Menuju konten utama

RUU Perkelapasawitan Tak Mewakili Kepentingan Petani Sawit

Peneliti mengemukakan RUU Perkelapasawitan mewakili kepentingan korporasi, sehingga layak untuk ditolak.

RUU Perkelapasawitan Tak Mewakili Kepentingan Petani Sawit
Seorang pekerja merontokkan buah kelapa sawit dari tandannya di Desa Sido Mulyo, Aceh Utara. ANTARA/Rahmad

tirto.id - Deputi Direktur Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi (ELSAM), Andi Muttaqien mengatakan, RUU Perkelapasawitan yang dirancang oleh anggota DPR sepatutnya ditolak.

Sepengetahuan Andi, RUU tak mencerminkan kepentingan petani kelapa sawit rakyat seperti diklaim anggota DPR

RUU ini, kata dia, berpihak kepada perlidungan korporasi dan investasi asing seperti mengalihkan kerugian dan risiko bisnis di sektor kelapa sawit kepada pemerintah dan pakarnya.

RUU ini, ujar dia, juga dianggap bertentangan dengan instruksi presiden (Inpres) moratorium kelapa sawit lantaran memberi perlindungan bagi izin usaha perkebunan (IUP) yang berada di dalam kawasan hutan.

Menurut dia, RUU ini juga meringankan jumlah denda dan lama penjara dalam pelanggaran pidana di sektor kelapa sawit.

"Kalau dilihat dari draft ada 105 pasal. Tapi yang menyebut petani hanya 1 pasal. Jadi bohong-bohong saja itu RUU ini. Katanya untuk kesejahteraan petani," kata Andi dalam diskusi bertajuk 'Logika Sempit RUU Kelapa Sawit' di Graha Niaga pada Rabu (10/4).

"RUU ini juga menciptakan konflik norma, jadi kami menolak substansi dan proses pembahasannya," tambah Andi.

Selain itu, Andi juga menyoroti penyusunan naskah akademiknya. Ia menyebut, sejumlah sumber naskah akademik menggunakan artikel biasa yang berasal dari opini orang-orang daripada riset ketat.

"Kok bisa sumber-sumber sekunder seperti artikel biasa dijadikan dasar kebijakan strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak," ucap Andi.

Komisoner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga mengatakan, RUU ini dibuat tanpa urgensi pembaharuan hukum.

Ia menilai, RUU sektor kelapa sawit diperlukan untuk mengatasi konflik agraria dan dan konflik sosial yang timbul selama ini.

Sandra juga menyebutkan, RUU ini tak kondisi ideal untuk konsisten dan sesuai dengan dasar hukum yang lebih tinggi.

"Ini seharusnya mengarah pada prinsip aturan di atasnya. Tepatnya nyambung ke realita sosial karena masih banyak konflik agraria di sektor kelapa sawit," ucap Sandra.

Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan, Teguh Surya menduga penggagas RUU ini punya kepentingan dengan industri sawit.

Ia mendapati sejumlah 28 orang dari 30 anggota DPR periode 2014-2019 yang dalam membahas RUU perkelapasawitan, maju kembali dalam Pileg 2019.

Menutur dia, sekitar 53 persen anggota DPR penggagas diprediksi akan melanjutkannya saat terpilih pada periode mendatang.

"90 persen anggota DPR yang aktif membahas RUU ini anti akan maju lagi. Kami duga ini erat kaitannya antara pejabat teras partai dengan industri sawit," ungkap dia.

Baca juga artikel terkait HARD NEWS atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Zakki Amali