tirto.id - RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (SBPB) mendapat penolakan dari Aliansi Petani Indonesia (API). API khawatir RUU ini akan menyulitkan petani melakukan budidaya karena harus melapor ke pemerintah dan rentan dikriminalisasi.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman pun enggan menanggapi kekhawatiran tersebut. Ia meminta agar berbagai pihak, termasuk petani, tak melihat RUU ini dari sisi yang pesimistis.
"Dari dulu gini (harus melapor). Kok keluar kata-kata pesimis dari wartawan," ucap Amran kepada wartawan saat ditemui di Kompleks DPR Senin (9/9/2019).
Amran pun segera menyambung penjelasannya dengan cerita bahwa PDB Pertanian Indonesia meningkat dari sebelumnya 800 miliar dolar AS menjadi 1 triliun dolar AS per tahun 2017.
Amran juga hanya menjelaskan kalau sektor pertanian merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ia pun enggan menjawab pertanyaan lebih lanjut di luar jawaban yang sudah ia berikan.
Ketika ditanya kembali mengenai potensi petani akan kesulitan mengembangkan bibit akibat terhalang RUU ini, ia justru menjawabnya di luar konteks.
"Sekarang begini, kita melanjutkan dari transformasi pertanian tradisional menuju modern. Kita menyiapkan bibit unggul. Ketiga, kita membangun sistem rainwater penanganan air hujan. Gimana air hujan jatuh di indonesia semua jadi protein karbohidrat," ucap Amran.
Sebelumnya, API menyoroti setidaknya tiga pasal dalam RUU sistem budidaya pertanian berkelanjutan. API khawatir kasus yang menimpa petani sekaligus kepala desa asal Aceh, Munirwan kembali terulang hanya karena petani tidak lagi diberi keleluasaan mengembangkan benih sendiri ketimbang mengandalkan pengusaha besar.
“Kami menolak RUU ini. Sebaiknya tidak diloloskan terutama pasal 27 yang mengharuskan petani melapor dan daftar. Lalu pasal 108 dan pasal 112 tentang denda dan kurungan penjara,” ucap Sekretaris Jenderal API, Muhammad Nuruddin saat dihubungi reporter Tirto Senin (9/9/2019).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana