Menuju konten utama

Saat WWF 2024 Diwarnai Intimidasi & Peretasan Masyarakat Sipil

Usai insiden pembubaran PWF 2024, terjadi upaya peretasan ponsel yang dialami Direktur LBH Bali dan Koordinator Prodem Bali.

Saat WWF 2024 Diwarnai Intimidasi & Peretasan Masyarakat Sipil
Dokumentasi dugaan pembubaran acara PWF 2024. FOTO/YLBHI

tirto.id - Degup jantung Armayanti Sanusi terpompa kencang ketika tiba-tiba lampu penerangan aula hotel mati. Saat itu, dia tengah melakukan presentasi sebagai pemateri dalam diskusi Forum Air untuk Rakyat yang diadakan People’s Water Forum (PWF) 2024 pada Senin (20/5/2024) di Bali. Waktu menunjukkan pukul 16.30 sore WITA, ketika menyusul lusinan massa datang merangsek ke tempat acara untuk membubarkan paksa forum akademis tersebut.

Dihubungi reporter Tirto, Selasa (21/5/2024), Armayanti mengaku kelompok massa tersebut memaksa masuk sambil melontarkan kata-kata kasar kepada peserta PWF 2024. Tak hanya itu, massa yang protes juga mendorong penyelenggara dan merampas spanduk kegiatan PWF 2024 hasil karya seniman-seniman Bali.

“Tolol, bubar kalian! Tidak mengindahkan imbauan Gubernur [Bali],” kata Armayanti menirukan protes massa yang masuk secara paksa ke tempat PWF 2024 digelar.

Belakangan, diketahui massa yang melakukan pembubaran kegiatan PWF 2024 merupakan organisasi masyarakat (ormas) Patriot Garuda Nusantara (PGN). Armayanti yang merupakan Ketua Badan Eksekutif Nasional Perserikatan Solidaritas Perempuan, menyayangkan bentuk pembungkaman ekspresi kepada perempuan, masyarakat adat serta organisasi masyarakat sipil, yang memperjuangkan keadilan dan kedaulatan terhadap air.

“Intimidasi ini menggunakan pola konflik horizontal, kita dibenturkan negara dengan ormas yang mengatasnamakan masyarakat Bali dan LSM hanya untuk mengamankan kepentingan investasi melalui forum WWF [World Water Forum],” ujar Armayanti.

Sebagai informasi, Indonesia memang tengah menjadi tuan rumah Forum Air Dunia (World Water Forum alias WWF) yang ke-10 di Nusa Dua, Bali, pada 18-24 Mei 2024. Acara tiga tahunan ini diselenggarakan World Water Council (WCC), badan multi-pemangku kepentingan yang digerakkan perusahaan-perusahan raksasa dan mempertemukan bank, perusahaan air transnasional, akademisi, serta lembaga publik untuk mempromosikan solusi sektor swasta dalam tata kelola, manajemen, dan penyediaan air bersih.

People’s Water Forum (PWF) sendiri hadir sebagai narasi tandingan dalam forum gerakan keadilan air global –terdiri dari organisasi-organisasi keadilan air dan lingkungan, gerakan sosial, petani kecil, serikat buruh, dan advokat hak asasi manusia dari seluruh dunia. Sudah terselenggara selama 20 tahun, PWF mewakili mereka yang kehidupannya dirugikan oleh proses privatisasi dan komersialisasi air. Tahun ini, PWF 2024 diselenggarakan pada 20-23 Mei di Indonesia berbarengan dengan WWF ke-10 di Bali.

“Air media fundamental bagi perempuan, air sebagai media melakukan prosesi ibadah dan budaya. Namun kedaulatan dan akses perempuan terhadap air dihancurkan oleh kebijakan investasi di Indonesia melalui proyek strategis nasional,” jelas Armayanti.

Sehari setelah pembubaran diskusi Forum Air untuk Rakyat yang dilakukan PWF 2024, keadaan justru semakin mencekam. Selasa (21/5/2024) siang, sekelompok massa kembali mendatangi lokasi gelaran PWF 2024. Karena tak diizinkan masuk oleh penyelenggara, massa melakukan dugaan kekerasan fisik kepada salah satu panitia PWF 2024 di lokasi acara.

Dalam rekaman video yang didapatkan Tirto dari salah satu peserta acara, terlihat massa yang datang merupakan laki-laki dan bertubuh kekar. Sebagian besar mereka mengenakan kacamata dan topi. Salah satu panitia PWF 2024 yang diduga berasal dari LBH Bali, terlihat diseret, didorong, dan dicekik oleh massa yang protes karena tidak diizinkan masuk.

“Saya masyarakat di sini, ingin tempat kami kondusif,” kata salah satu orang dari kelompok massa tersebut saat berdebat dengan peserta acara. Di akhir video, salah satu orang dari kelompok massa juga mencoba merebut ponsel yang digunakan untuk merekam kejadian ini.

Upaya Peretasan

Dalam keterangan tertulis, Ignatius Rhadite mewakili LBH Bali, menyatakan setelah insiden pembubaran PWF 2024 oleh ormas PGN pada Senin, juga terjadi upaya peretasan pada ponsel yang dialami oleh Direktur LBH Bali dan Koordinator Prodem Bali. Kedua aktivis tersebut merupakan bagian dari organisasi masyarakat sipil yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan PWF 2024 di Bali.

Mulanya, kata Ignatius,kepanitiaan PWF 2024 mengeluarkan beberapa siaran pers, di mana kedua orang tersebut merupakan kontak person yang tercantum dalam rilis yang disebar. Siaran pers tersebut kurang lebih berisi kritik terhadap pelaksanaan WWF, serta kecaman terhadap intimidasi, kekerasan, serta upaya pembubaran yang dilakukan ormas terhadap acara PWF 2024.

“Namun, tidak lama berselang handphone kedua orang tersebut mendapatkan tindakan peretasan,” kata Ignatius.

Menurut informasi yang didapatkan Tirto, hingga Selasa (21/5/2024), upaya peretasan ini sudah dialami 8 orang yang merupakan penyelenggara, peserta, hingga warga biasa yang mengikuti acara PWF 2024. Peretasan yang dialami korban berupa upaya pengambilalihan akun WhatsApp dan media sosial lain pribadi mereka.

Direktur SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menilai peretasan yang dialami para peserta dan penyelenggara PWF 2024 merupakan pola berulang yang dilakukan untuk membungkam aktivitas yang dianggap mengganggu saat ada momen politik besar. Nenden menduga, negara ikut terlibat baik langsung maupun tidak langsung terhadap serangan digital yang saat ini terjadi.

“Kita tidak bisa membuktikan langsung siapa yang meretas, tapi ketika negara diam ketika ada serangan siber begini itu menggambarkan sikap pemerintah yang mengabaikan. Jika diabaikan maka ini bentuk otoritarianisme digital negara hadir di sana,” ujar Nenden dalam konferensi pers daring yang diikuti Tirto, Selasa (21/5).

Upaya peretasan, kata Nenden, tidak hanya melanggar hak privasi individu, tetapi juga berdampak langsung pada kebebasan berekspresi dan berkumpul yang merupakan hak fundamental dalam demokrasi. Dia mendesak pemerintah bergerak memberikan keadilan kepada korban dan menghentikan peretasan pada pihak yang terlibat dalam PWF 2024 di Bali.

“Dan jaminan serta keamanan teman-teman yang memperjuangkan kepentingan publik atas air,” seru Nenden.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Divisi Hukum Kontras, Andrie Yunus, tak ragu-ragu menyebut pemerintah punya andil besar terhadap tindakan represif yang dialami pihak PWF 2024. Menurut penelusuran KontraS, organ intel dari polisi dan militer ikut terlibat pada intimidasi yang dialami oleh penyelenggara PWF 2024.

“Ini [PWF] adalah forum akademis, ketika ini dihantam oleh ormas atau negara maka ini serangan serius pada kebebasan akademik,” ujar Andrie.

Selain itu, negara juga terlibat secara tidak langsung terhadap peristiwa represif ini karena telah melakukan pembiaran. Pihak kepolisian dan Satpol PP sama sekali tidak bergerak setelah acara PWF 2024 digeruduk ormas, dan malah terkesan sengaja mengabaikan.

Andrie menilai aksi intimidasi dan represif yang dilakukan ormas merupakan buah dari kebijakan Pengamanan Swakarsa yang diatur oleh Polri. Padahal, kehadiran Pam Swakarsa melalui Peraturan Polri Nomor 4 tahun 2020 berpotensi mengancam kondisi kebebasan sipil.

“Berpotensi memicu rangkaian tindakan reaktif terhadap agenda kebebasan sipil dan terjadi hari ini di Bali. Di sisi lain, Panglima TNI agar tidak merecoki juga urusan kebebasan sipil,” tegas Andie.

Keterlibatan aparat penegak hukum dalam rangkaian aksi represif dan intimidatif terhadap penyelenggara PWF 2024 juga dibeberkan oleh Muhamad Isnur. Ketua Umum Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) itu menuturkan, mulanya pengurus Yayasan Bintang Gana – yang merupakan organisasi setempat – mewakili panitia nasional PWF menghubungi Rektor ISI Denpasar untuk menjajaki kerja sama acara Musyawarah Budaya Air Warga.

Pada April 2024, kata Isnur, Rektor ISI sudah memberikan sinyal positif sehingga Yayasan mengirimkan surat permohonan kerjasama secara resmi. Namun, 4 Mei 2024, enam orang intel dari Polresta Denpasar mendatangi rumah direktur Yayasan Bintang Gana.

“Mereka menanyakan perihal agenda menjelang WWF, dan bertanya apakah akan ada agenda tandingan atau aksi,” kata Isnur.

Esoknya, 5 Mei 2024, empat intel Polresta kembali mendatangi rumah direktur Yayasan Bintang Gana dengan alasan berkoordinasi menjelang WWF, namun mereka mengarahkan pertanyaan secara spesifik acara PWF dengan alasan mengetahuinya dari media sosial. Ketika kembali ditanya mengenai aksi tandingan, direktur Yayasan menegaskan tidak ada rencana aksi karena cukup repot dan akan dibubarkan seperti dalam konteks G20 Bali Summit 2022.

“Tanggal 7 Mei 2024, kediaman direktur kembali didatangi. Kali ini oleh intel kodam, isteri direktur juga diinterogasi,” ujar Isnur.

Isnur melanjutkan, pada 13 Mei 2024, rektor ISI menelepon direktur Yayasan dan memberi tahu bahwa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memintanya membatalkan acara atau menunda sampai kegiatan WWF ke-10 rampung. Esoknya, 14 Mei 2024, wisma yang telah bersedia menjadi tempat menginap para peserta PWF 2024 tiba-tiba membatalkan pemesanan tempat yang telah dilakukan panitia.

“Sejak 15 Mei 2024, mulai banyak gangguan, [yakni] WA aktivis diretas, tautan registrasi dan situs PWF di-trolling. Setelah dicek, IP address pelaku trolling terlacak berasal dari Bali,” jelas Isnur.

Isnur menyayangkan niat baik dan tradisi kritis yang telah dibangun dan dirawat dalam PWF dibungkam oleh aparat. Alhasil, forum PWF 2024 yang mulanya diselenggarakan di Institut Seni Indonesia (ISI), Denpasar, Bali pada 20 sampai 23 Mei 2024, telah dibatalkan dengan paksa. Setelah, dipindah lokasi pun, ormas mendatangi dan melakukan tindakan represif kepada penyelenggara PWF 2024.

“Pemerintah dan korporasi justru berada dibalik perluasan perusakan sumber-sumber dan tubuh air. Kami menilai bahwa meneruskan suara rakyat ini di PWF 2024 Denpasar adalah sangat mendesak, dalam rangka mencari solusi dan memberikan arahan kritis perubahan kebijakan,” tegas Isnur.

Respons Kepolisian

Polda Bali angkat bicara soal insiden pembubaran diskusi PWF 2024 oleh ormas. Menurut Kabid Humas Polda Bali, Kombes Jansen Avitus, dia mengklaim tidak menerima izin penyelenggaraan dari panitia diskusi tersebut. Kendati demikian, dia juga berdalih tidak mengetahui pihak yang membubarkan.

“Intinya Polda Bali tidak mengetahui ada kegiatan yang dilakukan di hotel tersebut dan juga rencana pihak-pihak yang melarang atau menghentikan kegiatan tersebut,” kata Jansen saat dikonfirmasi reporter Tirto, Selasa (21/5/2024).

Menurut Jansen, hingga kini belum ada laporan kepolisian yang masuk atas perselisihan dalam pembubaran PWF 2024 tersebut. Ia menambahkan, dari informasi yang diperoleh pihak kepolisian atas peristiwa itu, pembubaran diketahui dari live Facebook salah satu aktivis dalam diskusi. Kemudian, diketahui pihak yang meminta diskusi dibubarkan adalah kelompok PGN.

Menurut Jansen, acara penyampaian pendapat harus disertai dengan pemberitahuan sebagaimana aturan Undang-Undang Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Jansen menuding, PWF 2024 terkesan diam-diam dalam menyelenggarakan acara karena tidak ada pemberitahuan.

“Masalahnya, PWF tidak mematuhi aturan dalam UU Penyampaian Pendapat di Muka Umum, tidak ada pemberitahuan sebagaimana aturan tersebut, bahkan cenderung diam-diam disebar melalui medsos,” tutur Jansen.

Baca juga artikel terkait WWF atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz