Menuju konten utama

Rupiah yang Makin Melemah Ancam Kinerja Industri Manufaktur

Melambatnya kinerja industri manufaktur akan berdampak pada potensi lonjakan inflasi nasional. Maka itu, pemerintah harus turun tangan menjaga rupiah. 

Rupiah yang Makin Melemah Ancam Kinerja Industri Manufaktur
Penjaga stan menghidupkan mesin pengemasan produk otomatis pada Pameran Teknologi Manufaktur di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (18/10/2018). ANTARA FOTO/R. Rekotomo/aww.

tirto.id - Tren pelemahan rupiah dikhawatirkan bakal menekan kinerja industri manufaktur Indonesia. Pasalnya, kebutuhan bahan baku industri masih banyak dipenuhi oleh pasokan barang impor.

Sebagai contoh, kebutuhan gula dan gandum untuk industri makanan dan minuman seluruhnya masih harus dipenuhi dari impor. Juga dengan kebutuhan susu dan kedelai untuk industri yang masing-masing 80 persen dan 70 persen mengandalkan impor.

“Pelemahan rupiah akan memukul industri karena masih banyak bahan baku impor dan biaya-biaya lainnya yang harus dibayarkan dalam USD (dolar AS),” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman, saat dihubungi Tirto, Jumat (21/6/2024).

Biaya lain-lain yang dimaksud Adhi salah satunya adalah biaya pengapalan bahan baku yang bisa naik 3-4 kali lipat dibanding biasanya, dengan kondisi depresiasi rupiah. Pada saat yang sama, ekspor antarpengusaha akan semakin kompetitif.

“Karena buyer juga tertekan, sehingga minta harga lebih baik atau lebih rendah,” imbuhnya.

Padahal, di industri manufaktur termasuk sektor makanan dan minuman sedang dihadapkan pada risiko rantai pasok dan gangguan logistik akibat ketidakpastian geopolitik di dunia. Ancaman ini pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan biaya operasional perusahaan, seperti bahan baku, logistik, dan transportasi.

“Pelemahan nilai tukar juga dapat meningkatkan beban utang perusahaan, khususnya dalam dolar AS,” kata Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid, dalam keterangannya kepada Tirto.

Secara lebih luas, melambatnya kinerja industri manufaktur akan berdampak pada potensi lonjakan inflasi nasional. Dengan ini, Arsjad berharap pemerintah dapat turun tangan untuk menjaga agar rupiah tidak semakin tertekan dolar AS.

“Pemerintah perlu mewaspadai dampak pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS, khususnya terhadap lonjakan inflasi, daya saing pelaku usaha dan juga daya beli masyarakat,” ujarnya.

Dengan kondisi pelemahan rupiah yang telah berada di level Rp16.475 pada perdagangan hari ini, Ketua Umum Gapmmi, Adhi S. Lukman, juga meminta pemerintah dan Bank Indonesia (BI) segera melakukan intervensi terhadap posisi rupiah. Sebab, jika tidak ada upaya yang berarti dari pemerintah akan membuat rupiah semakin tertekan.

“Aturan DHE (devisa hasil ekspor) perlu dipertimbangkan untuk direvisi karena menjadi beban bagi industri,” kata dia.

Pada saat yang sama, pemerintah juga perlu memberikan insentif tambahan bagi pengusaha yang melakukan ekspor. Hal ini penting dilakukan untuk mempertebal cadangan devisa di Bank Indonesia.

Di sisi lain, industri juga perlu melakukan antisipasi dengan melakukan efisiensi produksi dan mencari sumber bahan baku alternatif, baik dari lokal maupun negara yang memiliki harga pasokan lebih murah.

“Penguatan produksi di hulu agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil,” pungkas Adhi.

Baca juga artikel terkait DAMPAK RUPIAH MELEMAH atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Irfan Teguh Pribadi