Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Saat Pensiunan Jenderal TNI-Polri Ramai-Ramai Nyaleg via Perindo

Partai Perindo menjadi parpol peserta Pemilu 2024 dengan caleg berlatar belakang pensiunan jenderal TNI-Polri terbanyak.

Saat Pensiunan Jenderal TNI-Polri Ramai-Ramai Nyaleg via Perindo
Ilustrasi Caleg DPR dan DPD. tirto.id/Quita

tirto.id - Sejumlah purnawirawan jenderal TNI-Polri ikut meramaikan Pemilu 2024 dengan mencalonkan diri sebagai calon legislatif. Mengutip data DCS KPU RI, setidaknya 11 dari 18 partai politik peserta pemilu yang mendaftarkan caleg dengan latar belakang pensiunan jenderal TNI-Polri.

Dari 11 partai tersebut, Tirto mencatat Partai Perindo merupakan parpol dengan caleg purnawirawan jenderal terbanyak. Setidaknya ada 19 caleg dengan berstatus purnawirawan TNI-Polri dengan pangkat terakhir bintang 1 hingga bintang 3.

Beberapa nama yang ikut berlaga pun bukan pejabat sembarangan saat masih aktif di institusi TNI-Polri. Di antaranya adalah mantan Kabareskrim Komjen (purn) Anang Iskandar maupun mantan Kepala Bakamla, Laksdya (purn) Albert Desi Mamahit.

Dalam catatan Tirto, nama-nama purnawirawan tersebut berada di daerah pemilihan dengan kantong suara lumayan besar, seperti Komjen (purn) Anang Iskandar di Dapil Jatim I atau Bambang Sugiharto di Dapil Jatim V, di Jawa Tengah VIII ada Mayjen (purn) Wiranto, di Jawa Barat ada nama Brigjen (purn) Rahmat Hidayat (Dapil Jabar VIII) atau Irjen (purn) Herbert P. Sitohang di Jawa Barat VI.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Perindo, Ferry Kurnia menegaskan, partainya tidak memberikan kekhususan kepada kelompok tertentu seperti artis, budayawan, mantan pejabat hingga purnawirawan.

Ia mengatakan, upaya Perindo merangkul para purnawirawan tidak lepas dari keyakinan partai bahwa mereka berkualitas, berintegritas dan baik, terutama pada komitmen kebangsaan sesuai pandangan Perindo.

"Purnawirawan memiliki pengetahuan dalam bidang keamanan, pertahanan dan manajemen yang dianggap berharga dalam dunia politik. Namun, penting kami memberikan catatan bahwa pemilihan antara purnawirawan dan sipil sebagai caleg dapat melibatkan banyak faktor, termasuk visi politik, representasi, keterwakilan masyarakat secara luas serta punya potensi elektabilitas yang baik," kata Ferry kepada reporter Tirto, Jumat (1/9/2023).

Ferry mengatakan, upaya merekrut purnawirawan adalah salah satu opsi partai untuk meraup suara. Akan tetapi, pengaruh suara tidak hanya soal purnawirawan, tetapi juga soal program partai, kekuatan kelembagaan, kampanye, dukungan publik dan kompetisi di dapil.

Saat ditanya kemungkinan menambah caleg purnawirawan, Ferry mengaku, belum ada pertimbangan. Ia yakin nama caleg belum bertambah hingga saat ini.

"Sejauh ini belum ada perubahan ya dan saya rasa tidak akan diganti kecuali ada permintaan dari caleg tersebut," kata Ferry.

Analis politik dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Silvanus Alvin menilai, peran purnawirawan jenderal dalam partai politik setidaknya terbagi dalam dua hal krusial, yakni: ketokohan dan jaringan dukungan.

“Purnawirawan TNI-Polri umumnya memiliki ketokohan dan otoritas dalam masyarakat, dari ‘tabungan pengabdian’ mereka selama masih aktif dalam masing-masing bidang yang mereka jalani, terutama bagi sisi publik yang pernah bersinggungan secara langsung, maka hal ini dapat memberikan daya tarik bagi pemilih yang menghargai mereka,” kata Alvin kepada reporter Tirto.

Selain itu, Alvin mengatakan, para purnawirawan jenderal TNI-Polri dengan pangkat terakhir sebelum pensiun kerap memiliki jaringan yang luas dan basis dukungan yang tinggi. Hal itu dapat membantu partai meraih dukungan lebih besar dari komunitas tersebut.

Kemudian, melihat dari sisi pengalaman dan kompetensi, kata Alvin, para purnawirawan jenderal TNI-Polri umumnya memiliki pengalaman yang luas dalam kepemimpinan, manajemen, dan situasi yang mengharuskan pengambilan keputusan cepat.

“Pengalaman itu bisa menjadi aset dalam menjalankan tugas legislatif,” kata Alvin.

Akan tetapi, Alvin melihat, tetap akan ada masalah di masa depan. Ia khawatir kemunculan banyak purnawirawan TNI-Polri akan memengaruhi gaya komunikasi partai. Ia mengingatkan bahwa cara komunikasi TNI-Polri lebih cenderung kaku daripada sipil.

“Namun, saya yakin bagi yang mau masuk politik, pasti telah melatih ataupun sudah membiasakan diri agar bisa berkomunikasi lebih cair dengan masyarakat umum,” kata Alvin.

Alvin juga mengatakan, penggunaan strategi dengan caleg purnawirawan jenderal TNI-Polri memang bisa memiliki dampak pada Pemilu 2024. Akan tetapi, semua tergantung pada seberapa baik partai ini dapat mengemas dan menyampaikan pesan kepada pemilih.

“Beberapa pemilih mungkin tertarik dengan pengalaman dan otoritas purnawirawan TNI-Polri. Bisa saja Perindo memang melihat ada celah di mana keluarga pensiunan TNI-Polri ini besar dan menjadi target voters yang diincar,” kata Alvin.

Meski demikian, Alvin menekankan, penggunaan purnawirawan TNI-Polri tidak menjamin kemenangan pemilu. Ia hanya salah satu cara mencari efek ketokohan demi memenangkan pemilu.

“Tidak ada yang bisa memberi jaminan. Namun, secara umum dalam komunikasi politik di Indonesia, faktor ketokohan masih memegang peran sentral. Orang yang dianggap tokoh dipandang dan berpeluang dipilih,” kata Alvin.

Sementara itu, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai, peran purnawirawan TNI-Polri dalam partai politik tidak bisa dilepaskan dalam upaya parpol meningkatkan peluang untuk menang pemilu, termasuk yang dilakukan Perindo. Ia tidak memungkiri keberadaan purnawirawan memengaruhi pemilih, apalagi memiliki elektabilitas.

“Dalam hal ini harus diakui bahwa sosok purnawirawan apalagi jika populer, bagaimanapun memiliki elektabilitas terutama di kalangan pemilih yang meyakini kepemimpinan militer dibutuhkan dan lebih baik,” kata Fahmi kepada reporter Tirto, Kamis (31/8/2023).

Ia menjelaskan, militer sama seperti pesohor. Mereka banyak dan kerap menjadi pendulang suara. Ia juga mengatakan, “Ya harus diakui bahwa kebanyakan partai politik memang melihat mereka (purnawirawan) sebagai pendulang suara, namun saya tetap mengapresiasi para purnawirawan yang mau berkecimpung di partai politik, menjadi kader dan berkontestasi di pemilu,” kata Fahmi.

Fahmi menekankan, tidak banyak purnawirawan yang berhasil lolos ke parlemen. Hal ini, kata Fahmi, kebanyakan karena banyak purnawirawan ikut pemilu tanpa modal elektoral yang memadai dan hanya mengandalkan pengaruh latar belakang militer.

“Faktanya, tidak semua personel militer cakap dalam hal itu. Bahkan yang cakap sekalipun belum tentu punya pengalaman lapangan yang lebih baik dibanding para politisi sipil yang sudah lebih dulu berkecimpung dalam pemenangan pemilu," kata Fahmi.

Fahmi menuturkan, latar belakang militer menjadi salah satu modal purnawirawan untuk meraup suara. Akan tetapi, faktor keterpilihan tidak sekadar latar belakang militer karena ada caleg non-militer. Mereka tetap butuh kekuatan jaringan relawan yang memadai untuk terpilih. Ia mengingatkan partai mencari kandidat yang mampu mendapatkan kursi.

“Jadi siapa pun yang ingin duduk, tetap saja harus bekerja keras menggalang suara. Tanpa kemampuan signifikan dalam mengorganisir pemenangan dan jejaring, ya para purnawirawan itu hanya akan berakhir sebagai pendulang dan penambah suara, kursi menjadi milik caleg lain,” kata Fahmi.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz