Menuju konten utama

Sampaikan Pleidoi, Lukas Enembe Bantah Punya Pesawat Jet Pribadi

Lukas Enembe menantang KPK menunjukkan secara langsung lokasi parkir pesawat jet pribadi yang dituduhkan kepadanya.

Sampaikan Pleidoi, Lukas Enembe Bantah Punya Pesawat Jet Pribadi
Terdakwa Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe (kiri) berbincang dengan penasehat hukumnya usai menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/8/2023). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/Spt.

tirto.id - Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe membantah memiliki jet pribadi hasil gratifikasi. Hal tersebut disampaikan saat pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/9/2023).

"Saya mohon agar KPK menghentikan kezaliman terhadap diri saya dengan menyebarkan isu bahwa saya memiliki jet pribadi. Padahal nyatanya saya tidak memiliki jet pribadi," ujar Enembe di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/9/2023).

Terdakwa kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi itu menantang KPK untuk menunjukkan secara langsung di mana lokasi parkir pesawat jet pribadi tersebut.

Enembe bahkan mempersilakan KPK untuk mengambil pesawat jet pribadi tersebut bila memang ada.

"Dan apabila memang ada, saya persilahkan kepada KPK untuk mengambilnya. Saya tidak akan melarang apalagi melawan," tuturnya.

Sebelumnya, KPK mengungkapkan bahwa Enembe diduga mempunyai pesawat jet pribadi yang dibelinya dari uang hasil gratifikasi.

KPK mengungkapkan pesawat tersebut diduga digunakan Enembe untuk membawa uang puluhan miliar ke Jakarta. Keterangan tersebut didapatkan tim penyidik KPK saat memeriksa saksi bernama Selvi Purnama Sari, pramugari dan Abdul Gopur, karyawan swasta.

Namun, melalui pengacaranya, Petrus Bala Pattyona, Enembe mengatakan tidak pernah membeli atau mempunyai pesawat jet. Ia hanya menyewa pesawat jet dari perusahaan penerbangan, PT RDG Airlines untuk berobat.

Dan untuk mendalami kepemilikan pesawat jet tersebut, penyidik KPK telah memeriksa Direktur RDG Airlines Gibrael Isaak dan pramugari RDG Airlines Tamara Anggraeni.

Sebelumnya, Lukas Enembe dituntut 10 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan. Dia dijatuhi tuntutan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah Rp47.833.485.350,00.

Menurut jaksa, Lukas melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Di samping itu, Lukas dituntut pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani hukuman pidana.

“Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga,” kata JPU KPK Wawan Yunarwanto.

Sementara itu, hal-hal yang memberatkan Lukas adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, ia berbelit-belit dalam memberikan keterangan, dan bersikap tidak sopan selama persidangan.

Dalam perkara ini, JPU mendakwa Lukas Enembe dengan dua dakwaan.

Pertama, Lukas didakwa menerima suap Rp45.843.485.350 dengan rincian sebanyak Rp10.413.929.500 dari pengusaha Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya serta PT Melonesia Cahaya Timur, dan sebanyak Rp35.429.555.850 berasal dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, PT Tabi Bangun Papua sekaligus CV Walibhu.

Kedua, Lukas Enembe didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1 miliar dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua pada 12 April 2013.

Baca juga artikel terkait KASUS LUKAS ENEMBE atau tulisan lainnya dari Iftinavia Pradinantia

tirto.id - Hukum
Reporter: Iftinavia Pradinantia
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Bayu Septianto