tirto.id - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kontaminasi Radioaktif Cs-137 mengungkapkan bahwa insiden kontaminasi pada produk alas kaki yang diekspor ke Amerika Serikat sebenarnya telah terjadi sejak Mei 2025, meskipun laporan resmi baru diterima belakangan ini.
Ketua Satgas Cs-137, Bara Krishna Hasibuan, menjelaskan kronologi temuan tersebut. Ia mengatakan bahwa temuan kontaminasi dikeluarkan oleh Perlindungan Bea Cukai dan Perbatasan (CBP) Amerika Serikat dan Belanda terhadap produk alas kaki yang diekspor ke negara-negara tersebut.
“Kami mendapatkan informasi lanjutan bahwa memang terdapat temuan kontaminasi Cs-137 pada produk alas kaki yang diekspor ke Amerika Serikat," ujarnya dalam konferensi pers di Kemenko Pangan, Rabu (12/11/2025).
Setelah ditelusuri, terdapat dua kontainer produk alas kaki yang dicurigai terkontaminasi dan telah dipulangkan ke Indonesia. Kontainer pertama tiba sebulan lalu di Indonesia dan belum diproses oleh pihak produsen, sehingga belum dilakukan pemeriksaan.
Sementara itu, kontainer kedua tiba pada 29 Oktober lalu dengan notifikasi adanya kontaminasi Cs-137 dan telah diperiksa oleh Bapeten pada 30 Oktober.
“Hasil pemeriksaan dari kontainer kedua tidak ditemukan kontaminasi di permukaan, sehingga aman untuk disimpan di pelabuhan. Namun sekarang sedang dilakukan uji pada produk alas kaki, pada isi kontainer tersebut, produk footwear atau alas kaki yang dilakukan oleh BRIN,” tambahnya.
Bara mengungkapkan bahwa produk alas kaki tersebut berasal dari sebuah perusahaan industri yang berlokasi di Cikande, namun berada di luar kawasan industri dengan radius lima kilometer dari sumber kontaminasi, yaitu fasilitas peleburan baja milik PT Peter Metal Technology (PMT).
"Jadi itu memang pabrik sepatu, tapi saya tegaskan itu bukan di dalam kawasan industri Cikande, tapi di luar, tapi memang dekat dengan kawasan industri," jelasnya.
Bara pun mengakui bahwa kontaminasi terhadap pabrik sepatu tersebut sudah lama terjadi, namun baru diketahui oleh pihak berwenang pada beberapa waktu terakhir.
“Itu yang soal footwear, sebetulnya itu juga sudah agak lama terjadi, tapi memang laporan resminya baru kita terima,” ucapnya.
Bahkan, kasus ini terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan temuan kasus udang beku mengandung radioaktif yang dipersoalkan oleh Food and Drug Administration (FDA) AS pada Agustus lalu.
"Kelihatannya Mei. Itu (kasus udang) ketahuannya pertama kali Agustus. Tapi kelihatannya airborne-nya kontaminasinya terjadi bulan Mei,” ucapnya.
Bara menjelaskan bahwa sumber kontaminasi pada sepatu ini diduga sama dengan kasus udang yang sebelumnya ditemukan. Sumber kontaminasi diduga berasal dari fasilitas peleburan baja milik PT PMT yang telah dilakukan dekontaminasi.
Pabrik baja tersebut menggunakan scrap metal sebagai salah satu bahan baku pengolahan baja. Dalam proses pembakaran, partikel kontaminan meluap ke udara dan terbawa angin hingga ke PT Bahari Makmur Sejati (BMS)—eksportir udang beku ke AS—dan pabrik sepatu tersebut.
"Pada waktu pengolahan kontaminasi Cs-137 itu meluap ke atas dan dibawa oleh udara, sehingga sampai kepada fasilitas pengelolaan udang yang dimiliki oleh PT BMS. Untuk yang footwear, kemungkinan juga begitu ya, sampai kepada pabrik sepatunya itu," tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan bahwa kasus kontaminasi Cs-137 pada sepatu justru lebih dulu diketahui dibandingkan kasus udang beku.
Direktur Jenderal ILMATE Kemenperin, Taufiek Bawazier, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari Bea Cukai Belanda mengenai sepatu kets beradiasi asal Indonesia, jauh sebelum otoritas Amerika Serikat mempersoalkan udang.
"Masyarakat hebohnya hanya dengan udang. Tapi sebelum dengan udang, jauh sebelumnya, kami sudah menerima laporan dari Bea Cukai Belanda," ujar Taufiek dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (12/11/2025).
Laporan itu menyebutkan temuan sepatu kets dengan paparan radiasi Cs-137 hingga 110 nanosievert per jam. Pabrik sepatu PT Nikomas Gemilang, pemasok Nike dan Adidas, dikonfirmasi sebagai salah satu dari 24 perusahaan yang terdampak dalam investigasi ini.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































