini adalah liputan yang paling terpolarisasi yang pernah kami hadapi sepanjang karir saya sebagai jurnalis,” terang Wakil Presiden kantor berita The Associated Press dan editor at-large untuk standar berita, John Daniszewski.
Sementara itu, koresponden Gaza untuk kanal berita online Mondoweiss, yang meliput wilayah Palestina, Israel dan kebijakan Amerika Serikat, Tareq Hajjaj, sadar bahwa jurnalis juga bisa terancam dan menjadi sasaran serangan.
“Setiap kali saya berjalan di bawah drone dan pesawat tempur Israel, saya selalu merasa mereka akan mengebom saya kapan pun, mengelilingi saya, karena saya tahu mereka manyasar para jurnalis, dan saya tahu mereka tidak ingin apa pun dari Gaza diketahui orang,” jelas Hajjaj.
Pemerintah Israel membantah bahwa mereka menyasar jurnalis. Akan tetapi, CPJ bersama sejumlah kelompok sipil menilai Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus bertanggung jawab atas angka kematian jurnalis yang tinggi, apalagi sebagian besar yang tewas adalah warga Palestina.
“Hanya mereka orang-orang yang bisa melaporkan dari Gaza karena tidak ada wartawan asing yang diizinkan untuk masuk. Jadi, mereka memikul tanggung jawab penuh untuk melaporkan dampak perang di Gaza,” imbuh Ginsberg.
Sementara itu, Daniszewski menilai cedera dan kematian bukan satu-satunya risiko yang dihadapi jurnalis. Ia menyinggung intimidasi sebagai salah satu masalah yang dihadapi jurnalis.
“Bahaya yang mengancam tidak hanya secara fisik, tetapi juga pengintaian siber dan pelecehan, serta intimidasi terhadap para jurnalis,” ujarnya.
PBB merespons terhadap laporan dengan mengutuk serangan kepada jurnalis yang dilakukan Israel. Mereka menandai bahwa ada laporan yang meresahkan tentang serangan kepada pekerja media. Menanggapi hal tersebut, IDF tidak sengaja untuk menembaki warga sipil, termasuk jurnalis.
Sumber: VOA Indonesia
#voaindonesia
Editor: Intan Umbari Prihatin